Selasa, 26 Oktober 2010

KA Malabar, Romantisme Aremania - Bobotoh

Kereta Api Malabar, yang mengabadikan secara akronim kedua nama kota yaitu Malang dan Bandung, adalah sebuah inspirasi tersendiri bagi nawak-nawak Aremania di Bandung yang tergabung dalam Arema Parahyangan. Sejarahnya, KA Malabar yang mulai beroperasi sejak 30 April 2010 lalu, merupakan bekas KA Parahyangan yang berhenti beroperasi pada tanggal 27 April 2010 karena dianggap sudah tidak menguntungkan lagi.
Kereta Api Malabar

KA Malabar yang melayani jalur Malang – Bandung, merupakan rangkaian kereta unik, dengan 2 gerbong eksekutif, 3 gerbong bisnis, dan 2 gerbong ekonomi. Jadwal keberangkatan dari Stasiun Bandung setiap pukul 15.30 WIB dan tiba di Stasiun Malang pukul 8.11 WIB. Dari Stasiun Malang berangkat pukul 13.30 WIB dan tiba di Stasiun Bandung pukul 08.37 WIB.

KA Malabar menjadi simbol hubungan kedua kota yang mempunyai keterikatan emosi yang cukup kuat dengan Arema Parahyangan. Malang sebagai kota kelahiran, tempat asal, dan kampung halaman, sedangkan Bandung adalah tempat untuk menimba ilmu, mencari rejeki, dan melanjutkan hidup. Menempuh perjalanan darat selama 17 jam, dengan ongkos murah, dan kenyamanan yang tidak kalah dengan transportasi lain, membuat KA Malabar menjadi pilihan untuk mencapai Malang dari Bandung, dan begitu pula sebaliknya.
Menjadi Aremania di basis Bobotoh, sebuah hal unik yang menjadi salah satu kebanggaan kami sebagai Aremania perantauan. Kami dapat hidup berdampingan dengan Bobotoh yang seolah-olah dilahirkan memang untuk menjadi pendukung fanatik Maung Bandung. Tak kalah fanatiknya dengan gnaro Ngalam yang juga menjadi pembela setia Singo Edan.

Namun dengan segala isu yang berkembang akhir-akhir ini, membuat kami sedikit banyak merasa tidak nyaman. Ketidaktentraman tersebut menyusul akibat kurang harmonisnya kedua suporter yang dahulunya tidak punya sejarah pertikaian sama sekali. Sejak awal kompetisi musim 2009/2010, dengan segala argumentasi siapa yang memulai kemelut terlebih dahulu, tentu masing-masing pihak merasa bahwa kubunya-lah yang menjadi korban oleh pihak satunya. Apabila hal ini terus-menerus diungkit-ungkit hanya untuk mencari kambing hitam, maka tidak akan ada penyelesainnya, justru kemelutlah yang semakin meruncing.

Mungkin KA Malabar belum dapat menyaingi ketenaran KA Matarmaja yang beberapa kali menjadi sejarah sebagai sarana transportasi perjuangan Aremania mendukung tim kebanggaan Arema Indonesia dalam laga kandang di ibu kota dan kota-kota lain di Pulau Jawa. Namun, besar harapan agar KA Malabar dapat menghubungkan kedua suporter biru berbeda kota tersebut. KA Malabar mampu menjadi kereta cinta penuh perdamaian untuk Aremania dan Bobotoh.

Berakhirnya musim kompetisi 2009/2010 ini, tak membuat dinamisasi kedua suporter terhenti. Baik secara individu maupun kelompok, Arema Parahyangan melakukan pendekatan-pendekatan kepada Bobotoh, pun sebaliknya. Keberadaan Arema Parahyangan yang semakin solid di Bandung telah diketahui oleh Bobotoh, tepatnya beberapa pentolan Viking Persib Club. Respon mereka pun cukup hangat mengetahui bahwa di daerahnya terdapat sekumpulan Aremania, pendukung setia Arema Indonesia. Aremania di Bandung telah bergerak, lalu bagaimana dengan nawak-nawak di Ngalam khususnya?
Arema Parahyangan Bersama Pemain Arema Indonesia di Bandung

Terlepas dari kedekatan masing-masing suporter biru dengan suporter warna lain, sehingga hampir terlihat menjadi dua blok yang saling berseberangan. Hendaknya kedua suporter biru ini menjadi peredam segala kemelut, bukan semakin memperparah keadaan. Permasalahan dengan suporter lain cukup menjadi masalah satu suporter saja. Dalam hal ini bukan berarti kami menyetujui permusuhan antar suporter! Hanya untuk meminimalisir gesekan dengan suporter yang sebelumnya tidak punya sejarah permusuhan, Aremania dan Bobotoh misalnya. Kultur kedua suporter biru yang hampir sama hendaknya menjadi pemersatu di atas segala perbedaan.

Segala kesalahpahaman yang pernah terjadi ketika laga di Malang, maupun dalam tour Jakarta (30 Mei 2010) tidak secara serta merta dilakukan oleh masing-masing suporter. Kurangnya komunikasi dan kesan ‘membiarkan’ gesekan-gesekan kecil di kalangan grass root ini menyebabkan sebuah trauma yang cukup sulit dihilangkan bagi suporter. Sehingga butuh waktu dan usaha keras untuk benar-benar menjadikan hubungan Aremania – Bobotoh seperti sedia kala, yang guyub, rukun dan harmonis!

Secara pribadi Arema Parahyangan cukup jengah dengan yel-yel rasis yang terjadi pada tanggal 18 Juli 2010 saat penayangan langsung pertandingan 8 besar Piala Indonesia antara Arema Indonesia dan Persib Bandung di Stadion Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. Kami menyesalkan nyanyian yang jelas-jelas didengarkan oleh Bobotoh (dalam hal ini Viking). Mungkin hal tersebut cukup biasa sebagai dinamisasi suporter di lapangan, namun bagi Arema Parahyangan yang cukup ‘baik-baik saja’ selama hidup berdampingan dengan Bobotoh, ikut merasakan tersentil dengan yel-yel tersebut. Kami tahu, paling tidak ada pihak-pihak yang merasa tersakiti. Sama halnya dengan kami yang juga merasa sama tersakiti kala mendengar rasisme di Stadion Siliwangi maupun Stadion Si Jalak Harupat. Lalu sampai kapan tindakan yang ‘terlalu kreatif’ ini akan berlanjut?

Ketika Arema Indonesia memenangkan pertandingan dalam leg pertama tersebut, beberapa Bobotoh mengucapkan selamat kepada kami. Kami membalasnya dengan ucapan minta maaf atas ulah nawak-nawak di stadion. Toh, pada kenyataannya hubungan Aremania – Bobotoh di Bandung masih dalam kondisi bersahabat. Walau ada saja yang anarkis secara verbal terhadap kami, itu pun kami yakin bahwa yang berbuat seperti itu adalah suporter yang tidak dewasa, dan tidak mengenal kami secara personal. Pada intinya, kami dapat hidup berdampingan dengan Bobotoh, di Bandung, kota mereka.

Semoga dengan dibukanya akses Malang – Bandung secara langsung dengan KA Malabar ini menjadi babak baru dimulainya pendewasaan suporter. Aremania dapat berkunjung ke Bandung, begitu pula Bobotoh dapat leluasa mengunjungi Aremania, ketika tidak sedang bertanding sekalipun!

Mohon nawak-nawak Aremania dimanapun berada dapat merespon tulisan berdasarkan kondisi nyata ini, sebagai upaya perdamaian antar Aremania dan Bobotoh. Jangan sampai kedua suporter ini menjadi korban propaganda pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Ingat, kita adalah suporter, bukan gangster! Jabat Erat, Kabeh Dulur!
Terima Kasih untuk PT Kereta Api!

Salam Satu Jiwa!
(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)

NB: Terima kasih untuk rekan-rekan Viking yang telah menerima kedatangan ayas sebagai Aremanita secara welcome pada tanggal 17 Juli 2010, bertepatan dengan Hari Jadi Viking Persib Club ke-17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar