Selasa, 26 Oktober 2010

Aremania, Simbol Persaudaraan Erat

Libur puasa dan lebaran tahun ini merupakan sebuah “Tour ‘de Ngalam” bagi ayas yang merantau di kota kembang, Bandung. Tulisan ini sengaja ayas buat sebagai salah satu dokumentasi yang semoga menjadi inspirasi bagi nawak-nawak. Sekaligus sebagai sebuah apresiasi ungkapan terima kasih kepada nawak-nawak Aremania yang membuat pulang kampung kali ini terasa begitu menyenangkan.


Bertemu Sam Yuli Sumpil
Minggu, 22 Agustus 2010, ayas dan beberapa nawak-nawak SMP yaitu: Edwin (Jakarta), Lilik (Surabaya), dan Fajar (Malang) berkesempatan mewujudkan rencana untuk bersilaturahmi ke rumah dirigen Aremania, Sam Yuli Sumpil.

Momen mudik kami pergunakan untuk mengenal lebih dekat sosok the conductor-nya kera-kera Ngalam. Untuk mencapai tujuan, kami harus putar-putar daerah Gang Sumpil, karena memang diantara kami tidak ada satu pun yang mengetahui rumahnya. Setelah bertanya kepada beberapa penduduk, akhirnya kami berhenti di sebuah rumah yang terletak di depan masjid Gang Sumpil I. Saat itu Sam Yuli sedang berdiri di depan rumahnya, mengenakan jaket Manchester United Merah, celana loreng, dan topi putih.
Dari kanan: Edwin, ayas, Sam Yuli, Fajar, dan Lilik

Seperti sudah kebiasaan, dengan ketenaran seorang Sam Yuli, pasti banyak Aremania yang mengunjungi rumahnya, Sam Yuli mempersilahkan kami memasuki rumahnya dengan melarang kami melepas alas kaki. “Ini rumah, bukan masjid!”, begitu alasannya.

Sebuah kenangan tersendiri bagi kami, bertemu sosok yang dielu-elukan oleh ribuan Aremania di stadion. Betapa tidak, dengan ketenaran seorang Sam Yuli, dapat dikatakan bahwa beliau adalah tokoh suporter yang tidak dapat diremehkan eksistensinya.

Pembicaraan pun kami awali dengan perkenalan dan penyampaian maksud kedatangan kami. Obrolan mengalir dengan dominasi Sam Yuli, mulai dari niatnya untuk pensiun dari jabatan dirigennya, tujuan hidup selanjutnya yang lebih serius, cerita kegagalannya menjadi TNI, pengalaman dramatis dalam mendukung Singo Edan, sampai kisah cintanya yang mempunyai mantan berjumlah 78, entah serius atau bercanda, kami hanya geleng-geleng kepala dibuatnya.

Selain itu, cerita mengenai keterlibatannya dalam film Romeo Juliet dan The Conductor, foto dokumentasi kiprahnya sebagai dirigen yang terpampang di dinding, dan penghargaan atas keterlibatannya dalam beberapa film berupa piala membuat ayas dan ketiga nawak “melongo”.

Kami juga menyinggung hal-hal yang cukup sensitif mengenai suporter, mulai dari kemelut dengan suporter lain, tour maut, sampai nyanyian di lapangan yang kurang enak didengar, Sam Yuli menanggapi dengan santai hal tersebut.

Sam Yuli orang yang terbuka, mudah bercerita apa saja, dan tentu saja kharismatik, terbukti ketika ayas menjadi bagian dari suporter tribun bawah papan skor Stadion Kanjuruhan. Kunjungan kami sore itu ditutup dengan acara do’a untuk kesembuhan ayahanda Sam Yuli yang sedang terbaring sakit di rumahnya, serta tak lupa acara foto-foto. Sam Yuli rupanya sudah terbiasa dengan sesi terakhir kunjungan Aremania tersebut.

Penuh Kopi Darat

Alasan minat yang sama terhadap Arema, membuat ayas begitu cepat akrab dengan Aremania, yang berada di kota lain sekalipun dan belum pernah bertatap muka. Ya, melalui dunia maya, jejaring sosial membuat jarak serasa dekat. Dan pada kesempatan pulang kampung inilah, ayas manfaatkan untuk bertemu dengan sebanyak mungkin nawak-nawak tersebut.

14 Agustus 2010, bertemu nawak Satria Sangga, sudah 9 tahun kami tidak bertemu sejak perkenalan di acara Jambore Ranting Singosari, ketika kelas 6 SD. Silaturahmi tersambung kembali berkat artikel ayas yang dimuat di ongisnade.net atau tribunaremania.com ini. Kami ngabuburit di kawasan Soekarno-Hatta, sekaligus bertemu dengan nawak-nawak Aremanoise. Secara tidak sengaja, ayas bertemu dengan Sam Kepet, salah seorang dirigen Aremania.

Bersama Sam El Kepet

Kopi darat berikutnya, dengan salah satu Arema Senayan, Sam Keceng tanggal 5 September 2010, dilanjutkan menonton ujicoba Arema vs Persikubar di Gajayana, dan disitu pula ayas bertemu Sam BBM (Benci Bom Molotov), yang selanjutnya menjadi partner diskusi buku “Arema Never Die”. Menyusul kopdar secara spontan malam hari, tanggal 13 September 2010 dengan 5 aremania dan 3 aremanita, admin sebuah forum Aremania di Facebook.

Kopdar kali ini berlangsung di Stasiun Kota Baru, dan berlanjut ke sebuah warung di kawasan Pulosari Ngalam. Kami berbagi pengalaman sebagai Aremania, dan berdiskusi mengenai realisasi forum-forum dunia maya ke dunia nyata, mereka tertarik dengan cerita ayas mengenai Bobotoh, khususnya Viking. Sukses untuk forum Warkop Aremania kalian nawak!

Hari berikutnya, ayas, Sam Joe, dan Sam Ayib (Arema Parahyangan) putar-putar kota Ngalam, bersilaturahmi ke rumah Cak Wergul (Arema Cikarang), dan kebetulan bertemu Sam Kepet pula serta nawak-nawak Arema Cikarang yang mudik, Sam Rahman, Sam Soleh, Sam Dwi Ambon, dll. Dilanjutkan hunting oleh-oleh atribut pesanan beberapa Bobotoh, dan tak lupa mengunjungi Ongisnade Store. Sayang, rencana bertemu redaktur Ongisnade.net tidak terlaksana, karena sedang tidak berada di tempat.

Dari kanan : Sam Ayib, Sam Joe, dan saya

Besoknya, kopdar dengan Sam Ludba Qilam (Arema Karawang), sore hari kopdar dengan Sam Paul Wahyu (Aremaut – Malang Utara, Lawang) yang selama ini sering berkomunikasi mengenai kemelut antar suporter. Dari Sam Wahyu, ayas pun mendapat 8 keping CD berisi rekaman tour Aremania sejak tahun 2000, bahkan ada rekaman yang dibuat sekitar tahun 1990, ketika ayas baru lahir.

Beberapa rencana kopdar gagal dilakukan karena satu dan lain hal, diantaranya dengan nawak Aremania Garasi dan Sam Ined Aremania Kediri yang berencana berkolaborasi dengan Arema Parahyangan dalam menyampaikan ekspresi sebagai Aremania perantauan.

Nawak-nawak yang kopdar dengan ayas pertama kali, sebelumnya ayas kenal melalui dunia maya, dan ketika bertatap muka secara langsung, rasanya kami telah saling mengenal sebelumnya, mudah akrab. Tak lupa ayas ucapkan terima kasih untuk Maskhul Daboribo, Ovic Alfian, Fajar Ardiansyah, yang menemani ayas menonton Arema baik di Kanjuruhan pada laga IIC kontra PSM dan Persiwa, dan ujicoba melawan Metro FC, dan adik ayas Dentha, yang menemani nonton pada ujicoba Arema vs Persija di Kanjuruhan, 18 September 2010, gol Noh Alam Shah dan Esteban sore itu menjadi klimaks Tour ‘d Ngalam tahun ini.

Guyuran hujan di sektor 1 tribun ekonomi, menjadi sebuah kenikmatan tersendiri bagi seorang Aremanita.
Walapun tidak berada di kota kelahiran, ayas merasa menjadi begitu dekat dengan Aremania, baik Aremania yang menetap di Bhumi Arema, maupun di perantauan. Jauh di mata, dekat di hati.

Ya, Aremania adalah sebuah simbol solidaritas, kebersamaan, persaudaraan dalam satu jiwa mendukung Arema Indonesia. Identitas sebagai Aremania/nita mampu mendekatkan jarak, mengatasi perbedaan, menyatukan generasi, lebih dari sekadar suporter yang mendukung tim kebanggan semata. Persaudaraan ini tak hanya terasa ketika Aremania melakukan tour tandang saja, dalam keseharian pun terbukti bahwa jati diri sebagai Aremania mampu mengakrabkan individu-individu yang bahkan tak saling mengenal.

Semangat untuk Sam Anggih Septian Nugroho yang berniat mendirikan korwil Aremania Satria Purwokerto. Ayas pun mengajak Sam Boim untuk bersama menjadikan Arema Parahyangan sebagai keluarga besar di perantauan, Bandung.

Senasib sepenanggungan
Walau tidak di kandang Singo Edan
Selalu ingin menjadi suporter terdepan
Kami Aremania Perantauan…
Ayas nantikan seduluran dari yang lain…
Salam Satu Jiwa! 


(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar