Selasa, 26 Oktober 2010

Dibalik Bertemu Ketua Viking, Halal Bihalal, dan Bertemu Pemain Timnas

Kamis, 7 Oktober 2010 sebuah informasi ayas terima melalui pesan singkat, mengabarkan bahwa pada sore itu Ketua Viking Persib Club, Pak Heru Joko datang berkunjung ke rumah salah satu pengurus Arema Parahyangan yaitu Sam Heri di kawasan Caringin. Mendapat kabar itu, tanpa pikir panjang ayas berangkat menuju Caringin, karena tidak ingin melewatkan kesempatan bertemu dengan salah satu tokoh di Bandung tersebut. Di tengah guyuran hujan dan beceknya Pasar Induk Caringin ayas bergegas tidak sabar mengikuti obrolan yang akan berlangsung.




Bertemu Ketua Viking Persib Club

Ayas sampai tujuan pukul 17.15, setengah jam setelah rombongan Pak Heru datang. Rupanya Pak Heru tidak sendirian, ada Kang Andi Aventurier, Kang Bonie Maung, dan Bu Reni (yang kebetulan adalah guru TK anaknya Sam Heri). Sebelumnya, memang terjalin komunikasi antara Sam Untung (Humas Arema Parahyangan – ArPar) dengan Pak Heru, namun baru ada kesempatan bersilaturahmi dan ngobrol santai di minggu pertama bulan Oktober ini. Beberapa pengurus ArPar pun juga turut hadir, yaitu Sam Navi dan Sam Agung Hercules. Banyak hal yang dibicarakan, tentang suporter menjadi topik dominan.
Dari kanan : Ayas, Pak Herru, Sam Agung, dan Sam Navi



Pihak ArPar menjelaskan sejarah komunitas Arema Parahyangan, siapa saja tokoh dari golongan tua yang mendorong dan mendukung terbentuknya forum persaudaraan yang lebih solid dari sebelumnya. Selain itu tujuan didirikannya ArPar juga dijelaskan secara gamblang. Sebagai pendatang, kami memang merasa perlu untuk “nuwun sewu” kepada warga pribumi dalam melakukan kegiatan, untuk menghindari kesalahpahaman yang tidak diinginkan. Terlebih lagi dengan situasi dan kondisi yang terjadi akhir-akhir ini terkait masalah suporter, kami merasa perlu berdialog dengan tokoh-tokoh Bobotoh, salah satunya Pak Heru.

Secara nyata Pak Heru mendukung Arema Parahyangan sebagai forum persaudaraan dan komunikasi Gnaro Ngalam di Bandung, terutama dengan tujuan yang mengarah pada hal-hal bersifat sosial. Bagaimanapun juga, kami adalah bagian dari Kota Bandung, tanpa melupakan tempat asal kami, Malang, kami pun merasa punya andil dalam menciptakan suasana Bandung menjadi lebih baik.

Bersama nawak Arema Parahyangan, Arema Cikarang, dan Arema Bogor



Cerita pun mengalir apa adanya, bagaimana sejarah tercipta satu-hatinya Viking dan Bonek, dibalik warna jersey Persib musim ini yang salah satunya berwarna hijau (kuning dan hijau adalah warna Sunda), sampai ke semboyan “kabeh dulur” dan “make manah” yang sering ayas dengar dari Bobotoh. Tak hanya tentang sepak bola dan suporter, pembicaraan pun menyentuh aspek-aspek sosial budaya, terutama yang ada di Tatar Sunda.
Pro kontra antar suporter, apabila dibicarakan dengan sifat kekeluargaan, maka akan timbul sebuah sikap tenggang rasa dan saling menghormati. Jauh dari kata hinaan, hujatan, cacian, makian, dan segala sumpah serapah yang tidak selayaknya dilontarkan. Begitu indahnya perbedaan yang terjadi malam itu, suasana guyub dan menyenangkan. Apakah karena yang berdiskusi adalah para orang-orang dewasa yang pola pikirnya dewasa pula, sehingga tidak ada rasa sok bahwa kelompoknya yang paling benar? Apakah seandainya yang duduk bersama adalah para suporter yang lebih muda usianya, yang dinamis dan bergejolak, akankah kejadian yang sama dapat ditemui?
Rupanya memang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa pertemuan di hari itu berlangsung cukup lama, karena sejak sore hujan turun, tidak terlalu deras namun cukup membuat kuyup, sehingga Pak Heru cs pun enggan pulang. Hujan baru reda sekitar pukul 20.30. Mereka kemudian pamit pulang, tak lupa kami memberikan undangan untuk menghadiri Halal Bihalal Arema Parahyangan yang akan dilangsungkan 3 hari berikutnya.
Halal Bihalal
Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, hari Minggu, 10 Oktober Arema Parahyangan punya hajat yaitu halal bihalal. Kami sangat beruntung dapat bekerjasama dengan salah satu perusahaan asuransi, sehingga panitia pun tidak terlalu repot menyiapkan acara. Lokasi bertempat di Ballroom Hotel Serela Jl. R. E. Martadinata No. 59 Bandung, dimulai pukul 12.00 WIB.
Kami mengundang nawak-nawak Arema Cikarang, sebagai wujud balasan, karena ArPar telah diundang dalam silaturahmi Forum Persaudaraan Arema Jabodetabek di Cikarang, 8 Agustus 2010 lalu. Acara awal diisi oleh pihak sponsor yang memberikan presentasi. Dilanjutkan dengan acara sambutan-sambutan dari sesepuh ArPar Sam Anto Baret dan rekan-rekan pun turut hadir dalam acara tersebut. Sepatah dua patah kata yang beliau sampaikan turut memompa semangat kami yang berada jauh dari tempat kelahiran. Acara dilanjutkan dengan ramah tamah, makan bersama, hiburan, foto-foto, penyampaian visi misi Arema Parahyangan, dan perkenalan pengurus.
Dari kanan : Sam Arif, Sam Dhedhet, Sam Anto Baret, ayas, Mbak Emil



Acara yang dihadiri sekitar dua ratus lebih anggota dari berbagai kalangan dan usia sukses digelar. Acara ditutup dengan membubuhkan tanda tangan di backdrop Arema Parahyangan yang terpasang di belakang ruangan. Setelah resmi ditutup, diilanjutkan dengan diadakannya forum diskusi dengan Sam Anto Baret. Pembicaraan pun mengarah ke komunitas Arema Parahyangan, adanya tawaran dari pihak-pihak yang bersedia menjadi konsorsium ArPar, sehingga kedepannya menjadi lebih dari sekitar forum persaudaraan semata, dan tentu topik tentang Arema dan Aremania menjadi hal yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Ayas kebetulan mendapat kesempatan untuk menanyakan pendapat seorang Sam Anto Baret, tokoh Arema di Jakarta tersebut, tentang nyanyian-nyanyian suporter yang kurang baik didengar. Apakah nyanyian tersebut menjadi hal yang lumrah dan dapat dianggap sebagai hal yang wajar saja, tanpa perlu repot-repot kita mempermasalahkannya? Menurut Sam Anto, hal tersebut tidak sepatutnya dianggap wajar, karena dapat meracuni mental, terutama anak-anak kecil, serta merusak budaya bangsa tentunya. Kita patut waspada bahwa hal-hal seperti itu mungkin saja dikondisikan oleh beberapa pihak yang memang sengaja memanfaatkan situasi. Tanpa menuduh siapapun, bisa saja hal itu benar. Wallahu’alam.
Sayang, rekan-rekan asli Bandung yang kami undang (Bobotoh), tidak dapat menghadiri acara tersebut, dikarenakan ada acara dengan jadwal bersamaan, selain itu lalu lintas Kota Bandung yang macet total hari itu karena ada acara empat tahunan, Pasar Seni ITB yang menyedot minat warga untuk menghadirinya membuat mobilitas menjadi cukup terganggu. Namun, mereka sudah melakukan konfirmasi dan mendukung acara tersebut.

Bertemu Pemain Timnas
Ketika acara halal bihalal hampir berakhir, Sam Ihwan memberi informasi mengenai keberadaan pemain Arema yang tergabung dalam Timnas sedang berada di Bandung dalam rangka persiapan melawan Timnas Maladewa dua hari berikutnya. Kontan hal tersebut membuat ayas dan beberapa nawak langsung membuat rencana mendadak dan tanpa koordinasi jelas untuk menemui mereka. Sekitar 16 anggota Arema Parahyangan yang rata-rata berusia muda bersama-sama naik motor menuju Stadion Siliwangi, karena informasi yang didapat kurang akurat, kami pun mendapati Stadion Siliwangi kosong sore itu. Perjalanan dilanjutkan menuju Hotel Savoy Homman di sekitar Jl. Asia Afrika. Salah seorang Aremania berhasil menghubungi salah seorang pemaint Arema yang membela Timnas, Beny Santoso, rupanya mereka sedang shopping di sebuah mall, Paris Van Java. Sembari menunggu, kami shalat Maghrib di Musholla hotel dan ada yang membeli spidol, persiapan untuk meminta tanda tangan.

Setelah shalat, rupanya Benny Santoso dan Ahmad Bustomi telah sampai hotel, bersama pemain Persema mereka meladeni dengan sabar sesi foto-foto dengan Aremania perantuan. Kemudian mereka pamit menuju kamar, karena persiapan acara makan malam bersama. Saat menunggu di lobi hotel, bergabung pula dua aremania yang lain, serta salah seorang Bobotoh. Acara menunggu pun kami pergunakan untuk ngobrol. Untung saja pihak hotel tidak berkeberatan dengan kegaduhan yang kami buat.

Pukul 19.00 pemain turun dari kamar, dan makan di restoran yang terletak di lobi hotel. Dari balik kaca kami memperhatikan pemain Timnas. Apabila dibandingkan dengan ketika punggawa Singo Edan bermalam di Hotel Galeria Topas (Juli silam, saat akan bertanding melawan Persib pada 8 besar Piala Indonesia), terdapat perbedaan yang cukup mencolok. Dulu, anak asuh Robert Albert ketika itu turun ke restoran dengan kondisi meja telah disiapkan, sehingga tanpa banyak membuang waktu langsung santap malam. Hal semacam itu tidak kami temui pada hari Minggu itu. Entah karena persiapan yang dilakukan oleh pihak hotel atau karena faktor lain, sehingga terkesan kurang sigap.

Ketika pemain satu per satu meninggalkan restoran, kami pun beraksi dengan bersalaman, meminta tanda tangan, berfoto, dan memberi dukungan moral secara langsung. Pemain Arema ada Benny Wahyudi, Ahmad Bustomi, dan Yongki Aribowo, tiga pemain lain yaitu Kurnia Meiga, Zulkifli Syukur, dipulangkan karena cedera, sedangkan Irfan Raditya dipulangkan karena alasan kelebihan berat badan.

Tak hanya pemain Arema pun yang kami dukung, kami pun tak segan mendukung, berfoto, meminta tanda tangan Bambang Pamungkas dan Firman Utina (Persija); Nova Ariyanto, Markus Haris Maulana, dan Hariono (Persib); Boaz Salossa (Persipura), Yesaya Desnam (Persiwa); Octovius Maniani, Tony Sucipto (SFC), Jaya Teguh Angga (Persema); dan Afa, salah seorang pemain naturalisasi, yang sempat mengeja “Salam Satu Jiwa” pada kaos yang dikenakan beberapa Aremania. Kami pun dengan antusias menjelaskan kepadanya siapa kami dan sedikit cerita tentang Arema. Lucu, melihat bule yang tidak fasih mengeja kata “Malang” tersebut. Walaupun mereka dari klub lain, ketika berfoto kami tetap dengan atribut Arema… Ya, kamilah Aremania suporter Arema, bagian dari suporter Indonesia. Bukti bahwa kecintaan terhadap Arema tidak mengendurkan semangat dukungan kepada pemain dari klub lain ketika membela Timnas, demi nasionalisme.

Sebuah pekan yang tak akan terlupakan bagi kami, Arema Parahyangan dan Aremania…
Salam Satu Jiwa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar