Selasa, 26 Oktober 2010

Hari Suporter Nasional, Seberapa Pentingkah?

Hari Suporter Nasional (HSN)? Seandainya tidak sering update informasi dan melek internet, mungkin ayas tidak mengerti adanya hari penting bagi suporter bola tanah air itu. Maklum, dalam dunia nyata gaungnya kurang begitu terdengar.

Begitulah faktanya, kemeriahan peringatan HSN ini mungkin hanya ada dalam dunia maya. Karena beberapa suporter mengaku baru tahu adanya hari itu dari sms yang ayas kirim sebagai ucapan ‘selamat Hari Suporter Nasional’ berisikan semangat dan harapan-harapan kepada nawak-nawak suporter yang ayas kenal. Ayas pun belum mendapat kabar mengenai perayaan peringatan HSN ini. Ataupun kalau ada, hanya dilakukan oleh segelintir suporter.

Gagasan dideklarasikannya tanggal 12 Juli sebagai Hari Suporter Nasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah terbentuknya Asosiasi Suporter Sepakbola Indonesia (ASSI), yang walaupun pada akhirnya ASSI ini hanya bertahan seumur jagung karena permasalahan internal. Menurut sumber www.suporter-indonesia.com 12 Juli 2000, dedengkot-dedengkot suporter klub-klub Indonesia mengadakan pertemuan di Kantor Redaksi Tabloid Bola di Jl. Palmerah Selatan No. 3 Jakarta. Dari pertemuan tersebut tercetuslah Hari Suporter Nasional, sebagai sarana untuk menularkan virus positif seperti persaudaraan, sportivitas, serta antikekerasan.

Seberapa pentingkah HSN bagi suporter? Ditinjau dari visi awal adanya HSN ini, tentu sesuatu yang patut mendapat dukungan dari berbagai pihak, terutama suporter. Namun, kondisi nyata tidak dapat dianggap selaras dengan harapan dicetuskannya HSN. Tidak semudah membalikkan telapak tangan, sulitnya bagaikan mencampur minyak dengan air. Menyeragamkan visi dan mempererat tali silaturahmi antar suporter, seperti harapan HSN diperingati, mungkin hanya dirasakan oleh suporter tingkat elit. Sedangkan pada suporter grass root, bisa saja tidak mengenal visi tersebut, lagi-lagi menyangkut fanatisme yang dirasakan oleh pendukung klub dan berbagai kemelut antar suporter yang masih belum menemukan titik cerah.

Sejauh apakah eksistensi suporter Indonesia dipertanyakan, kalau hari ‘kebangsaannya’ saja tidak banyak diketahui. Hal ini bisa disamakan dengan seorang pelajar yang tidak mengerti adanya Hari Pendidikan Nasional. Sebuah acuan seberapa besar kita memaknai hari penting tersebut.
Aremania
Aremania dan Viking Tahun 2006

Semangat fanatisme suporter sangat terasa ketika mendukung tim kebanggaannya. Akankah sama fanatisnya apabila yang didukung adalah Tim Nasional Indonesia? Tentu pertanyaan tersebut akan menjadi sebuah mata rantai ke pertanyaan selanjutnya, Tim Nasional Indonesia seperti apakah yang mendapat dukungan secara fanatis, kalau sampai saat ini Timnas belum mampu beranjak menunjukkan tajinya di kancah internasional, minimal level Asia Tenggara? Dan pertanyaan bagaimanakah kinerja PSSI yang semakin lama kurang mendapat kepercayaan lagi ini mampu bangkit menepis anggapan yang terlanjur miring di kalangan publik pecinta sepakbola nasional.

Mungkin butuh waktu untuk mengetahui jawaban itu. Perlunya perbaikan dari segi kualitas pemain yang seiring dengan materi yang dibutuhkan, serta pembenahan infrastrukur yang belum pantas dianggap layak, tentu merupakan babak lain, namun masih terangkai dalam satu cerita. Lalu sambil menunggu jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, lantas apa yang dapat kita lakukan? Hanya menyalahkan pemerintah saja juga bukan solusi bijak. Dari hal kecil yang dapat kita lakukan, paling tidak cukup membuktikan bahwa sebagai suporter kita juga ingin punya andil dalam mengangkat prestasi sepakbola nasional sehingga bisa berbicara lebih banyak.

Mungkin kita bukan ilmuwan jenius yang mampu meraih penghargaan nobel. Kita bukanlah atlet nasional yang mampu membawa nama Indonesia di ajang dunia. Tapi kita adalah suporter, pecinta sepakbola Indonesia, ingin punya arti lebih bagi bangsa ini. Dengan bentuk dukungan terhadap klub dan Timnas, serta berperilaku sebagai suporter santun yang dewasa, sesuatu yang lebih dari cukup yang dapat kita lakukan. Ayo kawan, segera lakukan!

Tidak sedikit suporter yang menyatakan bahwa HSN tidak cukup penting, tidak lebih sekadar seremonial belaka. Bahkan ada yang berkomentar bahwa suporter di Eropa yang tidak punya HSN pun mampu menjadi suporter yang benar-benar fanatik terhadap timnas-nya, walau sudah jadi rahasia umum kalau suporter Eropa tersebut banyak yang saling bermusuhan. Kalau sudah begini, apakah kita pesimis dengan kemajuan sepakbola nasional dan suporter nasional? Tentu tidak boleh patah arang dan putus asa, kita harus selektif contoh memilih mana yang sesuai dengan nurani kita. Harus semangat!!!

Marilah kita saling berbenah… Agar Hari Suporter Nasional, Konferensi Suporter Sepakbola Nasional, dan Konferensi Sepakbola Nasional, dan segala yang berembel-embel Nasional tidak sia-sia digelar hanya untuk memuaskan kepentingan beberapa pihak saja. Walau tidak semua yang mengaku suporter mengetahui adanya Hari Suporter Nasional, bahkan memaknai arti dibalik peringatan tersebut, paling tidak ada harapan, momentum HSN dapat menjadi pengingat bahwa seberapa besar fanatisme terhadap tim kebanggaan, kita tidak akan lupa bahwa kita masih tetap satu Indonesia! Mewujudkan kebhinnekaan dalam wadah sepakbola Nasional!

Harapan-harapan mengenai sepakbola Indonesia di masa yang akan datang akan tetap menjadi motivasi bagi sebagian warga negara Indonesia yang dengan bangga menyebut dirinya suporter. Sepakbola yang sportif dan profesional akan menjadi tontonan menyenangkan. Tanpa direcoki oleh tindakan-tindakan suporter yang provokatif dan memancing emosi, justru gelaran atraktif suporter di tribun stadion akan menambah semarak pertandingan sepakbola tanah air, tentu akan menjadi sebuah keasyikkan tersendiri. Dan suporter pun dapat dengan bangga berada di stadion, tidak hanya ketika mendukung Arema Indonesia, Persib Bandung, Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, Persipura Jayapura, dan klub-klub lain, tapi juga mendukung Tim Nasional Indonesia berlaga di ajang internasional!

Jangan sampai even Piala Dunia yang begitu menyita perhatian membuat kita lupa bahwa hal yang lebih mendasar hampir kita lupakan, sesuatu yang berbau nasional, dan tidak jauh dari urusan bola juga. Inikah bentuk terkikisnya nasionalisme dalam diri kita? Atau wujud frustasi terhadap perkembangan sepakbola bangsa sendiri yang bisa dikatakan mati suri?

Selamat Hari Suporter Nasional!
Salam Satu Jiwa Suporter Indonesia!

Terima kasih untuk Mbah Tarno, Ovic, Sam Hendrik, Sam Boim ‘Arema Parahyangan’, Sam Ayib, Teguh, Amien, Andi Viking, Adit, Ined, Sam Noviar, Sam Victor, Joe, dan Ain Ongisnade yang dengan murah hati mau berbagi pemikiran tentang Hari Suporter Nasional.

(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)

1 komentar: