Selasa, 26 Oktober 2010

Aremanita Dukung Timnas di Siliwangi

Kegagalan mendukung Timnas saat melawan Uruguay di Stadion Gelora Bung Karno Senayan Jakarta pada 8 Oktober 2010, semakin membulatkan tekat ayas untuk tidak melewatkan mendukung Pasukan Garuda secara langsung pada laga berikutnya, Indonesia vs Maladewa.
Tribun Timur Stadion Siliwangi

Selasa, 12 Oktober 2010 pukul 12.30 ayas sudah sampai di Stadion Siliwangi Bandung. Suasana masih cukup sepi untuk pertandingan skala besar. Di luar area stadion terdapat beberapa pedagang yang menjual atribut Indonesia, Bobotoh, dan Bonek. Berdasarkan pengalaman di Kanjuruhan atau Gajayana, biasanya beberapa jam sebelum kick off suporter sudah membludak di area stadion. Ini merupakan kali pertama ayas menjadi suporter di homebase-nya Persib. Apakah karena ini bukan laga Maung Bandung, sehingga Bobotoh kurang begitu antusias datang ke Siliwangi, atau ayas yang datang terlalu pagi?

Ayas yang berencana membeli tiket di loket terpaksa gigit jari, karena ketika ayas datang pintu loket sudah ditutup. Terpaksa ayas membeli tiket pada seorang bapak-bapak yang membawa segepok tiket berbagai tribun. Harga resmi panpel adalah; VIP Rp 60.000,00 – Samping Rp 25.000,00 – Timur Rp 20.000,00 – Utara/Selatan Rp 15.000,00. Tiket yang dijual calo selisih Rp 5.000,00 dari harga resmi. Masalah percaloan tiket rupanya terjadi dimana-mana.

Sekitar satu setengah jam, ayas luntang-lantung sendiri, sebelum salah satu nawak Arema datang. Kemudian ayas kopdar dengan salah satu anak Viking yang kenal via dunia maya. Selanjutnya kami bertiga berjalan menuju pintu masuk tribun timur.

Di dekat antrean suporter, terdapat segerombolan anak berusia sekitar delapan tahunan, kepada kami mereka berkata “’A, Teh, bade ngiring.” (“’A, Teh, mau ikut”). Mereka rupanya tidak memiliki tiket. Hal itulah yang membuat ayas terkesan sekaligus trenyuh. Mereka yang tak lain adalah Bobotoh leutik (kecil), begitu polos, mencintai sepakbola, entah rumahnya dimana, datang ke stadion tanpa pengawasan orang dewasa, begitu antusias mendukung Timnas walau tanpa atribut, dan punya usaha untuk bisa masuk stadion. Kepada mereka ayas berbisik “Saya Aremanita lho!”, sambil menunjukkan logo Arema di lengan kanan dan benda-benda yang menempel di tas ayas. Mereka cukup terperangah dan tersenyum. Kemudian kami menggandeng lengan mereka, dan berhasil memasukkan mereka ke dalam stadion, selanjutnya berpisah di tribun timur bawah papan skor. Suporter kecil itu lebih memilih berada di depan, sedangkan kami memilih posisi di belakang yang lebih ke atas.

Bersama Benny Wahyudi
Tanpa bermaksud memprovokasi atau apapun, ayas hanya menceritakan pengalaman saja. Merupakan sebuah ujian mental bagi seorang Aremania/nita di Siliwangi sore itu. Namun, ayas dan nawak ayas secara perlahan terbiasa dan menerima situasi tersebut. Terwujud juga keinginan ayas menjadi Aremania di antara Bobotoh sore itu, dengan mendukung Timnas tentu, menjadi bagian dari suporter Indonesia!

Stadion Siliwangi hanya diisi kurang dari setengah kapasitas stadion. Seperti pada laga Timnas sebelumnya yang juga tidak sepadat pertandingan klub lokal. Apakah ini merupakan tanda nasionalisme mendukung Timnas dikalahkan oleh fanatisme dalam mendukung klub? Ataukah salah satu wujud kekecawaan suporter terhadap prestasi sepakbola tanah air yang nol besar?

Tentu ukuran nasionalisme seseorang tidak dapat diukur dari datang atau tidaknya ke stadion ketika Timnas. Suporter Indonesia dari berbagai klub pun tentu mengharapkan kemenangan Skuad Merah Putih setiap bertanding, dengan keyakinan total atau hanya sekadar pasrah. Seandainya seluruh potensi dapat diberdayakan, termasuk dari elemen suporter, bukanlah suatu hal yang mustahil untuk mendongkrak prestasi sepakbola kita yang mati suri ini. Salah satunya menggratiskan saja tiket pertandingan, atau kalaupun tidak gratis, menekan harga tiket seminimal mungkin untuk menarik minat suporter. Ironis, seandainya pihak panpel mencari keuntungan dari tiket pertandingan Timnas. Untuk apa? Seandainya laga Timnas diselenggarakan di Stadion Kanjuruhan, akankah suporter memenuhi kapasitas stadion? Kita buktikan suatu saat nanti.
Ah, suporter memang tak berhak bersuara, kalaupun bersuara itu pun tak akan ditanggapi oleh para petinggi organisasi sepakbola negeri ini.

Bersama Ahmad Bustomi
Setengah permainan, unggul satu angka membuat kami optimis dengan pertandingan sore itu. Sayang, tidak ada yang berjualan sate nol dua favorit ayas di Kanjuruhan! Adanya malah krupuk warna oranye, yang punya julukan tersendiri. Sekali lagi tanpa bermaksud memprovokasi lho… Ayas menceritakan kenyataan.
Kemudian salah seorang kenalan datang menghampiri, kebetulan dia adalah anak Viking, pendiri Bonek Bandung, suka dengan Arema! Lagi-lagi kopdar dengan suporter di stadion. Kami berempat menyaksikan sisa pertandingan dengan tertawa terbahak-bahak. Pasalnya ada segorombolan ABG yang menyanyikan yel-yel dengan gaya kocak, walaupun kalimatnya mengarah ke rasisme, namun kami menanggapi dengan santai. Apalagi tanpa tahu malu, salah seorang dari mereka mengambil alih singasana Kang Ayi Beutik yang sore itu memang kosong, dengan gaya asal-asalan ABG tersebut membuat gerakan ala dirigen. Hingga kami melewatkan gol yang dicetak pemain Arema, Yongki Ari bowo.

Diperlukan pendewasaan dalam menyikapi setiap apa yang terjadi di stadion. Dan yang paling ayas sesalkan sore itu adalah nyanyian rasis yang datangnya justru dari suporter-suporter kecil yang ayas yakin itu adalah karena mencontoh suporter yang usianya jauh di atas mereka. Apakah hujatan untuk suporter lain pantas dinyanyikan saat mendukung Timnas? Ini Timnas, bukan klub! Selain itu apakah wajar apabila suara-suara negatif ditujukan untuk pemain, yang saat itu membela Merah Putih. Apakah hal tersebut merupakan sesuatu yang sudah lumrah dan wajar saja dalam sepakbola tanah air? Apakah tidak ada jalur penyampaian aspirasi yang lain? Tentu pertanyaan ayas tersebut tidak ditujukan pada satu kelompok suporter saja. Melainkan semua yang merasa menjadi suporter Indonesia, termasuk Aremania sendiri.

Skor akhir 3 – 0 membuat kami senang. Sambil meninggalkan tribun timur ayas berdoa, semoga suatu saat Aremania dapat datang ke Stadion Siliwangi, mengenakan atribut, mendukung Arema berlaga melawan Persib tentunya!

Untuk Aremania di Kanjuruhan yang selalu ayas rindukan…
Salam Satu Jiwa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar