tag:blogger.com,1999:blog-58667865902594970632024-03-21T10:42:11.229-07:00karena Aremanita juga punya suara...LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.comBlogger19125tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-84819667001355963692010-10-28T23:09:00.000-07:002010-10-28T23:10:05.231-07:00Aremanita, Tunjukkan Aksimu!Sepak bola merupakan olahraga paling populer di planet Bumi, sangat diminati oleh berbagai kalangan. Mudah menemukan anak-anak bermain sepak bola di sore hari, pertandingan tarkam pada momen peringatan 17 Agustus-an, atau even sepak bola yang diadakan oleh instansi tertentu. Selain itu banyak negara-negara yang menjadikan sepak bola sebagai acara tahunan, yang sering di sebut liga. Dan di tahun ini even World Cup di Afrika Selatan menjadi acara yang paling ditunggu-tunggu oleh penikmat dan pencinta sepak bola di seluruh belahan dunia. <span id="more-756"></span> <br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="375" src="http://farm5.static.flickr.com/4021/4718917632_96b0757922.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ayas, Tia, dan Sam Boim</td></tr>
</tbody></table><br />
Di Indonesia tak mau ketinggalan, sejak 1994 dimulai dengan Ligina dimana PSSI (sebagai organisasi sepak bola nasional) mendorong sepak bola Indonesia menjadi lebih profesional, kemudian dengan mengalami berbagai perubahan format pertandingan, hingga sekarang (tahun kedua) ISL telah sukses digelar, merupakan bukti semakin majunya sepak bola tanah air.<br />
<br />
Hampir setiap daerah memiliki klub sepak bola kebanggaan yang berlaga pada level tertentu (sesuai dengan prestasi dan anggaran yang dimiliki). Menurut artikel Cak Faris, omong kosong apabila sebuah klub sepak bola mampu bertahan tanpa dukungan suporter yang ada dibelakangnya. Kita tentu mengangguk setuju dengan pernyataan tersebut. Arema Indonesia yang sukses merengguk kemenangan pada ISL musim 2009/2010 ini, salah satu faktornya tentu tidak lepas karena totalitas dukungan Aremania, suporter fanatiknya. Hal ini semakin dibuktikan bahwa Arema Indonesia yang notebene adalah klub non-APBD mampu bertengger pada singasana teratas level sepak bola tertinggi di tanah air, mampu mengatasi krisis anggaran yang sempat melanda salah satunya karena keikhlasan Aremania yang rela membayar mahal tiket pertandingan di Stadion Kanjuruhan (termahal di Indonesia).<br />
<br />
Isu emansipasi wanita yang gencar dikampanyekan pada jaman globalisasi ini, juga berdampak pada sepak bola. Sepak bola tidak lagi menjadi monopoli laki-laki. Tidak sedikit kaum Hawa yang juga suka, bahkan fanatik terhadap sepak bola. Sekarang sudah menjadi hal lumrah bagi perempuan untuk turut berdiskusi dan pergi ke stadion untuk menonton pertandingan klub favoritnya secara langsung. Menurut Laporan Studi Lapangan yang dilakukan John Psilopatis, dengan semakin dewasanya suporter sepak bola (yang didominasi laki-laki), membuat semakin mudahnya menemukan suporter perempuan yang berani hadir di stadion.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" class="alignleft" src="http://farm5.static.flickr.com/4034/4718271179_007db1fbe2.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="250" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Always Proud of Arema</td></tr>
</tbody></table>Aremanita, The Jack Angle, Bonita, dan Srikandi adalah bukti pengakuan terhadap keberadaan suporter perempuan. Kehadiran Aremanita (julukan bagi suporter perempuan Aremania) menjadi sebuah warna tersendiri. Aremanita turut menghapuskan persepsi miring masyarakat yang konservatif, yaitu menganggap bahwa perempuan yang gemar sepak bola adalah perempuan yang ‘nakal’ dan sekadar ikut-ikutan. Stereotip negatif tersebut, seharusnya dibuang jauh-jauh. Mendukung Arema adalah hak siapa saja, tak terkecuali bagi perempuan sekalipun.<br />
<br />
Selayaknya kemunculan suporter perempuan dalam sepak bola turut didukung oleh suporter laki-laki. Banyak kisah suporter perempuan yang mendapat tindakan tidak menyenangkan dan mengarah pada tindak pelecehan. Hal ini patut disesalkan, karena tindakan yang tidak terupuji tersebut turut menghambat proses terciptanya sepak bola yang kondusif, maju, dan dewasa.<br />
Aremanita adalah bagian dari Aremania, yang mempunyai visi untuk mendukung Singo Edan. Sudah saatnya bagi Aremanita untuk menunjukkan aksinya yang lebih nyata, sebagai barometer suporter perempuan pada kancah sepak bola tanah air. Rencana memecahkan rekor Muri jumlah penonton perempuan terbanyak pada pertandingan derby Malang (Persema vs Arema Indonesia) tanggal 9 Maret 2010 lalu, sepatutnya dapat dilaksanakan suatu saat kelak, dengan persiapan yang matang oleh Panpel Pertandingan, serta kontribusi nyata dari Aremanita hal tersebut adalah realistis!<br />
<br />
Alangkah baiknya apabila Aremanita-lah pihak yang mengingatkan Aremania apabila timbul indikasi untuk brutal dan kisruh, Aremanita-lah yang mampu membuat ‘adem’ suasana (dalam konteks positif) yang mulai memanas kala terjadi singgungan dengan suporter lain. Karena pada dasarnya jiwa perempuan lebih peka daripada laki-laki (kodratnya yang diciptakan sebagai ibu), sehingga lebih halus dan antipati terhadap segala bentuk anarkis.<br />
<br />
Aremanita hadir di stadion tujuan utamanya adalah mendukung Singo Edan (walaupun tidak dipungkiri ada alasan untuk merefreshkan mata dengan melihat punggawa-punggawa Arema Indonesia yang nayamul cakep, namun julukan Aremanita tersebut sebaiknya tidak hanya disandang pada saat Arema Indonesia bertanding saja, lebih dari itu alangkah membanggakan apabila Aremanita juga turut mengangkat nama klub dan suporter dengan beragam kreativitas yang dimiliki. Contohnya dengan kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan… atau dengan sekadar menulis seperti ini.LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-60144690999457053962010-10-28T23:02:00.000-07:002010-10-28T23:02:15.555-07:00Eksistensi Arema ParahyanganMendengar nama ibu kota Profinsi Jawa Barat tersebut, turut melintaskan berbagai hal di benak kita. Bandung dengan Gedung Sate-nya, jajaran distro di Jalan Trunojoyo, beragam jajanan dan wisata kuliner, tempat nongkrong anak muda di Jalan Dago, keindahan Tangkuban Parahu yang luar biasa, dan berbagai hal lain yang identik dengan kota kembang tersebut.<br />
<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="373" src="http://farm5.static.flickr.com/4081/4738614237_8c6e0f8b25.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Arema Parahyangan</td></tr>
</tbody></table>Di kota yang ditempuh 17 jam menggunakan Kereta Malabar inilah tempat mengadu nasib bagi sejumlah gnaro dan kera Ngalam. Sebagian mencari ilmu, sebagian yang lain mencari sesuap nasi. Sebuah pilihan sulit bagi kami untuk pergi meninggalkan kampung halaman dan kota kelahiran kami, Malang. Namun, desakan untuk menyambung hidup, mendapatkan pengalaman, dan penghidupan yang lebih baik lah yang membulatkan tekat kami untuk hijrah ke Tanah Sunda. Bandung, adalah tempat rejeki kami telah disiapkan oleh Yang Maha Kuasa. Kami mengejarnya, walaupun berat rasanya meninggalkan berjuta kenangan bersama keluarga, teman, kerabat, tetangga, dan segala hal di Malang. Namun itulah hidup, sebuah perjuangan.<br />
<br />
Mujur bagi kami untuk menemukan orang-orang yang berasal dari Ngalam di Bandung, walaupun lokasi kami di Bandung tersebar di berbagai daerah dan kesibukan kami pun berbeda. Sebagai sesama perantauan, keakraban kami timbul begitu cepat, solidaritas pun tak perlu diragukan. Kami yang semula tidak saling mengenal di Ngalam, begitu cepat merasa yakin bahwa kami telah menemukan saudara, teman senasib sepenanggungan. Terlebih lagi disatukan oleh kecintaan terhadap klub kebanggaan kami, AREMA INDONESIA. Semangat Singo Edan pun turut kami bawa serta dalam perantauan.<br />
<br />
Berikut cerita kebersamaan kami tanggal 20 Juni 2010…<br />
Sebelumnya telah disebarkan undangan melalui (lagi-lagi) Facebook oleh Sam Kendar pada Grup AREMANIA BANDUNG mengenai rencana futsal. Hari Minggu, pukul 13.45 ayas sampai di Skipper Futsal Kiaracondong dengan memakai soak AREMANIA PARAHYANGAN. Satu per satu nawak-nawak pun datang, kebanyakan memakai atribut AREMA juga. Rencana awal nawak-nawak tersebut futsal sejak pukul 14.00 – 16.00, namun dengan sedikit kendala teknis di lapangan (bertepatan dengan final kompetisi futsal yang diselanggarakan produsen oli terkenal), akhirnya nawak-nawak baru bisa futsal sekitar pukul 14.30.<br />
<br />
Beberapa wajah baru hadir di hari itu, kebetulan mereka mengetahui komunitas kami dari Facebook dan artikel kiriman ayas yang dimuat oleh redaksi ongisnade.net. Sama seperti ayas dahulu, mereka sebelumnya juga sibuk mencari tahu keberadaan Aremania di Bandung, karena kecanggihan teknologi lah silaturahmi dapat tersambung antara orang-orang Ngalam di Bandung. Terdapat orang yang bukan kera Ngalam diantara komunitas kami, salah satunya Aditya Rahman yang lahir di Samarinda, besar di Bontang, dan sekarang menimba ilmu di Bandung. Minatnya menjadi bagian dari Aremania ditularkan oleh sang Ayah yang asli Malang. Lain lagi dengan Amin dan Pinot (begitu mereka memperkenalkan diri), mereka adalah orang Klaten yang ngefans dengan AREMA INDONESIA, secara otomatis mereka ingin pula menjadi bagian dari Aremania.<br />
<br />
Terhitung lebih dari 25 nawak-nawak yang hadir di sore itu. Secara bergantian mereka menggunakan lapangan futsal yang disewa berdasarkan iuran bersama. Sembari menunggu giliran, beberapa diantara mereka saling ngobrol ‘ngalor-ngidul’, menanyakan pengalaman hidup di Malang, kesibukan dan domisili di Bandung, lama di Bandung, tentang siapa yang akan mensposori AREMA INDONESIA musim ini, pada intinya topik obrolan berkutat tentang Malang, AREMA INDONESIA, dan eksistensi di Bandung. Lagi-lagi ayas menjadi Aremanita satu-satunya sore itu!<br />
<br />
Pukul 16.30 acara futsal selesai. Ayas, Sam Dhedhet, Sam Kendar, dan Sam Aris menuju rumah Om Heri di belakang Pasar Caringin. Perlu nawak-nawak ketahui bahwa banyak gnaro Ngalam yang berdagang di Pasar Induk Caringin, mereka secara tidak langsung membangun komunitas Aremania disitu. Sebelumnya juga telah disebar undangan (kali ini lewat sms) mengenai pertemuan Arema Parahyangan jam 18.00 di daerah Cibolerang Bandung. Berhubung kami belum itreng dimana lokasinya, akhirnya kami sepakat berkumpul terlebih dahulu di rumah Om Heri (yang biasanya digunakan sebagai base camp), kemudian bersama-sama menuju lokasi.<br />
<br />
Sekitar 5 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari rumah Om Heri, kami datang ke sebuah rumah di daerah Cibolerang. Acara yang ternyata dimulai pukul 20.00 (molor 2 jam) itu dihadiri gnaro Ngalam dengan beragam profesi, sebagai wujud keseriusan membentuk kepengurusan Arema Parahyangan. Menurut beberapa sumber yang ayas baca, sebenarnya Aremania tidaklah teroganisir, namun mempunyai seseorang yang ‘dituakan’ untuk menjadi koordinator korwil tersebut. Namun, malam itu kami sepakat membentuk kepengurusan (yang teroganisir) untuk mempermudah tercapainya tujuan bersama.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4096/4739248034_10046ec9aa.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sam Victor Arema Parahyangan di GBK</td></tr>
</tbody></table><br />
Selain sebagai wadah silaturahmi gnaro-gnaro Ngalam di Bandung dan sekitarnya, komunitas ini diharapkan dapat bergerak ke bidang sosial dan peka terhadap lingkungan sekitar, karena kami hidup dan tinggal di Bandung, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Usaha tersebut untuk menepis anggapan miring mengenai Aremania itu anarkis (dampak kemelut antar supporter). Selain itu, kami pun sepakat memberi nama AREMA PARAHYANGAN (bukan AREMANIA PARAHYANGAN), alasannya adalah pemilihan kata AREMA yang cenderung global dibandingkan AREMANIA yang identik dengan supporter bola. Bukannya kami ingin meninggalkan kesan supporter yang selama ini kami banggakan, namun agar kami lebih leluasa untuk berkecimpung di berbagai bidang (tidak hanya supporter dan sepak bola). Dan ‘Parahyangan’, menggambarkan cakupan komunitas kami diharapkan tidak hanya kawasan Bandung saja, melainkan Jawa Barat secara keseluruhan.<br />
<br />
Terdapat berbagai masukan demi eksistensi AREMA PARAHYANGAN, salah satunya adalah mendaftarkan organisasi kami ke pihak notaris, agar sah di mata hukum, dan tidak dianggap ‘liar’. Betapa seriusnya kami membangun citra baik Aremania di Jawa Barat. Pemilihan pengurus pun berlangsung dengan musyawarah kekeluargaan. Pengurus tidak hanya didominasi oleh satu generasi saja, golongan tua dan muda membaur menjadi satu, terbagi dalam tugas-tugas yang akan diemban kedepannya. Namun sayang, ayas tidak sampai selesai mengikuti acara tersebut, ayas harus ngalup ke Kota Cimahi (perjalanan 30 menit) karena sudah terlalu larut, untung ada Sam Dhedhet yang sungguh baik hati, mau memberi tumpangan sampai depan kost.<br />
<br />
Begitulah cerita kami hari itu, sebuah usaha untuk tetap menjunjung tinggi Singo Edan di daerah Maung Bandung. Sebuah angin segar telah berhembus. Ada optimisme dan semangat bahwa kami akan eksis. Semoga benar-benar menjadi kenyataan berbagai harapan kami tersebut. Semata-mata dengan niat keikhlasan membangun silaturahmi yang lebih solid dan memberi manfaat sebanyak-banyaknya bagi lingkungan sekitar.<br />
<br />
Kami tidak berada di Ngalam, namun embel-embel gnaro Ngalam akan terus kami emban dimanapun berada. Hal yang sama mungkin juga dirasakan oleh nawak-nawak Aremania (gnaro dan kera Ngalam) yang ada di Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Papua, di belahan bumi manapun. Tunjukkanlah bahwa ‘Aremania tidak kemana-mana, tapi dimana-mana’ adalah benar adanya! Sebarkan virus perdamaian dan semangat persaudaraan. Tidak hanya sebatas Aremania saja, melainkan seluruh supporter Indonesia. Rangkullah mereka, walaupun tim yang mereka dukung bukanlah AREMA INDONESIA. Buktikan, bahwa kita adalah supporter dewasa dan pioneer supporter di Indonesia, terutama dalam hal positif.<br />
<br />
Selalu ada rindu untuk Ngalam. Dan keinginan, suatu saat bisa ngalup ke Ngalam. Ada banyak hal yang patut dibanggakan di Ngalam. Ngalam, dengan Stadion Kanjuruhan yang berdiri kokoh sebagi saksi ketangguhan AREMA INDONESIA, jajaran toko-toko merchandise AREMANIA yang mudah ditemui, oskab Ngalam yang terkenal kane lop, café ongisnade yang semakin ciamik sebagai tempat nongkrong Aremania, suasana wisata Batu yang tiada tara, dan kehebatan supporter dan gnaro Ngalam yang luar biasa dalam memberi dukungan terhadap Singo Edan. Tidak akan pernah ditemui di kota lain, termasuk Bandung.<br />
<br />
Penuh cinta untuk Aremaniania dan suporter Indonesia…<br />
<br />
(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-76218743915160780832010-10-28T22:56:00.000-07:002010-10-28T22:56:12.801-07:00Suporter Sejati yang Tersesat, Ayo Pulang...Ayas memang belum pernah terlibat cinta seperti Rangga dan Desi dalam kisah Romeo-Juliet karya Andibachtiar Yusuf yang mengangakat cinta antar suporter yang saling berseberangan. Namun ayas bisa membayangkan bagaimana penderitaan mereka ketika cinta, yang merupakan karunia dari Tuhan, terhalangi oleh rasa permusuhan. Kita dapat belajar dari film yang dicekal penayangannya di Bandung tersebut, bahwa betapapun kita sangat setia terhadap sesuatu yang kita yakini, namun ketika sesuatu tersebut mulai tidak masuk akal, hasilnya bukanlah kebahagiaan, justru timbul kerugian yang seharusnya bisa dihindarkan. Tewasnya Rangga, tentu menjadi sebuah luka yang dalam bagi Desi… <span id="more-771"></span> <br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="375" src="http://farm5.static.flickr.com/4101/4745931472_2f76a4c28b.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Arema Parahyangan di Sektor 21 Stadion GBK</td></tr>
</tbody></table><br />
“Itu ‘kan hanya cerita film!”. Ya, memang benar tapi tentunya si pembuat film terinspirasi dari peristiwa yang hadir di sekitar kita. Lagi-lagi topik kemelut antar suporter pun mengusik kedamaian dan ketentraman hati ayas. Sehingga ayas ingin berbagi pemikiran dengan nawak-nawak.<br />
<br />
Sejak bergulirnya Liga Sepakbola Indonesia secara profesional sekitar tahun 1980-an, dukungan suporter terhadap klub-klub daerahnya pun semakin meningkat. Dengan julukan masing-masing, suporter mempunyai ikatan emosional yang kuat dengan klub yang didukungnya, membuat suporter pun semakin fanatik. Bersamaan dengan hadirnya kelompok pendukung turut memunculkan konflik antar suporter tersebut.<br />
Tentu tidak sedikit peristiwa kekerasan selama berlangsungnya pesta sepakbola paling bergengsi di Indonesia ini. Upaya berbagai pihak untuk memecahkan persoalan tersebut dapat diketegorikan dalam jangka pendek saja, bukan pemecahan masalah jangka panjang. Belum adanya riset serius di Indonesia mengenai hal ini pun turut menjadi alasan sulitnya mencari pemecahan masalah ini. Mungkin penyebabnya adalah urusan bola ini kurang mendapat perhatian dari orang-orang ‘besar’ yang menganggap bahwa hal ini tidak lebih penting dari percaturan politik di tanah air.<br />
<br />
Pada sebuah literatur yang berjudul “Analisis Perilaku Kekerasan Penonton Sepakbola”, terdapat indikasi bahwa semakin rendah tingkat pendidikan maka tingkat keterlibatan dalam tindak kekerasan di stadion sepakbola pun semakin meninggi. Selain itu semakin tua usia seseorang, maka mempunyai kecenderungan untuk tidak melibatkan diri dalam tindak keributan. Strata ekonomi pun turut menyumbangkan faktor keterlibatan dalam kericuhan.<br />
<br />
Motif atau alasan penonton melakukan tindakan kekerasan antara lain: melindungi teman atau tim kesayangannya, tindakan balas dendam, mengintimidasi lawan, kecewa terhadap kepemimpinan wasit, perilaku pemain lawan, harga diri, dan memperoleh status. Penyebabnya antara lain konsumsi alkohol atau jenis narkoba yang berlebihan, harapan yang tinggi akan kemenangan atas tim saingan, tindakan permusuhan yang berlangsung lama, perilaku pemain, wasit, dan ofisial, tingkat pendidikan, skor pertandingan, kehadiran pihak keamanan, pemberitaan media massa yang kadang menjadi inspirasi untuk berbuat anarkis.<br />
<br />
Tentu setiap pribadi merasa bahwa klub yang didukung dan komunitas suporternya adalah yang terbaik. Tak peduli seberapa besar prestasi yang ditorehkan. Hal ini didasarkan atas semangat kedaerahan yang masih begitu kental dalam kultur budaya masyarakat Indonesia. Sesuatu yang wajar. Namun, menjadi tidak logis apabila semangat tersebut menjadi alasan untuk bermusuhan, apalagi dengan suporter lain yang sebenarnya masih satu bangsa.<br />
<br />
Tak terhitung berapa kali gesekan antar suporter terjadi. Dari sekadar nyanyian rasis, segala bentuk cacian terhadap suporter lain, sampai kekerasan fisik yang tidak selayaknya terjadi. Yang lebih parah gesekan antar suporter terbawa sampai di luar stadion, bahkan ketika tidak ada pertandingan sekali pun. Hal ini telah menjadi dendam pribadi alih-alih sebuah dukungan total dan kesetiaan terhadap klub.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4082/4745293625_b34aa6f1a1.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Arema Parahyangan</td></tr>
</tbody></table><br />
Sepak bola damai bukan berarti sepak bola banci kok! Yang banci justru ketika kita mudah tersulut emosi oleh provokator-provokator tak bermoral, yang akan tertawa terbahak melihat kita masuk dalam perangkap permainan mereka, menjadi brutal. Korban yang telah meninggal memang tidak dapat dihidupkan kembali, luka yang ditorehkan akan tetap meninggalkan bekas, memori tentu tidak dapat dihapus begitu saja. Tapi akankah kita bahagia, kalau generasi berikutnya pun seperti kita?<br />
<br />
Mana implementasi pelajaran PPKn sewaktu SD dulu? Kita punya semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’, mana buktinya? Mana nurani kita yang sebenarnya tidak dapat menerima segala bentuk kekerasan terjadi?<br />
Kalaupun faktor sejarah membuat kita masih menyimpan dendam kesumat. Lantas bagaimana dengan Belanda dan Jepang? Tentu kita tidak lupa bahwa tanah air kita pernah dijajah kedua negara tersebut, tapi ayas yakin banyak diantara kita yang mendukung Negara Tulip dan Negara Matahari Terbit itu pada even World Cup 2010 di Afrika Selatan. Artinya, toh waktu telah menyembuhkan luka bangsa ini. Lalu, perlu waktu berapa lamakah untuk merasakan perdamaian antara suporter di Indonesia yang saling bertikai? Seabadkah? Dan ketika perdamaian itu terwujud, tentu kita sudah berbaur menjadi tanah dan dikorek-korek cacing!<br />
<br />
Apakah kita harus menjadi tua terlebih dahulu, baru bisa berpikir bijak? Dan kemudian menyesal melihat anak cucu kita mengikuti tabiat kita sekarang, anarkis dan brutal! Banggakah kita bila disamakan dengan hooligan Inggris yang sering menimbulkan kekacauan dalam pertandingan sepak bola internasional, dimana menyebabkan kematian penonton Italia (The Times, 30 Mei 1985; dalam Haley dan Johston, 1995:1). Sebuah tindakan kaum yang primitif dan belum mengenal peradaban!<br />
<br />
Atau haruskah ayas terlibat ‘perang fisik’ terlebih dengan suporter lain agar merasa begitu satu dengan nawak-nawak yang menganggap bahwa perseteruan adalah hal yang biasa? Sungguh mengenaskan!<br />
Fakta sejarah memang bukan untuk dilupakan, sepatutnya dijadikan sebagai pelajaran berharga. Bukan saatnya pula mencari kambing hitam, karena semua pihak akan merasa bahwa posisinya adalah yang paling benar. Padahal manusia bukanlah malaikat yang tanpa salah dan khilaf. Adu argumentasi tak jadi soal, tapi akan mubadzir kalau tidak ada tindakan nyata! Tentu semua suporter ingin menjadi yang terbaik, mari mulai dari diri sendiri, saat ini…<br />
<br />
Secara pribadi, ayas memang baru satu kali nonton di Stadion Kanjuruhan (launching Tim Arema Indonesia ISL 2009/2010), satu kali nonton di Gajayana (derby Malang, Persema vs AREMA INDONESIA), dan satu kali nonton laga tandang (tour Batavia). Koleksi atribut ayas pun hanya 2 soak, 1 kemeja, 1 jaket, 1 syal, 1 Bendera, 4 pin, 1 Gantungan Boneka Singa mini, dan 2 stiker. Mungkin tidak seberapa dibandingkan nawak-nawak yang sudah bertahun-tahun menjadi fans fanatik AREMA. Dan ayas pun baru kemarin bergabung dan aktif dalam komunitas Arema Parahyangan. Walaupun memang sebenarnya sejak kecil ayas suka dengan AREMA dan Aremania. Tapi semua itu tidak membuat ayas minder atau rendah diri untuk mengajak nawak-nawak semua untuk melangkah menjadi suporter yang cinta damai…<br />
<br />
Ayo, jadilah suporter yang dewasa! Atau haruskah kisah Rangga – Desi terjadi pada diri kita? Semoga saja tidak… Untuk suporter sejati yang jiwanya masih disesatkan ego permusuhan dan loyalitas yang menjerumuskan, mari pulang menuju perdamaian…<br />
<br />
Setitik ungkapan hati ini, semoga menjadi embun penyegar di tengah kering kerontangnya padang perdamaian…<br />
<br />
(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)<br />
-dari pelbagai sumber-LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-28569866856655729882010-10-28T22:53:00.000-07:002010-10-28T22:53:08.518-07:00Pembuktian One Soul One BlueSelasa, 29 Juni 2010 telah dilakukan drawing 8 besar Piala Indonesia 2010 oleh PT Liga Indonesia, di kantornya, Kuningan, Jakarta. Acara yang dihadiri perwakilan klub yang akan bertanding di babak 8 besar tersebut memakai format Liga Champions, artinya juara masing-masing grup pada babak 16 besar tidak akan bertemu lagi di babak 8 besar. Begitu juga tim-tim yang sudah bertemu di babak penyisihan. <br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="Aremania" height="375" src="http://farm5.static.flickr.com/4139/4763922996_112e480836.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Arema Parahyangan</td></tr>
</tbody></table>Pada hasil drawing tersebut Arema Indonesia bertemu dengan Persib Bandung, dimana pertandingan tersebut dapat dipastikan merupakan salah satu laga super big match. Menurut jadwal, Arema Indonesia akan mendapatkan kesempatan pertama menjamu Persib Bandung pada putaran pertama pada tanggal 18 Juli 2010. Sedangkan putaran kedua yang dijadwalkan berlangsung pada tanggal 22 Juli 2010 giliran Maung Bandung akan melakukan laga kandang menjamu Singo Edan.<br />
<br />
Hasil drawing ini sangat menarik, karena pada momen pertandingan yang mempertemukan dua kans suporter besar dan dianggap sangat fanatik tersebut terdapat suatu pembuktian bagaimanakah hubungan antara Aremania dan Bobotoh (Viking) yang akhir-akhir ini kurang harmonis.<br />
Mengutip pada tulisan yang marak muncul di internet yang menyatakan bahwa sebenarnya Aremania dan Viking tidak memiliki sejarah permusuhan, Aremania dan Viking adalah korban propaganda. Lalu mengapa Aremani turut memusuhi Viking? Maukah kita dianggap hanya sekadar ikut-ikutan, dan tidak punya pendirian. Sudah cukup permasalahan terjadi antara Aremania-Bonek dan Viking-The Jak. Walaupun masing-masing kedua kubu telah mengumumkan persaudaraan yang erat, namun apakah dengan seketika turut memusuhi yang lain, walaupun sebenarnya tidak mempunyai permasalahan apa-apa. Sadarlah bahwa taktik adu domba ada dibalik semua kemelut ini. Pengalaman sudah banyak, namun apakah kita mau belajar dan menjadi suporter dewasa, pada diri sendiri lah kita bertanya.<br />
<br />
Dari beberapa discussion board di internet yang mengangkat topik kemelut Aremania – Viking, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak jelas apa yang menyebabkan hubungan kedua suporter menjadi sedikit memanas akhir-akhir ini. Justru cukup banyak komentar kedua suporter yang terkesan baik-baik saja dan malah begitu bersahabat, dan saling menghargai, walaupun masing-masing memiliki ‘saudara’ yang notabene menjadi musuh yang lain. Sekali lagi mungkin kita patut membenarkan salah satu tulisan di internet yaitu “Aremania – Viking Korban Sebuah Propaganda”.<br />
<br />
Pada tour Batavia sekitar 28 Mei – 1 Juni tahun ini, Aremania tidak dapat serta merta menuduh bahwa Viking yang melakukan aksi pelemparan batu pada kendaraan Aremania. Bisa saja itu hanyalah oknum yang menginginkan Aremania – Viking menjadi berseteru. Dan pada saat Viking tandang ke Malang, ada pihak yang merasa bahwa Aremania tidak menyambut baik kedatangan Viking tersebut, bisa saja Aremania itu juga bukan Aremania sejati, hanya (lagi-lagi) oknum yang tidak bertanggung jawab.<br />
<br />
Menilik kedua klub sepakbola tersebut, terdapat banyak kesamaan. Kedua kota sama-sama terletak di dataran tinggi yang beriklim sejuk, semoga berdampak pada karakteristik suporternya yang tidak mudah tersulut provokasi menyesatkan. Keduanya sama-sama punya warna identitas, yaitu biru. Kedua komunitas suporter pun kebanyakan berasal dari kalangan bawah (grass root), sama-sama menjadi pemain kedua belas ketika tim kesayangannya sedang berlaga. Peran kedua suporter telah berkembang tak hanya sebagai objek pelengkap namun telah menjadi bagian dari prestasi dan keberhasilan masing-masing klub. Selain itu, kedua klub sama-sama mengusung sepakbola industri, penjualan merchandise, pembuatan album pun masing-masing mereka lakoni untuk menambah pendapatan klub. Dan tentunya loyalitas suporter dalam mendukung klubnya di kandang maupun laga tandang sekalipun tak perlu diragukan.<br />
<br />
Kalau Aremania punya dirigen yaitu Sam Yuli dan Sam Kepet, maka Viking pun punya panglima yang sama dihormatinya oleh suporter yaitu Ayi Beutik dan Heru Joko. Kalau Aremania bergerak melalui korwil, maka Viking pun mengaktualisasikan diri dengan pembentukan distrik. Kalau Aremania berkata “Arema sampe’ ketam!”, maka Viking pun berkata “Persib nepi ka maot”, yang maknanya adalah loyalitas terhadap klub sampai akhir hayat.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4080/4763285395_8de6b536fc.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Arema Parahyangan Dukung Arema di Senayan</td></tr>
</tbody></table><br />
Memang anggota kedua suporter berasal dari pribadi-pribadi yang mempunyai pandangan dan pola pikir yang berbeda-beda, ada yang mudah terprovokasi oleh pihak lain, ada pula yang dapat berpikir secara bijak. Semoga kita adalah yang kedua tersebut. Tidak usah kita ikut-ikutan suporter lain yang menggaungkan permusuhan. Perdamaian harus terus diusahakan, tak pernah ada kata bosan maupun menyerah!<br />
<br />
Hendaknya Viking/Bobotoh menggunakan atribut mereka sendiri, bukan menggunakan atribut suporter klub lain, untuk menghindari ketidakjelasan identitas. Kita mengetahui bahwa dengan adanya persahabatan antara Viking dan Bonek, dapat dimungkinkan Viking/Bobotoh menggunakan atribut Bonek, yang mungkin saja dapat memancing emosi sebagian Aremania yang belum mampu berpikir secara dewasa. Kedua belah pihak pun harus saling menjaga perasaan suporter lain.<br />
<br />
Banyak suporter merasa bahwa kesetiaannya pada klub yang didukungnya adalah dengan cara membela mati-matian, dan merasa tidak terima bahwa klub atau suporternya dihina dengan kata-kata yang tidak sopan, bahkan menjurus ke arah pelecehan. Suporter pun akan melakukan aksi balasan, dengan bentuk yang sama, atau malah lebih keras. Nah, kalau sudah begini kapan akan berdamai? Harus menunggu kiamatkah?<br />
Mengapa sanggahan ejekan tersebut tidak kita lakukan dengan cara-cara yang lebih elegan, tak hanya sekadar bermanis kata, namun sebuah bukti nyata. Kita patut belajar kepada Sam Harie Pandiono, tentu nawak-nawak mengikuti beritanya, bahwa seseorang yang benar-benar fanatik terhadap Arema Indonesia ini rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk hal-hal yang mungkin hanya dapat dipahami oleh suporter sepakbola lain yang sama fanatiknya, yaitu memesan bendera Arema Indonesia dengan ukuran super besar dengan berat lebih dari 10 kg, untuk dibentangkan dalam waktu yang cukup singkat di Afrika Selatan pada gelaran Piala Dunia 2010. Dan membawa bendera Arema Indonesia kemana-mana sebagai identitas agar khalayak internasional tahu bahwa Arema Indonesia itu ada. Betapa membanggakannya hal tersebut bagi Aremania di tanah air. Belum tentu ada suporter Indonesia seperti beliau. Serta rencana-rencananya kedepan untuk mengaktifkan Arema korwil Eropa yang dianggap ‘melempem’.<br />
<br />
Melihat eksistensi beliau, tidakkah nawak-nawak malu kalau masih saja mengurusi kemelut dengan suporter lain yang tak kunjung usai. Apakah tidak ada cara lain untuk eksis selain dengan anarkis dan rasis?<br />
Tak sepatutnya nyanyian rasis diperdengarkan lagi, ataupun ejekan kepada suporter lain ketika mengenakan atribut suporternya di kota kita sendiri, selain itu tidak dewasa apabila status Facebook kita menyatakan bahwa suporter lain adalah badut, ataupun perang argumen di dunia maya. Suporter yang hanya ikut-ikutan dan tak punya pendirian tersebut mungkin hanya berani kalau bersama-sama, alias ‘keroyokan’, coba ditantang satu lawan satu, belum tentu mereka mau. Ya, sebuah solidaritas yang kurang benar jalannya.<br />
Ada salah satu komentar dalam Grup ‘Aremania dan Viking Satu Warna’ di Facebook yang berbunyi “kayaknya kita butuh dijajah Belanda dan Jepang, biar kompak satu Indonesia”, membaca komentar tersebut kita seharusnya merasa miris, bahwa persatuan yang telah diusahakan secara susah payah hingga mengorbankan nyawa yang tidak sedikit itu rupanya sudah tidak punya arti lagi bagi suporter sepakbola Indonesia. Padahal kita yakin benar bahwa kita adalah seorang WNI. Sebagian besar mereka justru lebih senang membalas tindakan suporter lain yang tidak dewasa dengan tindakan yang sama tidak dewasanya pula.<br />
<br />
Padahal sadarkah kita dimana kita berada? Kita masih mengibarkan dan menghormati bendera yang sama, Merah Putih. Kita masih memiliki ideologi yang sama, Pancasila. Kita masih di tanah air yang sama, Indonesia. Sadarlah itu wahai suporter Indonesia! Perbedaan itu memang indah, namun akan jauh lebih indah bila dilengkapi dengan perdamaian. Loyalitas terhadap klub yang membabi buta tidak ada manfaatnya, hanya akan menambah citra buruk sepakbola tanah air saja. Bukan saatnya kita menonton kericuhan antar suporter, tapi sepakbola yang ‘fair play’ dan berkualitaslah yang menjadi tujuan kita datang ke stadion.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4102/4763923548_02a35c2ef1.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Aremania dan Bobotoh</td></tr>
</tbody></table><br />
Semoga pertengahan Juli nanti, pemain dan ofisial klub Persib Bandung, beserta Viking/Bobotoh dapat merasakan sambutan hangat Aremania dan publik Malang Raya akan kedatangan mereka. Aremania harus memulainya terlebih dahulu, karena apa yang akan terjadi pada tanggal 18 Juli 2010 tersebut menjadi acuan pada pertandingan selanjutnya yang berlangsung empat hari kemudian di Bandung. Sambutan baik dari Viking/Bobotoh Bandung pun tentu sangat diharapkan pada laga selanjutnya. Mengingat pada dasarnya Aremania-Viking tidak punya masalah apa-apa. Sungguh sesuatu yang sangat kita harapkan.<br />
<br />
Arema Parahyangan menghimbau kepada publik bola Malang Raya untuk menyambut baik kedatangan rekan-rekan Viking. Sesuatu hal yang sangat menyenangkan apabila adegan penyambutan Viking oleh Aremania pada Film Romeo Juliet dapat berlangsung secara nyata menjelang 18 Juli 2010. Kalau sambutan Aremania terhadap Viking baik, maka tak perlu khawatir bagi Aremania untuk tour tandang ke Bandung. Sekali lagi, laga tersebut merupakan sebuah pembuktian kedua suporter biru, apakah masih pantas memiliki jargon “One Soul, One Blue”.<br />
<br />
Arema Parahyangan, yang memiliki ikatan emosi dengan kedua kota, yaitu Malang dan Bandung merasa bahwa pertandingan Arema Indonesia vs Persib Bandung adalah salah satu pertandingan terpenting tahun ini. Semoga kami dapat mengadakan acara nonton bareng, karena tidak semua Aremania di Bandung dapat mendukung langsung di Malang. Dan alangkah mengandung ‘mbois’ apabila pada acara nobar tersebut, kami dapat mengundang perwakilan Viking untuk duduk bersama, menikmati pertandingan melalui layar kaca, dengan sedikit cemilan ala kadarnya, sumbangan buah dari nawak-nawak Caringin, sambil bersorak sorai mendukung tim kesayangan masing-masing, dan sedikit umpatan khas suporter kala jagoan masing-masing gagal mempertahankan bola. Alangkah mesranya seandainya dapat terjadi…<br />
Buktikan bahwa Malang adalah kota yang mempunyai suporter dewasa dan patut dijadikan teladan (bukan badut)!<br />
<blockquote>Satukan jiwa satukan rasa. Damai di hati kita bersaudara. Damai, damai saudaraku. Jabat erat penuh kasih sayang. Untuk apa terus bertengkar. Pertemuan ini adalah kabar. (Kabar Damai by D’Kross ft Anto Baret)<br />
<em>Jabat erat, kabeh dulur!</em></blockquote>Salam Satu Jiwa dari Arema Parahyangan<br />
<br />
(marlitha_giofenni@yahoo.co.id Aremanita tak pernah berhenti menunjukkan aksi, masih punya nyali sekalipun telah mendapat intimidasi!)LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-39921850288663574802010-10-28T22:45:00.000-07:002010-10-28T22:45:52.476-07:00Aremania Suporter KreatifKreatif dan atraktif. Itulah kata yang patut menggambarkan bagaimana Aremania beraksi di tribun stadion ketika mendukung tim Arema Indonesia. Tak perlu diragukan bagaimana dengan berbagai gerak dan lirik lagu yang dinyanyikan mampu membuat satu stadion bergemuruh, sebagai wujud loyalitas tanpa batas terhadap Singo Edan. <br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="374" src="http://farm5.static.flickr.com/4120/4770423897_a48a87eba3.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Arema Parahyangan Tour Senayan 2010</td></tr>
</tbody></table><br />
<span id="more-799"></span>Sarana jejaring sosial pun tak luput dari bentuk kreatif tersebut, menyampaikan unek-unek dan pemikiran mereka tentang Aremania dan suporter-suporter lainnya. Sebagian di antara Aremania menunjukkan bahwa Aremania adalah suporter teladan, ironisnya di satu pihak Aremania yang lain mengisyaratkan bahwa dirinya tidak pantas menyandang julukan tersebut, melempar segala bentuk hujatan dan caci maki yang kurang sopan kepada suporter lain.<br />
<br />
Mari kita bayangkan, seandainya kita dihujat seperti itu bagaimana perasaan kita? Dan ketika ada Aremania yang lain mengingatkan, malah mendapatkan komentar yang kurang enak juga. Ayas mengerti bahwa itu dilakukan untuk membela harga diri karena merasa terinjak-injak oleh hujatan suporter lain.<br />
Tapi sebenarnya tidakkah kita berpikir secara dewasa, bahwa ketika kita membalas tindakan mereka dengan cara yang sama, berarti pola pikir kita sama seperti mereka, belum dewasa. Ayas juga mengerti ada sebuah kejengkelan apabila kita dihina, namun tidak ada salahnya meredam hinaan pihak lain dengan cara yang lebih terhormat. Mana niatan kita untuk menjadi teladan?<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" class="alignleft" height="212" src="http://farm5.static.flickr.com/4136/4770424205_bf0909c686_m.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="240" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Logo Lawas Arema Parahyangan</td></tr>
</tbody></table> Bentuk balasan yang kreatif dan elegan adalah dengan suatu pembuktian yang lebih nyata dan berbeda. Perang argumen, bersilat lidah, saling menghujat, menuding yang lain salah, dan kita lah yang paling benar, semua suporter pun bisa kalau seperti itu. Hasilnya adalah makin memperkeruh suasana, memperuncing kemelut, lama-kelamaan akan menjadi bom waktu, sehingga bila sedikit saja terjadi gesekan antar suporter maka akan menimbulkan chaos yang cukup mengerikan. Ingat nawak-nawak, kita hanya memiliki satu nyawa, jadi jangan sok jagoan dan bisa berkoar-koar lewat dunia maya. Sekali lagi butuh bukti nyata bahwa kita memang pantas menjadi suporter teladan. Sudah bukan jamannya menjadi suporter ‘ndeso’ yang hanya bermulut besar, tapi marilah kita bersama menjadi suporter modern yang lebih menitikberatkan pada nilai-nilai kemanusiaan dan kreativitas.<br />
<br />
Eksistensi Aremania dalam mendukung Arema Indonesia tidak hanya dalam pertandingan sepakbola saja. Alangkah kreatif apabila wujud dukungan tersebut direalisasikan dalam karya-karya yang keren. Contohnya, dibuat sebuah kompetisi kreativitas antar suporter, misalnya diadakan sebuah perlombaan yang diikuti oleh perwakilan korwil-korwil. Satu korwil mengirimkan sejumlah suporter untuk adu kreatif dalam beryel-yel. Dengan begitu banyaknya jumlah korwil, maka dibuat sistem wilayah. Unggulan tiap wilayah pada akhirnya akan bertemu di babak final. Juaranya berhak mendapat apresiasi yaitu karya mereka dipertunjukkan ketika Aremania mendukung Arema Indonesia saat bertanding atau ditampilkan pada saat peringatan Hari Ulang Tahun Arema Indonesia. Tentunya persyaratan utamanya adalah karya yang diciptakan tidak mengandung rasisme. Selain menggali potensi kreatif dari nawak-nawak di daerah, acara ini juga positif sebagai ajang silaturahmi antar korwil. Selain itu, bagi movie maker dapat dibuat ajang festival film indie atau film dokumenter yang mengangkat cerita Aremania. Banyak inspirasi yang dapat ditemui di sekitar kita. Aremania pun akan sibuk termotivasi dengan hal-hal yang lebih bernilai kreatif.<br />
<br />
Bagi yang mempunyai ketertarikan di bidang musik, dapat diadakan semacam ajang pencarian bakat grup band. Setiap peserta diwajibkan menampilkan karya ciptaan mereka sendiri, tentunya lagu-lagu tersebut bertemakan Arema Indonesia, Aremania, Singo Edan, Malang, dan sepakbola Indonesia. Bagi peserta terbaik, berhak mendapat kesempatan membuat album kompilasi yang nantinya akan dipasarkan.<br />
<br />
Untuk Aremania Licek dapat diadakan sebuah kegiatan sesuai dengan usia mereka, misalnya memecahkan rekor Muri menggambar dan mewarnai maskot Singo Edan. Untuk usia Sekolah Menengah, Lomba Karya Tulis adalah ajang yang tepat digelar, dengan mengangkat tema Sepakbola Indonesia, hal-hal semacam itu dapat menumbuhkan kecintaan terhadap klub sepakbola lokal dan pemahaman seperti apakah sepakbola yang damai sedini mungkin.<br />
<br />
Mengingat jumlah Aremania yang sangat banyak dan sejalan dengan Sepakbola Industri yang akhir-akhir ini marak didengungkan, maka wajar apabila industri kreatif menjadi salah satu bentuk ekspresi Aremania. Salah satu contohnya adalah banyaknya desain kaos, syal, dan atribut Aremania. Bahkan bentuk desain khas Singo Edan pun dapat ditemui pada produk sprei, bad cover, tas, dan jam dinding. Tentunya dengan tidak lupa memberi handtag PT Arema Indonesia, sebagai royalti. Siapa tahu produk-produk tersebut dapat menjadi oleh-oleh atau cinderamata bagi wisatawan luar daerah ketika berkunjung ke Malang. Arema Indonesia pun semakin dikenal oleh orang luar Malang, sekalipun bukan pencinta sepakbola.<br />
<br />
Selain itu gnaro-gnaro Ngalam di luar daerah yang dengan bangganya menjadikan ‘Arema’ sebagai merk usaha mereka, contohnya bakso, pun turut membumikan nama klub yang memperingati hari lahirnya setiap tanggal 11 Agustus itu. Dalam bidang konveksi, semoga ada pengusaha batik yang punya daya imajinasi untuk menjadikan logo Arema sebagai salah satu motif batik. Ayas yakin Aremania akan senang hati memakainya, sebagai kebanggaan Aremania dan Warga Negara Indonesia.<br />
<br />
Bagi Aremania yang tinggal pada daerah-daerah perbatasan antara Ngalam dan kabupaten / kota lain, dapat secara bergotong royong membuat semacam monumen patung singa dengan ucapan “Selamat Datang di Kandang Singa” atau “Selamat Datang di Bumi Arema”. Monumen semacam itu akan menimbulkan kesan tersendiri bagi pendatang dan menumbuhkan semangat berkobar-kobar bagi Aremania.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="375" src="http://farm5.static.flickr.com/4099/4771060726_47fd3b7d70.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Arema Parahyangan di Kawasan Senayan</td></tr>
</tbody></table><br />
Masih banyak hal yang dapat kita lakukan sebagai wujud cinta Arema Indonesia, selain membeli tiket ketika menonton di Stadion Kanjuruhan dan memberi produk berhandtag PT Arema Indonesia tentunya. Peran korwil-korwil selayaknya tidak sekadar hanya dianggap sebagai tempat mendapat jatah tiket saja, melainkan sudah saatnya peran korwil lebih ditingkatkan sebagai wadah untuk kreativitas anggotanya. Bahkan alangkah terpuji apabila korwil tersebut dapat mengepakkan sayap dalam bidang sosial kemasyarakatan, yang akan memberi manfaat lebih banyak bagi Gnaro Ngalam yang lain. Sehingga energi nawak-nawak tidak habis hanya untuk sekadar perang hujatan di dunia maya, yang ujung-ujungnya hanya membuat hati semakin dongkol saja. Aremania bukan hanya sekadar suporter sepakbola, namun telah menjelma menjadi motivasi dan inspirasi untuk terus berkarya, menunjukkan eksistensi dan jati diri sebagai Kera Ngalam yang berjiwa Singo Edan! Kita pasti bisa, nawak!<br />
<br />
Masih ada hal-hal lain yang lebih ‘wah’ untuk menunjukkan bahwa kita memang kreatif! Dibutuhkan sebuah totalitas dan semangat untuk meningkatkan eksistensi Aremania, disinilah sebenarnya loyalitas tanpa batas kita diuji. Mampukah kita menjadi pioneer (lagi) untuk hal-hal baru yang belum pernah ada. Sejauh apakah kita membanggakan diri sebagai Aremania, kalau hanya cukup puas dengan apa yang kita dapatkan selama ini. Man jadda wajada, dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan.<br />
<br />
Ayas bukanlah siapa-siapa, bukan orang besar yang punya kuasa besar pula, ayas hanya seorang Aremanita di Tanah Sunda yang tidak pernah bosan mengajak nawak-nawak untuk melangkah menjadi suporter yang lebih kreatif. Semoga ada pihak-pihak yang terinspirasi oleh pemikiran ayas ini.<br />
Salam Satu Jiwa untuk suporter kreatif!<br />
<br />
(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-12576810799019648642010-10-28T22:38:00.000-07:002010-10-28T22:38:39.719-07:00Aremania, Kita Harus Kuat!Jum’at, 9 Juli 2010. Pagi hari, seperti biasa ayas membuka akun Facebook. Sebuah status dari teman SMK ayas, yang kebetulan anggota Arema Jalur Gaza yang sekarang pindah ke Bali, Bli Diamilano Siep, membuat ayas sedikit bingung, isinya:<br />
<br />
<blockquote><em>bukan soal cengeng…</em><br />
<em> bukan soal suporter…</em><br />
<em> tapi ini tentang loyalitas…</em><br />
<em> yang kusebut LOYALITAS TANPA BATAS</em><br />
<em> bila perlu menggalang dana</em><br />
<em> AYO KER BARENG2</em><br />
<em> ini tim seratus persen tanpa APBD…</em><br />
<em> inilah kemandirian sebuah organisasi sepak bola</em><br />
<em> WHERE ARE YOU BLUE ARMY???</em><br />
<em> S1J</em></blockquote><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4079/4800929478_9b7bbf6d96.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Robert Albert dan Sam Rosyid Arema Parahyangan</td></tr>
</tbody></table><br />
Ada apa lagi ini? Belum sempat ayas mencari tahu, tiba-tiba ada pesan singkat masuk dari Sam Dhedhet, anggota Arema Parahyangan yang berbunyi: <em>Ker, yo opo iki?, kabare AIFC kok tambah tewur? </em><br />
Ayas berkesimpulan bahwa memang sedang terjadi sesuatu secara cepat, padahal hari sebelumnya kita sudah mengetahui kabar baik. Ayas pun membalas pesan tersebut:<br />
<br />
<blockquote><em>Wah, lieur Sam!</em><br />
<em> Baru wingi tenang, saiki gejolak maneh rupane</em><br />
<em> Nggarai ga mood lapo2 <img alt=":(" class="wp-smiley" src="http://tribunaremania.com/wp-includes/images/smilies/icon_sad.gif" /></em><br />
<em> Gawe skenario kok munggah mudhun ngene, emange sinetron!</em><br />
<em> Hehe, menghibur diri sendiri critane! </em></blockquote>Ayas pun melanjutkan aktivitas sebagai mahasiswa magang di PT Ultrajaya Milk Industry, Tbk dengan tidak cukup konsentrasi karena belum mencari tahu lebih lanjut informasi mengenai Arema Indonesia. Alhasil, pikiran ayas menjadi tidak tenang pagi itu. Begitu ada kesempatan ayas pun membuka situs ongisnade.net via mobile. Terlihat salah satu judul headline “KRISIS (LAGI)? Belum Terima Bonus Juara dan Gaji, Pemain Arema Berhenti Latihan”. Melihat judulnya saja rasanya hati ayas tertohok begitu keras, sungguh sakit!<br />
<br />
Sedikit penghiburan, ketika ayas berjalan di area pabrik, ayas melihat seseorang memakai soak Aremania berwarna biru sedang mengarahkan sopir truk untuk parkir. Ayas senang bukan main melihat tulisan ‘AREMANIA, the best supporter’ di bagian depan soak tersebut. Maklumlah, ayas di Bandung, bukan di Ngalam, jadi melihat siapa pun beratribut Aremania membuat ayas merasa menemukan nawak seperjuangan sebagai perantauan. Ayas langsung menemui nawak tersebut yang ternyata adalah kenek truk pengangkut material bahan baku, secara spontan ayas ngobrol menggunakan Bahasa Jawa berpadu Osob Kiwalan. Ayas bermaksud mengajaknya bergabung dengan Arema Parahyangan, namun ternyata domisilinya di Jakarta.<br />
<br />
Walau singkat, namun memberi kesan kepada ayas bahwa atribut Aremania yang mungkin digunakan tanpa maksud dan tujuan apa-apa, dapat menjadi sebuah identitas yang membuat orang lain berasumsi bahwa pengguna atribut tersebut adalah Aremania. Tapi jangan salah, belum tentu yang memakai atribut Arema adalah gnaro Ngalam saja. Sebut saja Sam Agung Hercules, yang punya kisah bertemu dengan sekolompok orang yang memakai soak Arema, ketika diajak ngobrol menggunakan Bahasa Jawa, mereka tidak paham sama sekali.<br />
<br />
Kembali ke berita yang membuat ayas menjadi resah di hari Jum’at itu. Mengutip kata-kata dari sebagian besar nawak-nawak Aremania, permasalahan finansial yang dihadapi Arema Indonesia adalah hal klasik, tidak sekali ini terjadi. Namun seklasik-klasiknya masalah ini, tetap saja akan membuat Aremania yang terlanjur ‘cinta mati’ menjadi gundah gulana.<br />
<br />
Sebagai orang awam yang tidak punya kompetensi dalam bidang manajemen, kita memang tidak boleh serta merta menyalahkan Manajemen Arema Indonesia. Namun terlepas dari apresiasi setinggi langit kepada pihak Manajemen yang turut mengantarkan Arema Indonesia menduduki tahta tertinggi ISL 2009/2010 ini, tetap saja sebagian di antara kita merasakan kegeraman. Apa yang terjadi dalam tubuh Manajemen? Wallahu’alam.<br />
<br />
Aremania bukanlah sekumpulan jenius pemenang olimpiade MIPA tingkat internasional. Aremania bukanlah himpunan jutawan dengan puluhan perusahaan. Aremania bukanlah golongan pejabat-pejabat tinggi yang mempunyai kuasa besar untuk melakukan banyak hal. Tapi Aremania adalah orang-orang yang memiliki rasa cinta terhadap Arema Indonesia.<br />
<br />
Bicara mengenai cinta, tentu nawak-nawak memiliki persepsi sendiri-sendiri. Namun dengan modal cinta itulah nawak-nawak bereaksi kala mengetahui problematika yang terjadi dengan klub Singo Edan kebanggaan kita. Kebersamaan dan loyalitas menjadi alasan keikhlasan nawak-nawak rela merogoh kocek yang tidak sedikit untuk menonton secara langsung pertandingan Arema Indonesia, demi kontribusi untuk sesuatu yang Aremania sangat cintai.<br />
<br />
Jangan sampai permasalahan ini berlarut-larut, sehingga Manajemen, klub, dan suporter mendapat julukan ‘Hanya Pura-Pura’ dari pihak yang ingin mengambil keuntungan dari kondisi kita sekarang. Atau malah dengan tega hati ada yang menyebut problematika ini sebagai amunisi untuk psywar sebelum menghadapi kompetisi selanjutnya. Marilah kita sanggah pandangan tersebut dengan keyakinan bahwa kondisi yang real ini tidak dibuat-buat hanya untuk mendapatkan belas kasihan, tapi sebagai cambuk Aremania untuk benar-benar memantapkan hati lebih mencintai Arema Indonesia setulus hati.<br />
<br />
Aremania bukanlah sekadar suporter. Lebih dari itu, telah menjadi bagian hidup yang tidak kemana-mana tapi dimana-mana. Permasalahan ini patutnya dijadikan momentum pendewasaan diri. Bukan lagi sibuk mengurusi gesekan dengan suporter lain, tapi bagaimana upaya kita menggali dana usaha, menarik minat investor, atau bahkan membeli saham seandainya PT Arema Indonesia Go Public. Sikap loyalitas dan kooperatif Aremania lah yang akan menjadi nilai plus dalam kelancaran usaha itu. Arema Indonesia adalah keyakinan bagi Aremania, dan Aremania adalah jiwa bagi Arema Indonesia. Apa bedanya? Tidak ada, karena telah menjadi sebuah kesatuan erat yang tak terpisahkan.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4140/4800296171_5ea52c53ea.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Arema Parahyangan Tour Senayan</td></tr>
</tbody></table><br />
Lepas dari kurang dan lebihnya Manajemen saat ini, untuk kedepannya hendaklah Manajemen diisi oleh orang-orang yang betul-betul cinta Arema Indonesia dan bangga menyebut dirinya sebagai Aremania. Namanya juga kekuasaan, siapa tahu ada motif lain dibaliknya. Bukannya ayas berburuk sangka terhadap Manajemen sekarang. Hanya jangan sampai ada yang punya pikiran bahwa Arema Indonesia adalah ladang subur untuk mengeruk keuntungan pribadi. Marilah kita bersama-sama introspeksi diri.<br />
<br />
Memang, Aremania tidak memiliki hak untuk ikut campur ‘urusan rumah tangga’ Manajemen. Tapi ingat, Arema Indonesia sudah menjadi bagian hidup dari Aremania. Jadi sekecil apapun gejolak yang terjadi pada tubuh Manajemen dan berimbas pada tim, tentu akan mendapat perhatian besar Aremania yang jumlahnya tidak sedikit itu.<br />
<br />
Aremania tentu siap menjadi partner Manajemen dalam mencari solusi. Marilah kita sama-sama perjuangkan nasib Arema Indonesia ke depan. Bukan lagi sekadar sepakbola, klub lokal kebanggaan warga Ngalam, tapi sudah menyangkut sebuah keyakinan di dalam jiwa tiap individu. Aremania siap menjadi garda terdepan untuk mempertahankan Arema Indonesia tetap ada.<br />
<br />
Kesabaran Aremania memang sedang dan akan terus teruji sampai nanti, namun apakah semua pihak tidak dapat belajar dari pengalaman-pengalaman yang sudah lewat. Sudah cukup banyak masukan dari nawak-nawak tentang solusi yang masuk akal untuk menghilangkan masalah klasik ini selama-lamanya, yang dimuat oleh ongisnade.net. (Artikel Sam Andi, “Aremania Sodori Kontrak Robert?”, artikel “Darah Baru Untuk Arema Indonesia” oleh Sam Iskhaq Assyafi’i, dan solusi-solusi dari nawak-nawak yang lainnya) Namun suara nawak-nawak tersebut akan sekadar menjadi wacana kalau tidak ada pihak yang mempunyai kuasa besar untuk menindaklanjuti saran dan ide-ide tersebut.<br />
<br />
Kita berharap agar pihak ongisnade.net selaku media yang dipercaya oleh nawak-nawak untuk mempublikasikan suara hatinya, dapat menjadi mediator dalam penyampaian aspirasi kepada pihak-pihak yang lebih punya kuasa, Manajemen misalnya. Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh nawak-nawak yang memiliki pemikiran cemerlang tersebut diharapkan ongisnade.net lah yang berperan sebagai penyambung lidah. Siapa tahu media ini dapat berkontribusi lebih banyak lagi sebagai wujud cinta terhadap Arema Indonesia. Masalah bagaimana tanggapan pihak-pihak yang berwenang nantinya, itu lain perkara. Karena mungkin kita tidak sepaham mereka mengenai kebijakan-kebijakan seperti apa yang layak diambil. Semoga Manajemen benar-benar cinta Arema Indonesia. Itu penting, karena kita berbeda dari klub sepakbola lain yang ada di Indonesia. Kita adalah klub mandiri. Kita tidak akan pernah tahu sebelum mencoba, bukan?<br />
<br />
Pepatah ‘semakin tinggi pohon, anginnya pun semaking kencang’ sekarang sedang terjadi kepada klub kita. Banyak cobaan yang sedang dan akan kita alami ke depan. Jangan diartikan sebagai halangan, namun hendaknya dijadikan tantangan yang harus ditaklukkan. Yakinlah dengan semangat kebersamaan dan loyalitas yang kita miliki, kita akan sanggup melewati ini semua. Kita memang perlu ditempa oleh bara panas agar kita benar-benar berjiwa baja! Siapapun pemain yang beranjak pergi meninggalkan Arema Indonesia, tak perlu lama-lama kita sesali, mengutip slogan dalam militer ‘Esa hilang, dua terbilang’, wajib kita yakini! Aremania adalah jelmaan jiwa-jiwa singa, kita harus kuat!<br />
<br />
Pulang magang hari itu ayas segera ke Caringin, menemui nawak-nawak Arema Parahyangan, berharap dengan berkumpul bersama mereka, ayas dapat berbagi beban dan ada sesuatu yang dapat kami lakukan.<br />
<blockquote><em>Aremania, jangan pernah tanyakan apa yang sudah kita dapatkan.<br />
Tapi tanyakan apa yang sudah kita berikan.<br />
Untuk Arema Indonesia.</em><br />
<em>Jangan hanya hati saja yang tergerak, badan kita pun mari bergerak.<br />
Kita boleh saja menunggu, tapi jangan bertopang dagu.<br />
Sembari berdoa, marilah kita usaha, demi kejayaan Arema Indonesia. </em><br />
<em>SALAM SATU JIWA!</em></blockquote>Arema di hati, Arema sampai mati<br />
Jum’at, 9 Juli 2010<br />
@ Office Utility Departement<br />
PT Ultrajay Milk Industry, Tbk.<br />
<br />
(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-59660829681010049272010-10-26T23:04:00.000-07:002010-10-26T23:04:00.247-07:00Hari Suporter Nasional, Seberapa Pentingkah?Hari Suporter Nasional (HSN)? Seandainya tidak sering update informasi dan melek internet, mungkin ayas tidak mengerti adanya hari penting bagi suporter bola tanah air itu. Maklum, dalam dunia nyata gaungnya kurang begitu terdengar. <img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4079/4800949620_9816c6bf2d.jpg" /><br />
<span id="more-812"></span><br />
Begitulah faktanya, kemeriahan peringatan HSN ini mungkin hanya ada dalam dunia maya. Karena beberapa suporter mengaku baru tahu adanya hari itu dari sms yang ayas kirim sebagai ucapan ‘selamat Hari Suporter Nasional’ berisikan semangat dan harapan-harapan kepada nawak-nawak suporter yang ayas kenal. Ayas pun belum mendapat kabar mengenai perayaan peringatan HSN ini. Ataupun kalau ada, hanya dilakukan oleh segelintir suporter.<br />
<br />
Gagasan dideklarasikannya tanggal 12 Juli sebagai Hari Suporter Nasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah terbentuknya Asosiasi Suporter Sepakbola Indonesia (ASSI), yang walaupun pada akhirnya ASSI ini hanya bertahan seumur jagung karena permasalahan internal. Menurut sumber <a href="http://www.suporter-indonesia.com/" target="_blank"> www.suporter-indonesia.com</a> 12 Juli 2000, dedengkot-dedengkot suporter klub-klub Indonesia mengadakan pertemuan di Kantor Redaksi Tabloid Bola di Jl. Palmerah Selatan No. 3 Jakarta. Dari pertemuan tersebut tercetuslah Hari Suporter Nasional, sebagai sarana untuk menularkan virus positif seperti persaudaraan, sportivitas, serta antikekerasan.<br />
<br />
Seberapa pentingkah HSN bagi suporter? Ditinjau dari visi awal adanya HSN ini, tentu sesuatu yang patut mendapat dukungan dari berbagai pihak, terutama suporter. Namun, kondisi nyata tidak dapat dianggap selaras dengan harapan dicetuskannya HSN. Tidak semudah membalikkan telapak tangan, sulitnya bagaikan mencampur minyak dengan air. Menyeragamkan visi dan mempererat tali silaturahmi antar suporter, seperti harapan HSN diperingati, mungkin hanya dirasakan oleh suporter tingkat elit. Sedangkan pada suporter grass root, bisa saja tidak mengenal visi tersebut, lagi-lagi menyangkut fanatisme yang dirasakan oleh pendukung klub dan berbagai kemelut antar suporter yang masih belum menemukan titik cerah.<br />
<br />
Sejauh apakah eksistensi suporter Indonesia dipertanyakan, kalau hari ‘kebangsaannya’ saja tidak banyak diketahui. Hal ini bisa disamakan dengan seorang pelajar yang tidak mengerti adanya Hari Pendidikan Nasional. Sebuah acuan seberapa besar kita memaknai hari penting tersebut.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="Aremania" height="375" src="http://farm5.static.flickr.com/4079/4800949702_4f11e30d9a.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Aremania dan Viking Tahun 2006</td></tr>
</tbody></table><br />
Semangat fanatisme suporter sangat terasa ketika mendukung tim kebanggaannya. Akankah sama fanatisnya apabila yang didukung adalah Tim Nasional Indonesia? Tentu pertanyaan tersebut akan menjadi sebuah mata rantai ke pertanyaan selanjutnya, Tim Nasional Indonesia seperti apakah yang mendapat dukungan secara fanatis, kalau sampai saat ini Timnas belum mampu beranjak menunjukkan tajinya di kancah internasional, minimal level Asia Tenggara? Dan pertanyaan bagaimanakah kinerja PSSI yang semakin lama kurang mendapat kepercayaan lagi ini mampu bangkit menepis anggapan yang terlanjur miring di kalangan publik pecinta sepakbola nasional.<br />
<br />
Mungkin butuh waktu untuk mengetahui jawaban itu. Perlunya perbaikan dari segi kualitas pemain yang seiring dengan materi yang dibutuhkan, serta pembenahan infrastrukur yang belum pantas dianggap layak, tentu merupakan babak lain, namun masih terangkai dalam satu cerita. Lalu sambil menunggu jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, lantas apa yang dapat kita lakukan? Hanya menyalahkan pemerintah saja juga bukan solusi bijak. Dari hal kecil yang dapat kita lakukan, paling tidak cukup membuktikan bahwa sebagai suporter kita juga ingin punya andil dalam mengangkat prestasi sepakbola nasional sehingga bisa berbicara lebih banyak.<br />
<br />
Mungkin kita bukan ilmuwan jenius yang mampu meraih penghargaan nobel. Kita bukanlah atlet nasional yang mampu membawa nama Indonesia di ajang dunia. Tapi kita adalah suporter, pecinta sepakbola Indonesia, ingin punya arti lebih bagi bangsa ini. Dengan bentuk dukungan terhadap klub dan Timnas, serta berperilaku sebagai suporter santun yang dewasa, sesuatu yang lebih dari cukup yang dapat kita lakukan. Ayo kawan, segera lakukan!<br />
<br />
Tidak sedikit suporter yang menyatakan bahwa HSN tidak cukup penting, tidak lebih sekadar seremonial belaka. Bahkan ada yang berkomentar bahwa suporter di Eropa yang tidak punya HSN pun mampu menjadi suporter yang benar-benar fanatik terhadap timnas-nya, walau sudah jadi rahasia umum kalau suporter Eropa tersebut banyak yang saling bermusuhan. Kalau sudah begini, apakah kita pesimis dengan kemajuan sepakbola nasional dan suporter nasional? Tentu tidak boleh patah arang dan putus asa, kita harus selektif contoh memilih mana yang sesuai dengan nurani kita. Harus semangat!!!<br />
<br />
Marilah kita saling berbenah… Agar Hari Suporter Nasional, Konferensi Suporter Sepakbola Nasional, dan Konferensi Sepakbola Nasional, dan segala yang berembel-embel Nasional tidak sia-sia digelar hanya untuk memuaskan kepentingan beberapa pihak saja. Walau tidak semua yang mengaku suporter mengetahui adanya Hari Suporter Nasional, bahkan memaknai arti dibalik peringatan tersebut, paling tidak ada harapan, momentum HSN dapat menjadi pengingat bahwa seberapa besar fanatisme terhadap tim kebanggaan, kita tidak akan lupa bahwa kita masih tetap satu Indonesia! Mewujudkan kebhinnekaan dalam wadah sepakbola Nasional!<br />
<br />
Harapan-harapan mengenai sepakbola Indonesia di masa yang akan datang akan tetap menjadi motivasi bagi sebagian warga negara Indonesia yang dengan bangga menyebut dirinya suporter. Sepakbola yang sportif dan profesional akan menjadi tontonan menyenangkan. Tanpa direcoki oleh tindakan-tindakan suporter yang provokatif dan memancing emosi, justru gelaran atraktif suporter di tribun stadion akan menambah semarak pertandingan sepakbola tanah air, tentu akan menjadi sebuah keasyikkan tersendiri. Dan suporter pun dapat dengan bangga berada di stadion, tidak hanya ketika mendukung Arema Indonesia, Persib Bandung, Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, Persipura Jayapura, dan klub-klub lain, tapi juga mendukung Tim Nasional Indonesia berlaga di ajang internasional!<br />
<br />
Jangan sampai even Piala Dunia yang begitu menyita perhatian membuat kita lupa bahwa hal yang lebih mendasar hampir kita lupakan, sesuatu yang berbau nasional, dan tidak jauh dari urusan bola juga. Inikah bentuk terkikisnya nasionalisme dalam diri kita? Atau wujud frustasi terhadap perkembangan sepakbola bangsa sendiri yang bisa dikatakan mati suri?<br />
<br />
Selamat Hari Suporter Nasional!<br />
Salam Satu Jiwa Suporter Indonesia!<br />
<br />
Terima kasih untuk Mbah Tarno, Ovic, Sam Hendrik, Sam Boim ‘Arema Parahyangan’, Sam Ayib, Teguh, Amien, Andi Viking, Adit, Ined, Sam Noviar, Sam Victor, Joe, dan Ain Ongisnade yang dengan murah hati mau berbagi pemikiran tentang Hari Suporter Nasional.<br />
<br />
<em>(marlitha_giofenni@yahoo.co.id) </em>LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-21434041540422867122010-10-26T22:55:00.000-07:002010-10-26T22:55:33.094-07:00Arema Parahyangan dan Pemain Arema Indonesia<em></em> Sesuai jadwal, Arema Indonesia menghadapi Persib Bandung pada putaran kedua babak delapan besar Piala Indonesia 2010 pada tanggal 22 Juli 2010. Tim Arema Indonesia telah sampai di Bandung dua hari sebelum jadwal pertandingan. <br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="375" src="http://farm5.static.flickr.com/4117/4820126559_f246dd4e06.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bersama Roman Chmelo</td></tr>
</tbody></table><span id="more-819"></span> Selasa siang itu sebuah pesan singkat datang dari salah satu nawak Aremania di Bandung yang memberikan informasi mengenai jadwal uji coba lapangan tim Arema Indonesia di Stadion Siliwangi pukul 15.30 dan menyebutkan Hotel Galeria Topas yang terletak di daerah Pasteur (Jl. Djunjunan) Bandung sebagai tempat menginap para punggawa Singo Edan.<br />
<br />
Sepulang magang, ayas menuju Stadion Siliwangi dan menemukan kondisi lapangan yang kurang layak untuk pertandingan selevel Piala Indonesia. Pukul 16.00 ayas tidak melihat sedikitpun tanda-tanda kedatangan pemain Arema Indonesia di sekitar stadion. Berhubung sejak mendapatkan pesan singkat itu ponsel ayas mati karena lowbat, ayas pun tidak dapat menghubungi siapapun untuk menanyakan kebenaran informasi tersebut. Petugas yang ada di kawasan stadion pun tidak mengetahui jadwal uji coba tim Arema Indonesia. Alhasil ayas memutuskan untuk pulang lagi menuju kawasan Cimahi sekitar satu jam menggunakan angkot.<br />
<br />
Ayas cukup kecewa karena harapan ayas bertemu dengan pemain-pemain idola tidak kesampaian. Sesampainya di kost, ayas menghubungi Sam Dhedhet (nawak Arema Parahyangan) untuk berangkat ke Hotel Topas. Ayas berpikir, bagaimanapun juga harus ada usaha lagi ketika usaha pertama gagal. Ternyata menurut informasi, sebenarnya pemain Arema Indonesia jadi uji coba lapangan sore itu, namun terambat datang dikarenakan terjebak macet.<br />
<br />
Sebelumnya, ayas minta maaf karena tidak bisa menyebarkan informasi kegiatan tim Arema Indonesia di Bandung via sms kepada nawak-nawak Aremania yang lain, karena ponsel ayas sedang error. Ayas hanya bisa menyebarkan via status Facebook saja. Mungkin ada pihak-pihak yang merasa kurang berkenan karena tidak mengetahui informasi ‘penting’ tersebut.<br />
<br />
Pukul 19.00 ayas dan Sam Dhedhet berada di pinggir jalan Hotel Topas, sambil melihat-lihat situasi hotel. Kemudian datang beberapa nawak-nawak Aremania menghampiri kami, karena melihat ayas memakai soak bergambar kepala singa yang sudah tidak asing lagi di pinggir jalan. Bergabunglah Sam Untung, Sam Victor, Sam Joe, Teh Niken (yang membuat artikel “Izinkan Saya Menjadi Aremanita”), Sam Kamto, salah seorang saudaranya, dan satu Aremania licek. Rupanya mereka juga mendapatkan informasi yang sama.<br />
<br />
Kemudian kami memasuki lobi hotel dan disambut oleh Sam Basuki, yang memang sudah standby sejak awal kedatangan tim Arema Indonesia di Bandung. Rupanya para pemain dan pelatih Robert Albert sedang makan malam di restoran hotel. Kamipun menunggu sambil berbincang ringan. Satu Aremania pun datang menyusul, yaitu Sam Deddy. Ketika mendengar sorak “Salam Satu Jiwa, Arema Indonesia” yang dilakukan pemain, kamipun bersiap-siap untuk menyambut mereka.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4139/4820126617_8a807c58e0.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Tanda Tangan Roman di Punggung</td></tr>
</tbody></table><br />
Pukul 19.36 satu per satu wajah-wajah yang selama ini bisa kami lihat dari layar televisi dan dari kejauhan saat di stadion, secara nyata ada di depan mata. Kami menyalami mereka yang malam itu kompak mengenakan soak tim warna biru, dan secara refleks meminta foto bersama dengan mereka, walaupun secara individu (tidak secara tim). Mereka kemudian menuju kamar masing-masing. Kami pun masih berada di lobi, menunggu sang Pelatih, Mr. Robert yang kebetulan masih melakukan santap malamnya. Sembari menunggu itu, kami melihat para pemain satu persatu keluar dari kamarnya, berjalan melaui koridor dan menuju lobi, mereka telah berganti pakaian menjadi lebih santai. Kesempatan itu pun kami manfaatkan untuk foto-foto lagi. Kami sempat menanyakan hendak kemana mereka pergi, dengan santai Roman menjawab bahwa dia akan shopping. Kebetulan Hotel Topas berdekatan dengan pusat perbelanjaan BTC (Bandung Trade Centre).<br />
<br />
Ketika Mr. Robert telah selesai makan malam. Kami pun mendekatinya untuk meminta berfoto bersama. Sam Victor dan Sam Joe saling meneriakkan kata-kata “COACH, WE LOVE YOU, STAY IN AREMA PLEASE…”<br />
Mr. Robert pun menjawab “I’M HERE BECAUSE I LOVE AREMA AND AREMANIA, BUT I DON’T LIKE …”. Jawaban yang menggantung itu cukup membuat kami merasa tersentak dan sedih secara tiba-tiba! Kami mendengar dari mulutnya sendiri. Sebagian dari kami hanya terdiam, tak tahu harus merespon dengan cara seperti apa. Terlalu nyata kelanjutan jawaban itu.<br />
<br />
Berhubung kedatangan kami ke Hotel Topas tersebut mendadak dan tidak direncanakan, tentunya kami pun tidak memikirkan harus membawa ‘senjata’ apa ketika bertemu punggawa-punggawa Singo Edan. Akhirnya Sam Victor mengajak ayas untuk membeli spidol yang akan digunakan untuk meminta tanda tangan. Kami berlari-lari di pinggir padatnya lalulintas Pasteur di malam hari sejauh kurang lebih 200 m untuk membeli spidol.<br />
<br />
Kemudian kami meminta tanda tangan kepada Mr. Robert, dengan begitu ramahnya beliau menanggapi permintaan kami. Sungguh terbukti bahwa beliau merupakan sosok yang ‘low profile’. Sangat menyenangkan berjabat tangan erat dengannya. Aura seorang pemimpin benar-benar keluar dari dalam jiwa pelatih kesayangan warga Ngalam tersebut. Kami membuktikannya malam itu. Sengaja ayas meminta beliau untuk membubuhkan tanda tangannya pada kerudung ayas!<br />
<br />
Kurnia Meiga, Piere Njanka, dan Ridhuan yang sedang duduk santai di beranda depan dengan senang hati mau membubuhkan tanda tangan mereka pada soak yang masing-masing dari kami kenakan. Ketika itu Piere Njanka sedang berkomunikasi via ponsel menggunakan bahasa asing-nya, namun tetap saja mau melayani permintaan tanda tangan.<br />
<br />
Malam itu para pemain yang bertemu dengan kami adalah Piere Njanka, Roman Chamelo, M. Ridhuan, Kurnia Meiga, Iswan Karim, Irfan Raditya, Benny Wahyudi, Zulkifli, Waluyo, Hermawan, Ronny Firmansyah, Ahmad Bustomi, Djalaludin Main, Alfarizi, Fakhruddin, Rahmad Afandi, dan Dendi Santoso. Sedangkan Noh Alamsah yang dikabarkan akan turut memperkuat tim akan datang menyusul.<br />
<br />
Kami yang merasa menjadi penggemar fanatik, tanpa segan meminta berfoto bersama mereka serta mendapatkan coretan dari tangan mereka untuk sebuah kenang-kenangan yang bernilai. Ibaratnya minta foto dan tanda tangan adalah wajib hukumnya bagi kami, sebuah prestise sebagai penggemar mendapat kenang-kenangan dari idolanya. Hal yang cukup wajar sebagai Aremania yang selalu mendukung mereka selaku pemain kesebelasan di lapangan.<br />
<br />
Sekitar pukul 21.00 pemain mulai kembali ke hotel, karena jam malam telah berlaku bagi mereka. Kami pun memilih berpindah ke depan hotel untuk menyambut pemain yang baru pulang dari jalan-jalan, dengan lagi-lagi meminta berfoto dan tanda tangan tentunya.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4082/4825296057_c9e4319fdf.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bersama Robert Albert di Lapangan Brigif Cimahi</td></tr>
</tbody></table><br />
Arema Parahyangan mengobrol dan saling berkomentar tentang ‘pahlawan’ Bumi Arema tersebut, saling bercerita bahwa sebagian besar dari kami baru kali pertama mengalami situasi seperti malam itu. Berada dalam jarak yang sangat dekat dengan pemain sepakbola yang ketenarannya menyamai selebritis maupun politisi tersebut membuat perasaan kami berbunga-bunga, bahkan kaki ayas terasa lemas, dan sensasi merinding pun beberapa kali terjadi. Begitulah hebatnya bertemu idola.<br />
<br />
Ayas merasa sangat beruntung hari itu. Awalnya ayas gagal melihat mereka latihan, membuat ayas setengah kecewa, kemudian tergantikan dengan kesuksesan bertemu mereka. Butuh usaha ekstra setelah usaha pertama gagal. Pukul 21.30 kami memutuskan untuk pulang ke tempat masing-masing dengan hati yang begitu riang.<br />
<br />
Keesokan harinya, Rabu, kami mendapatkan informasi tempat latihan tim Singo Edan di Lapangan Brigif Cimahi. Kabar lain dari nawak-nawak di Malang, foto dan berita mengenai Arema Parahyangan dimuat pada salah satu harian surat kabar terkemuka di Malang. Pukul 15.30, ayas datang sendiri ke lokasi yang terletak di kawasan komplek militer tersebut. Sudah ada Sam Basuki yang duduk di tenda komando. Kemudian satu persatu nawak-nawak Arema Parahyangan berdatangan. Sekitar 15 nawak Arema Parahyangan melihat langsung acara latihan mereka. Dengan asyik kami memperhatikan mereka dari pinggir gawang, tak lupa kamera mengabadikan aksi mereka sore itu. Terlihat santai dan begitu akrab, pemain berlatih sambil sesekali saling melemparkan guyonan. Beberapa kali diantara kami meneriakkan dukungan kepada pemain yang sedang melakukan latihan.<br />
<br />
Sore itu rupanya Along sudah bergabung dengan Skuad Singo Edan, beberapa kali Along menerjemahkan instruksi dari Mr. Robert. Namun dalam sesie latihan tersebut tidak tampak M. Ridhuan di antara mereka. Pukul 17.00 mereka mengakhiri latihan dengan sorakan penutup yang sama dengan pembuka, “Salam Satu Jiwa, Arema Indonesia!”. Kemudian mereka langsung menuju Bus Damri AC berplat kuning yang menjadi alat transportasi mereka selama di Bandung. Lagi-lagi Mr. Robert yang berjalan paling akhir bersedia memenuhi permintaan foto bersama dari kami.<br />
<br />
Doa tulus menyertai mereka, semoga hari berikutnya mereka dapat menunjukkan performa terbaik di kandang Maung Bandung. Tempat pertandingan yang sedianya dilakukan di Stadion Siliwangi, dipindah ke Stadion Si Jalak Harupat Soreang Kabupaten Bandung.<br />
<br />
Entah, malam sebelumnya kami bermimpi apa, dapat bertemu langsung, berjabat tangan, berfoto, meminta tanda tangan, dan sedikit mengobrol dengan tim Arema Indonesia. Yang membuat spesial adalah itu semua kami dapatkan di Bandung. Belum tentu di Malang kami dapat merasakan pengalaman menyenangkan tersebut. Semua itu akan kami kenang dalam perjalanan kami sebagai Aremania di Tanah Sunda, Arema Parahyangan.<br />
<br />
Apa yang kami lakukan tersebut merupakan wujud dukungan nawak-nawak Aremania di Bandung terhadap tim Arema Indonesia secara nyata. Ya, di Bandung ada Aremania yang tak kalah fanatik dengan di Bumi Arema sendiri maupun kota-kota lain. Semoga hal-hal yang Arema Parahyangan lakukan dapat menjadi sebuah bukti bahwa kami ada. Selayaknya nawak-nawak Aremania, khususnya di Stadion Kanjuruhan juga menyadari keberadaan kami yang berada di daerah ‘abu-abu’ ini untuk dijadikan pengendali agar tidak meneriakkan yel-yel rasis terhadap klub lain sesama biru yang kebetulan bermarkas di Bandung. Karena sebenarnya, Arema Parahyangan di Bandung pun telah sedikit demi sedikit bermediasi dengan Bobotoh. Mohon dukungan dari nawak-nawak Aremania yang lain.<br />
<br />
<em>Salam Satu Jiwa</em><br />
(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-60514098105679888822010-10-26T22:49:00.000-07:002010-10-26T22:49:25.957-07:00KA Malabar, Romantisme Aremania - BobotohKereta Api Malabar, yang mengabadikan secara akronim kedua nama kota yaitu Malang dan Bandung, adalah sebuah inspirasi tersendiri bagi nawak-nawak Aremania di Bandung yang tergabung dalam Arema Parahyangan. Sejarahnya, KA Malabar yang mulai beroperasi sejak 30 April 2010 lalu, merupakan bekas KA Parahyangan yang berhenti beroperasi pada tanggal 27 April 2010 karena dianggap sudah tidak menguntungkan lagi. <span id="more-835"></span> <br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="408" src="http://farm5.static.flickr.com/4126/4844713697_da053d2e70.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kereta Api Malabar</td></tr>
</tbody></table><br />
KA Malabar yang melayani jalur Malang – Bandung, merupakan rangkaian kereta unik, dengan 2 gerbong eksekutif, 3 gerbong bisnis, dan 2 gerbong ekonomi. Jadwal keberangkatan dari Stasiun Bandung setiap pukul 15.30 WIB dan tiba di Stasiun Malang pukul 8.11 WIB. Dari Stasiun Malang berangkat pukul 13.30 WIB dan tiba di Stasiun Bandung pukul 08.37 WIB.<br />
<br />
KA Malabar menjadi simbol hubungan kedua kota yang mempunyai keterikatan emosi yang cukup kuat dengan Arema Parahyangan. Malang sebagai kota kelahiran, tempat asal, dan kampung halaman, sedangkan Bandung adalah tempat untuk menimba ilmu, mencari rejeki, dan melanjutkan hidup. Menempuh perjalanan darat selama 17 jam, dengan ongkos murah, dan kenyamanan yang tidak kalah dengan transportasi lain, membuat KA Malabar menjadi pilihan untuk mencapai Malang dari Bandung, dan begitu pula sebaliknya.<br />
Menjadi Aremania di basis Bobotoh, sebuah hal unik yang menjadi salah satu kebanggaan kami sebagai Aremania perantauan. Kami dapat hidup berdampingan dengan Bobotoh yang seolah-olah dilahirkan memang untuk menjadi pendukung fanatik Maung Bandung. Tak kalah fanatiknya dengan gnaro Ngalam yang juga menjadi pembela setia Singo Edan.<br />
<br />
Namun dengan segala isu yang berkembang akhir-akhir ini, membuat kami sedikit banyak merasa tidak nyaman. Ketidaktentraman tersebut menyusul akibat kurang harmonisnya kedua suporter yang dahulunya tidak punya sejarah pertikaian sama sekali. Sejak awal kompetisi musim 2009/2010, dengan segala argumentasi siapa yang memulai kemelut terlebih dahulu, tentu masing-masing pihak merasa bahwa kubunya-lah yang menjadi korban oleh pihak satunya. Apabila hal ini terus-menerus diungkit-ungkit hanya untuk mencari kambing hitam, maka tidak akan ada penyelesainnya, justru kemelutlah yang semakin meruncing.<br />
<br />
Mungkin KA Malabar belum dapat menyaingi ketenaran KA Matarmaja yang beberapa kali menjadi sejarah sebagai sarana transportasi perjuangan Aremania mendukung tim kebanggaan Arema Indonesia dalam laga kandang di ibu kota dan kota-kota lain di Pulau Jawa. Namun, besar harapan agar KA Malabar dapat menghubungkan kedua suporter biru berbeda kota tersebut. KA Malabar mampu menjadi kereta cinta penuh perdamaian untuk Aremania dan Bobotoh.<br />
<br />
Berakhirnya musim kompetisi 2009/2010 ini, tak membuat dinamisasi kedua suporter terhenti. Baik secara individu maupun kelompok, Arema Parahyangan melakukan pendekatan-pendekatan kepada Bobotoh, pun sebaliknya. Keberadaan Arema Parahyangan yang semakin solid di Bandung telah diketahui oleh Bobotoh, tepatnya beberapa pentolan Viking Persib Club. Respon mereka pun cukup hangat mengetahui bahwa di daerahnya terdapat sekumpulan Aremania, pendukung setia Arema Indonesia. Aremania di Bandung telah bergerak, lalu bagaimana dengan nawak-nawak di Ngalam khususnya?<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4124/4844713991_6063baff17.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Arema Parahyangan Bersama Pemain Arema Indonesia di Bandung</td></tr>
</tbody></table><br />
Terlepas dari kedekatan masing-masing suporter biru dengan suporter warna lain, sehingga hampir terlihat menjadi dua blok yang saling berseberangan. Hendaknya kedua suporter biru ini menjadi peredam segala kemelut, bukan semakin memperparah keadaan. Permasalahan dengan suporter lain cukup menjadi masalah satu suporter saja. Dalam hal ini bukan berarti kami menyetujui permusuhan antar suporter! Hanya untuk meminimalisir gesekan dengan suporter yang sebelumnya tidak punya sejarah permusuhan, Aremania dan Bobotoh misalnya. Kultur kedua suporter biru yang hampir sama hendaknya menjadi pemersatu di atas segala perbedaan.<br />
<br />
Segala kesalahpahaman yang pernah terjadi ketika laga di Malang, maupun dalam tour Jakarta (30 Mei 2010) tidak secara serta merta dilakukan oleh masing-masing suporter. Kurangnya komunikasi dan kesan ‘membiarkan’ gesekan-gesekan kecil di kalangan grass root ini menyebabkan sebuah trauma yang cukup sulit dihilangkan bagi suporter. Sehingga butuh waktu dan usaha keras untuk benar-benar menjadikan hubungan Aremania – Bobotoh seperti sedia kala, yang guyub, rukun dan harmonis!<br />
<br />
Secara pribadi Arema Parahyangan cukup jengah dengan yel-yel rasis yang terjadi pada tanggal 18 Juli 2010 saat penayangan langsung pertandingan 8 besar Piala Indonesia antara Arema Indonesia dan Persib Bandung di Stadion Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. Kami menyesalkan nyanyian yang jelas-jelas didengarkan oleh Bobotoh (dalam hal ini Viking). Mungkin hal tersebut cukup biasa sebagai dinamisasi suporter di lapangan, namun bagi Arema Parahyangan yang cukup ‘baik-baik saja’ selama hidup berdampingan dengan Bobotoh, ikut merasakan tersentil dengan yel-yel tersebut. Kami tahu, paling tidak ada pihak-pihak yang merasa tersakiti. Sama halnya dengan kami yang juga merasa sama tersakiti kala mendengar rasisme di Stadion Siliwangi maupun Stadion Si Jalak Harupat. Lalu sampai kapan tindakan yang ‘terlalu kreatif’ ini akan berlanjut?<br />
<br />
Ketika Arema Indonesia memenangkan pertandingan dalam leg pertama tersebut, beberapa Bobotoh mengucapkan selamat kepada kami. Kami membalasnya dengan ucapan minta maaf atas ulah nawak-nawak di stadion. Toh, pada kenyataannya hubungan Aremania – Bobotoh di Bandung masih dalam kondisi bersahabat. Walau ada saja yang anarkis secara verbal terhadap kami, itu pun kami yakin bahwa yang berbuat seperti itu adalah suporter yang tidak dewasa, dan tidak mengenal kami secara personal. Pada intinya, kami dapat hidup berdampingan dengan Bobotoh, di Bandung, kota mereka.<br />
<br />
Semoga dengan dibukanya akses Malang – Bandung secara langsung dengan KA Malabar ini menjadi babak baru dimulainya pendewasaan suporter. Aremania dapat berkunjung ke Bandung, begitu pula Bobotoh dapat leluasa mengunjungi Aremania, ketika tidak sedang bertanding sekalipun!<br />
<br />
Mohon nawak-nawak Aremania dimanapun berada dapat merespon tulisan berdasarkan kondisi nyata ini, sebagai upaya perdamaian antar Aremania dan Bobotoh. Jangan sampai kedua suporter ini menjadi korban propaganda pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.<br />
<br />
Ingat, kita adalah suporter, bukan gangster! Jabat Erat, Kabeh Dulur!<br />
Terima Kasih untuk PT Kereta Api!<br />
<br />
<em>Salam Satu Jiwa!</em><br />
(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)<br />
<br />
NB: Terima kasih untuk rekan-rekan Viking yang telah menerima kedatangan ayas sebagai Aremanita secara welcome pada tanggal 17 Juli 2010, bertepatan dengan Hari Jadi Viking Persib Club ke-17.LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-47240038790681224682010-10-26T22:38:00.000-07:002010-10-26T22:38:38.482-07:00Surat Untuk Sam Yuli SumpilTanggal 1 Agustus, ayas dan beberapa nawak2 Arema Parahyangan berkesempatan ke Solo menyaksikan Final Piala Indonesia. Kami menitipkan surat kepada salah satu Aremania yang kami percaya untuk menyampaikannya kepada Sam Yuli Sumpil selaku dirigen Aremania.<br />
Semoga surat tersebut dapat dipublikasikan. Kami belum tahu apakah surat tersebut sampai dan dibaca oleh Sam Yuli apa belum, karena kami terkendala masalah komunikasi dengan Aremania yang kami titipi surat tersebut. <span id="more-881"></span> <div style="text-align: right;">Bandung, 31 Juli 2010<br />
Yth.<br />
Dirigen Aremania<br />
Sam Yuli Sumpil</div><em><br />
</em><br />
<blockquote><blockquote><em> Salam Satu Jiwa!</em></blockquote>Apa kabar Sam? Semoga Sam Yuli selalu dalam keadaan sehat dan tetap bersemangat memandu nawak-nawak di Stadion. Sebelumnya, perkenalkan kami adalah Arema Parahyangan, paguyuban gnaro-gnaro Ngalam di Bandung, tentunya Aremania telah identik dengan jiwa kami. </blockquote><blockquote>Seperti Aremania perantauan di kota-kota lain, disini kami pun selalu membawa semangat Singo Edan. Walaupun Bandung tak seramah dulu bagi Aremania. Kita sama-sama tahu bahwa kemelut Aremania – Viking yang akhir-akhir ini terjadi adalah faktor yang membuat situasi menjadi kurang harmonis. Namun, sebelumnya tidak ada sejarah pertikaian kedua suporter biru tersebut. Gesekan yang pernah terjadi lebih ditimbulkan karena masing-masing dari kedua suporter berkubu dengan suporter lain (Bonek dan The Jakmania). </blockquote><blockquote>Kembali ke persoalan, salah satu bukti nyata kemelut Aremania – Viking dapat dilihat dari yel-yel rasisme di Stadion yang dinyanyikan oleh kedua suporter. Bagaimanapun juga di Stadion itulah bentuk representasi hubungan keduanya, sehingga terkesan bermusuhan. Padahal </blockquote><blockquote>kenyataannya, tidak semua suporter setuju dengan hal itu, contohnya kami, Arema Parahyangan.<br />
Saat ini, kami mulai solid dan serius menjadikan Arema Parahyangan sebagai bentuk eksistensi Aremania di Bandung, berbagai rencana telah kami susun. Salah satunya adalah mengadakan pendekatan dengan pihak Viking. Beberapa anggota kami telah bertemu dan berkomunikasi secara intens kepada pihak Viking, mereka pun telah mengetahui bahwa di Bandung ada Arema Parahyangan, yang merupakan bagian dari Aremania, mereka menyambut baik niat kami tersebut. Bagaimanapun juga kami adalah pendatang di tanah mereka, sehingga kami merasa perlu untuk kulo nuwun terlebih dahulu. </blockquote><blockquote>Keberanian kami menunjukkan jati diri sebagai Aremania di Bandung semakin mendapat angin segar dengan dukungan dari Bobotoh (Viking khususnya) yang cukup akrab dengan kami.<br />
Kami bermaksud meminta dukungan dari Sam Yuli, selaku dirigen Aremania yang notabene telah menjadi leader Aremania di Stadion. Kami memohon dengan sangat untuk menghilangkan yel-yel rasis, khususnya yang ditujukan kepada Viking. Karena hal itu akan berdampak bagi hubungan Aremania – Viking, dan bagi kami Aremania yang secara nyata hidup berdampingan dengan Viking di Bandung. Kami merasa sungkan apabila di televisi terdengar rasisme ketika pertandingan kepada Viking, padahal dalam pertandingan tersebut Arema Indonesia tidak sedang melawan Persib Bandung. Kami sering merasa malu dan minta maaf kepada mereka.<br />
Tidak semua Viking seperti Ayi Beutik yang mungkin telah terkontaminasi suporter lain. Masih ada Viking yang menghargai Aremania, kami sering bertukar pikiran, saling menyapa ala suporter ketika bertemu. Sesungguhnya hal seperti itu sangat menentramkan, daripada saling mengejek secara rasis, anarkis secara verbal. </blockquote><blockquote>Kami sadar, bahwa harga diri Aremania telah diinjak-injak melalui yel-yel Viking yang pernah dinyanyikan, kami juga merasa sedih. Namun terlepas dari kejadian-kejadian yang telah terjadi baik gesekan secara langsung maupun tidak langsung, kami berharap semua pihak dapat introspeksi diri menjadi suporter yang lebih santun. Karena masalah di lapangan dapat berimbas kepada kehidupan nyata. </blockquote><blockquote>Tidak jarang kami mendapat cacian yang kurang enak di dengar karena identitas kami sebagai Aremania (memakai atribut). Padahal dimanapun berada kami selalu membanggakan diri sebagai Kera Ngalam yang berjiwa Singo Edan. Apakah kami harus rela diejek dan dihina ketika menunjukkan eksistensi kami sebagai Aremania? </blockquote><blockquote>Tapi secara keseluruhan kami masih dapat hidup berdampingan dengan cukup nyaman bersama Bobotoh (Viking khususnya). Jangan sampai apa yang terjadi di Stadion, dalam hal ini segala bentuk rasisme terhadap suporter lain, berdampak bagi dulur-dulur Aremania di perantuan, di Bandung misalnya. Mohon kiranya Sam Yuli dapat mengerti hal ini. Terima kasih atas perhatiannya.</blockquote><blockquote>Arema tidak kemana-mana tapi dimana-mana!</blockquote>LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-61232600797196827362010-10-26T22:29:00.000-07:002010-10-26T22:29:18.531-07:00Tour Solo Arema ParahyanganKetika Arema Indonesia memastikan diri melangkah di Final Piala Indonesia 2010, Arema Parahyangan yang mengadakan nobar tanggal 28 Juli 2010 di GOR Pasadena Regency Caringin Bandung langsung berniat mengadakan Tour ke Solo, tempat berlangsungnya pertandingan terakhir even tahunan tersebut digelar. <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="Aremania" height="375" src="http://farm5.static.flickr.com/4102/4874098782_b326a4ca59.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bendera Aremania Bandung di Sentle Ban Stadion Manahan</td></tr>
</tbody></table>Besoknya, tersebar informasi rencana tour ke Solo kepada anggota. Hingga sehari sebelum keberangkatan, hanya sedikit yang berminat untuk turut hadir di Stadion Manahan. Tentunya bukan karena kurang loyalnya Aremania di Bandung, namun pertimbangan jarak dan waktu tempuh Bandung – Solo sehingga dikhawatirkan menganggu aktivitas keseharian nawak-nawak yang sebagian besar mempunyai tanggung jawab di tempat kerja. Apalagi final tersebut rencananya dilaksanakan malam hari.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img border="0" height="320" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash2/hs120.ash2/39338_1466444074612_1638848087_1125273_513641_n.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" width="122" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Full Attribute</td></tr>
</tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash2/hs120.ash2/39338_1466444074612_1638848087_1125273_513641_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"></a></div>Sempat terdengar kabar pembatalan keberangkatan Arema Parahyangan di acara bergengsi tersebut karena kurangnya minat anggota. Namun ada beberapa nawak-nawak yang tetap keukeuh ingin menyaksikan secara langsung bagaimana punggawa-punggawa Singo Edan berlaga sekaligus keinginan untuk menjadi duta Arema Parahyangan di tengah-tengah Aremania yang berkumpul dari penjuru kota-kota di Indonesia. Dengan beberapa koordinasi dan lobi disana-sini, akhirnya ayas, Sam Deddy, Sam Victor, Sam Dody, Sam Joe, dan Sam Nanang sepakat nekat berangkat.<br />
<br />
Setelah berkoordinasi dengan gnaro-gnaro yang dituakan, kami akhirnya mendapat restu dari Ketua dan Pengurus-Pengurus Arema Parahyangan (ArPar) yang lain. Kami sepakat menyewa libom demi efisiensi waktu, walaupun dengan biaya yang cukup nayamul tapi kami optimis untuk berangkat.<br />
<br />
Kami janjian berkumpul di rumah nawak ArPar di daerah Caringin pukul 19.00. Namun sampai pukul 23.00 kami belum berangkat juga. Berita buruknya, libom yang sedianya kami sewa ternyata mengalami kecelakaan dan belum mendapat ganti. Sehingga kami menumpang libom-nya Pak Yono (Wakil Ketua ArPar) bersama Pak Andik (Ketua ArPar) yang juga berniat berangkat ke Solo, sambil menunggu libom pengganti.<br />
<br />
Di daerah Kiara Condong, rupanya kami sudah ditunggu selama setengah jam oleh Sam Khoirul yang memiliki bendera Aremania Bandung, kira-kira lebarnya 5 x 3 meter yang akan kami bawa serta ke Solo sebagai identitas. Kemudian kami mampir lagi ke rumah Sam Basuki di daerah Ujung Berung untuk mengambil ‘uang pesangon’ dari donator. Begitulah totalitas dan loyalitas keluarga besar Arema Parahyangan di Bandung, walaupun tidak bisa hadir langsung di Stadion, tapi nawak-nawak tersebut memiliki kepedulian bagi duta-duta ArPar yang pergi ke Solo.<br />
<br />
Sampai di Cibiru, daerah paling timur Kota Bandung, libom dari rental datang bersama seorang sopir dari daerah Lembang. Pak Yono, Pak Andik, Sam Deddy, dan Sam Nanang berada di libom yang satu, sedangkan Ayas, Sam Joe, Sam Dody, Sam Victor dan Sopir berada di libom sewaan. Pembagian ini berdasarkan siapa saja yang bisa menyetir libom, sehingga dapat bergantian. Kami pun meninggalkan kota Bandung tepat tengah malam, menempuh jalur Selatan, menuju Solo.<br />
<br />
Pukul 04.30 kami mampir di SPBU di daerah Cilacap. Pukul 09.00 kami sampai di daerah Yogyakarta, dengan acara ‘nyasar’ terlebih dahulu. Itulah akibat kalau Dora tidak dibawa touring, kami jadi tidak punya peta sebagai pedoman! J Kami mampir di sebuah rumah makan untuk mengisi energi dan menyempatkan untuk membersihkan diri. Ketika akan melanjutkan perjalanan, kami memasang atribut Arema di kap depan libom dan menggantungkan syal di kaca spion.<br />
<br />
Pukul 11.30 kami sampai di daerah Solo, di sana kami mampir ke rumah kakaknya Pak Yono. Kami disambut dengan baik oleh tuan rumah dan dipersilahkan istirahat. Melihat tikar terhampar di ruang tamu dan beberapa bantal di atasnya membuat sam-sam tak kuat untuk tidak merebahkan diri. Akhirnya bagaikan ikan pindang berjajar, nawak-nawak pun dengan cepat berlayar di negeri kapuk J. Kami pun mendapat jamuan makan siang yang luar biasa mantap, sajian urap-urap, menu yang kami rindukan. Terima kasih untuk keluarga Kakaknya Pak Yono. Sebuah perjalanan yang menambah saudara.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img border="0" height="240" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs904.snc4/71739_1616942234324_1559427739_1555311_5278705_n.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" width="320" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bendera Aremania Bandung di Patung Manahan</td></tr>
</tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs904.snc4/71739_1616942234324_1559427739_1555311_5278705_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"></a></div>Pukul 13.00 kami menuju Stadion Manahan yang ditempuh dalam waktu 15 menit dari kediaman Kakaknya Pak Yono tersebut. Tanpa perlu susah payah, akhirnya kami memasuki area Stadion. Sam Joe yang siang itu didaulat menjadi sopir tidak segera memarkir libom, kami justru berputar-putar di area stadion, diakui atau tidak kami ingin ‘memamerkan Plat D’. Kami ingin nawak-nawak mengetahui kehadiran Aremania dari Bandung. Di Bandung, ada Aremania yang eksis. Selanjutnya kami pun menenteng bendera identitas yang tidak ringan, untuk diabadikan bersama Patung Manahan yang menjadi icon Stadion kebanggaan Pasoepati tersebut.<br />
<br />
Kemudian kami berkeliling stadion, membeli merchandise, dan mencari tiket. Untuk urusan tiket, kami terpaksa membeli tiket ekonomi dengan harga Rp 45.000,00. Jangan salahkan kami yang menjadi ladang subur bagi calo tiket yang tidak sedikit itu, karena kekhawatiran kehabisan tiket tentunya. Rupanya mafia calo tiket ini membuat suporter yang begitu loyal tak kuasa untuk mengatakan tidak! Berapapun harganya akan kami bayar juga, demi sebuah perjalanan yang tidak dekat dan demi totalitas terhadap Arema Indonesia. Rasanya ingin memberi umpatan kepada calo tiket tersebut, yang dengan begitu sadisnya merampok suporter loyal.<br />
<br />
Selanjutnya, kami mengobrol dengan beberapa Aremania yang kebetulan dikenal oleh Pak Andik, dan rupanya ada salah satu dedengkot Aremania Ngalam di antara mereka. Kepada Aremania tersebut kami menceritakan eksistensi Arema Parahyangan dan bagaimana hubungan kami dengan Bobotoh, khususnya Viking. Kepada Aremania tersebut ayas mempercayakan surat yang kami tujukan kepada Sam Yuli Sumpil, meminta dukungan perdamaian Aremania – Bobotoh. Semoga surat tersebut dapat sampai ke tangan Sam Yuli dan dapat terealisasi, demi terwujudnya slogan yang dahulu sempat dikoar-koarkan, yaitu No Racism! Semoga hal kecil yang kami lakukan dapat menjadi sebuah usaha ikhlas untuk ‘kemerdekaan’ berkespresi kami. Dan sebuah bukti bahwa kami tidak tinggal diam dan menerima begitu saja dengan kemelut antar suporter yang terjadi.<br />
<br />
Pukul 16.30 kami memasuki stadion. Menonton laga eksebisi antara Polda Jateng vs Persis Solo, menjadi sebuah hiburan tersendiri sebelum laga sebenarnya. Nawak-nawak ArPar tak mau ketinggalan turut memasang bendera identitas Aremania Bandung di sentle ban sebelah selatan, tepat di depan suporter Persis Solo, Pasoepati, yang kebetulan menjadi tuan rumah. Sebelum kick off pukul 20.00, kami memulai pemanasan dengan yel-yel seperti biasa, dan menyanyikan dengan hikmat lagu kebangsaan Indonesia Raya.<br />
Seperti yang nawak-nawak ketahui, pertandingan berlangsung dengan cukup panas. Aremania yang biasanya selalu bersemangat menyerukan yel-yel dukungan, malam itu lebih banyak terdiam menyaksikan laga pembuktian siapa yang terbaik di ajang Piala Indonesia. Keputusan wasit (menurut Aremania) yang berpihak menimbulkan emosi Aremania menjadi sedikit ‘liar’. Muncullah kalimat rasis untuk wasit.<br />
<br />
Kurangsigapnya pihak kepolisian yang membiarkan penonton tanpa tiket memasuki stadion sebe<br />
lah timur secara paksa juga turut menambah kecewa kami. Bahkan saking banyaknya penonton, hingga meluber ke daerah sentle ban, yang seyogyanya steril dari penonton, membuat beberapa bendera Aremania terinjak-injak.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="Aremania" height="375" src="http://farm5.static.flickr.com/4140/4873489673_30a076d763.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Arema Parahyangan di tribun penonton</td></tr>
</tbody></table><br />
Jeda pertandingan selama satu jam yang terjadi, membuat Aremania yang memadati Stadion Manahan menjadi bertanya-tanya. Beberapa kali kami berkomunikasi dengan nawak-nawak ArPar yang sedang nobar untuk mengetahui tayangan di televisi, dan yang di Bandung pun ingin mengetahui kondisi kami. Sembari menunggu pertandingan dilanjutkan, kami pun beryel-yel “Kami Arema. Salam Satu Jiwa. di Indonesia, ‘kan s’lalu ada. S’lalu bersama, untuk kemenangan. Kami Arema.” berkali-kali dengan bervariasi gerakan. Satu hal yang mungkin tidak diketahui oleh nawak-nawak Aremania korwil TV adalah ketika jeda tersebut, berterbanglah beberapa balon entah hasil kreativitas siapa itu yang cukup suasana sedikit riang, karena balon tersebut menurut beberapa Aremania berasal dari alat kontrasepsi. Cukup membuat ayas tertawa geli, ada-ada saja.<br />
<br />
Ketika Sriwijaya FC berhasil memecah skor menjadi 1 – 0, secara tiba-tiba kekhawatiran menyelimuti hati Aremania. Sayangnya ada pihak-pihak yang tidak dewasa, melempari suporter Sriwijaya ketika mereka beryel-yel merayakan keunggulan kedudukan tersebut. Aksi M. Ridhuan membobol pertahanan Hendro Kartiko membuat Aremania kembali ceria, itulah tim bermental juara, begitulah pendapat kami. Namun ketika skor akhir menjadi 2 – 1, sampai berakhirnya babak tambahan waktu, cukup membuat kami kecewa.<br />
Ayas yang duduk di tribun timur paling depan, sempat hampir mendapatkan lemparan botol air mineral dari arah atas. Tak ayas pungkiri, itu ulah Aremania sendiri yang kurang bisa mengontrol diri. Aksi pembakaran banner pun juga terjadi, suatu tindakan anarkis! Ayas hanya bisa memeluk dua boneka singa berwarna biru milik Sam Victor dan Sam Joe yang sejak pertama ayas bawa. Ayas hanya diam, tercekat melihat kebrutalan nawak-nawak. Ayas mengerti bagaimana begitu kecewanya kami. Kecewa pada siapakah? Pada pemain yang tidak bisa bermain sportifkah? Pada kepemimpinan wasitkah? Pada polisi-polisi yang sedang berjagakah? Pada nawak suporter Aremania sendirikah? Atau pada keadaan?<br />
<br />
Arema Parahyangan sengaja menyaksikan dari kejauhan prosesi penganugerahan gelar kepada jawara-jawara Piala Indonesia 2010. Kami menjadi yang terakhir turun dari tribun timur. Runner-up, patut disyukuri. Mungkin tidak ada yang tahu, bahwa pada pertandingan itu kami mengajak serta orang Bandung asli menonton langsung di Stadion Manahan. Ya, Pak Sopir kami cukup anteng duduk diantara Aremania, dan komentarnya bahwa permainan Arema Indonesia malam itu sesungguhnya bagus, membuat kami sedikit terhibur.<br />
<br />
Tengah malam kami meninggalkan Stadion Manahan. Menuju sebuah warung untuk nakam, sambil terus mendiskusikan jalannya pertandingan yang cukup melelahkan malam itu. Selanjutnya kami berputar-putar di kota tersebut, mencari rute perjalanan. Jalur Pantura pilihan kami. Ayas menawarkan diri menjadi navigator, membantu Sam Joe yang kebagian piket menjadi sopir, membaca penunjuk jalan arah kota tujuan kami. Sedangkan Sam Deddy yang rupanya tidak tega membiarkan kami terjaga sendirian, ikut mengobrol. Secara tak sadar ayas pun terlelap…<br />
<br />
Kami sampai di Kota Kembang, Bandung sekitar pukul 09.00. Jauh melenceng dari perkiraan kami sebelumnya. Rasa lelah dan kecewa yang begitu terasa membuat kami tak banyak bicara selama perjalanan pulang. Terpaksa kami pun membolos dari aktivitas masing-masing. Sebuah loyalitas yang harus dibayar mahal tentunya!<br />
<br />
Berbagai pemberitaan mengenai pindahnya pemain dan pelatih pun turut membuat hati nawak-nawak menjadi gusar! Pemain dan pelatih bisa saja kontraknya berakahir, namun kami sebagai Aremania merasa telah dikontrak seumur hidup untuk menjadi pendukung Singo Edan, klub kebanggaan kami Arema Indonesia!!! Walau tak menjadi jawara sekalipun!<br />
<br />
Tetap bangga menjadi Aremania dan selalu mendukung Arema Indonesia…<br />
<br />
Salam Satu Jiwa<br />
<em>(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)</em>LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-68629360730714828632010-10-26T22:09:00.000-07:002010-10-26T22:10:03.226-07:00Polling Perdamaian Aremania-Viking oleh BobotohSeminggu menjelang pertandingan delapan besar Piala Indonesia, antara Arema Indonesia dan Persib Bandung, saya chatting dengan salah satu teman via Facebook. Teman saya tersebut adalah seorang Bobotoh, yang kebetulan mengenal saya setelah membaca salah satu artikel yang dimuat oleh redaksi ongisnade.net yaitu “Pembuktian One Soul One Blue”.<br />
<br />
<span id="more-961"></span> <br />
Dia memberitahu saya salah satu grup di Fb yang berjudul “SMS-KABEHDULUR (share ti bobotoh ka bobotoh sa’alam dunya)”. Salah satu programnya adalah mengirim sms secara massal kepada anggota yang telah registrasi melalui ponsel. Sms yang dikirim berisi informasi mengenai Persib Bandung dan Bobotoh. Salah satu yang membuat saya tertarik adalah adanya sebuah polling tentang tanggapan Bobotoh mengenai Aremania – Viking yang dilakukan sekitar akhir Juni 2010 melalui sms-centre tersebut.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="390" src="http://ongisnade.files.wordpress.com/2010/09/polling-viking-aremania.gif" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="460" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Hasil Polling</td></tr>
</tbody></table><br />
Hasil polling merupakan gambaran bagaimana sikap Bobotoh dengan pertanyaan yang diajukan yaitu “Setujukah dulur-dulur (Bobotoh) Viking – Aremania berdamai?”. Polling tersebut murni diikuti oleh Bobotoh yang tersebar di Jawa Barat. Koresponden yang mengikuti polling hanya dapat mengirimkan jawaban satu kali saja, karena software akan menolak secara otomatis apabila koresponden mengirimkan hasil jawaban lebih dari satu kali. Polling ini bukan rekayasa atau polling fiktif.<br />
<br />
Terlepas dari pro-kontra mengenai permasalahan ini, sepatutnya kita memberi apresiasi terhadap pergerakan rekan-rekan Viking yang mempunyai itikad baik untuk memperbaiki hubungan kedua supporter. Usaha seperti ini akan mubazir apabila tidak ada usaha terus-menerus dari kedua belah pihak untuk benar-benar memperbaiki hubungan seperti sedia kala. Dibutuhkan pendewasaan ekstra memang, bagaimana melupakan segala sakit hati atas peristiwa pahit yang telah terjadi.<br />
<br />
Propaganda perdamaian seperti ini semata-mata ingin menepis anggapan khalayak ramai bahwa suporter itu anarkis. Tidak! Justru jauh lebih banyak suporter yang menjunjung tinggi perdamaian dan tidak setuju dengan kemelut, gesekan, dan permusuhan antar suporter. Suporter memang bukan individu berkepala sama, tidak mudah memang menyadarkan pihak-pihak yang tidak sportif mendukung sebagai suporter. Namun selama masih ada suporter cinta damai, rasanya bukan tidak mungkin optimisme terwujudnya sepakbola nasional yang kondusif bisa terwujud.<br />
<br />
Semoga menjadi sarana introspeksi diri bagi semua yang mengaku ‘suporter sejati’. Suporter sejati, mendukung dengan hati, bukan menomorsatukan emosi.<br />
<br />
<i>Salam Satu Jiwa!!!</i><br />
<br />
<i>(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)</i>LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-10703836069801983572010-10-26T22:03:00.000-07:002010-10-26T22:05:11.203-07:00Aremania, Simbol Persaudaraan EratLibur puasa dan lebaran tahun ini merupakan sebuah “Tour ‘de Ngalam” bagi ayas yang merantau di kota kembang, Bandung. Tulisan ini sengaja ayas buat sebagai salah satu dokumentasi yang semoga menjadi inspirasi bagi nawak-nawak. Sekaligus sebagai sebuah apresiasi ungkapan terima kasih kepada nawak-nawak Aremania yang membuat pulang kampung kali ini terasa begitu menyenangkan.<br />
<span id="more-985"></span> <br />
<br />
<b>Bertemu Sam Yuli Sumpil</b><br />
Minggu, 22 Agustus 2010, ayas dan beberapa nawak-nawak SMP yaitu: Edwin (Jakarta), Lilik (Surabaya), dan Fajar (Malang) berkesempatan mewujudkan rencana untuk bersilaturahmi ke rumah dirigen Aremania, Sam Yuli Sumpil.<br />
<br />
Momen mudik kami pergunakan untuk mengenal lebih dekat sosok the conductor-nya kera-kera Ngalam. Untuk mencapai tujuan, kami harus putar-putar daerah Gang Sumpil, karena memang diantara kami tidak ada satu pun yang mengetahui rumahnya. Setelah bertanya kepada beberapa penduduk, akhirnya kami berhenti di sebuah rumah yang terletak di depan masjid Gang Sumpil I. Saat itu Sam Yuli sedang berdiri di depan rumahnya, mengenakan jaket Manchester United Merah, celana loreng, dan topi putih.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4029/5077789850_d9c11d8a26_z.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dari kanan: Edwin, ayas, Sam Yuli, Fajar, dan Lilik</td></tr>
</tbody></table><br />
Seperti sudah kebiasaan, dengan ketenaran seorang Sam Yuli, pasti banyak Aremania yang mengunjungi rumahnya, Sam Yuli mempersilahkan kami memasuki rumahnya dengan melarang kami melepas alas kaki. “Ini rumah, bukan masjid!”, begitu alasannya.<br />
<br />
Sebuah kenangan tersendiri bagi kami, bertemu sosok yang dielu-elukan oleh ribuan Aremania di stadion. Betapa tidak, dengan ketenaran seorang Sam Yuli, dapat dikatakan bahwa beliau adalah tokoh suporter yang tidak dapat diremehkan eksistensinya.<br />
<br />
Pembicaraan pun kami awali dengan perkenalan dan penyampaian maksud kedatangan kami. Obrolan mengalir dengan dominasi Sam Yuli, mulai dari niatnya untuk pensiun dari jabatan dirigennya, tujuan hidup selanjutnya yang lebih serius, cerita kegagalannya menjadi TNI, pengalaman dramatis dalam mendukung Singo Edan, sampai kisah cintanya yang mempunyai mantan berjumlah 78, entah serius atau bercanda, kami hanya geleng-geleng kepala dibuatnya.<br />
<br />
Selain itu, cerita mengenai keterlibatannya dalam film Romeo Juliet dan The Conductor, foto dokumentasi kiprahnya sebagai dirigen yang terpampang di dinding, dan penghargaan atas keterlibatannya dalam beberapa film berupa piala membuat ayas dan ketiga nawak “melongo”.<br />
<br />
Kami juga menyinggung hal-hal yang cukup sensitif mengenai suporter, mulai dari kemelut dengan suporter lain, tour maut, sampai nyanyian di lapangan yang kurang enak didengar, Sam Yuli menanggapi dengan santai hal tersebut.<br />
<br />
Sam Yuli orang yang terbuka, mudah bercerita apa saja, dan tentu saja kharismatik, terbukti ketika ayas menjadi bagian dari suporter tribun bawah papan skor Stadion Kanjuruhan. Kunjungan kami sore itu ditutup dengan acara do’a untuk kesembuhan ayahanda Sam Yuli yang sedang terbaring sakit di rumahnya, serta tak lupa acara foto-foto. Sam Yuli rupanya sudah terbiasa dengan sesi terakhir kunjungan Aremania tersebut.<br />
<br />
<b>Penuh Kopi Darat</b><br />
<br />
Alasan minat yang sama terhadap Arema, membuat ayas begitu cepat akrab dengan Aremania, yang berada di kota lain sekalipun dan belum pernah bertatap muka. Ya, melalui dunia maya, jejaring sosial membuat jarak serasa dekat. Dan pada kesempatan pulang kampung inilah, ayas manfaatkan untuk bertemu dengan sebanyak mungkin nawak-nawak tersebut.<br />
<br />
14 Agustus 2010, bertemu nawak Satria Sangga, sudah 9 tahun kami tidak bertemu sejak perkenalan di acara Jambore Ranting Singosari, ketika kelas 6 SD. Silaturahmi tersambung kembali berkat artikel ayas yang dimuat di <a href="http://www.ongisnade.net/" target="_blank">ongisnade.net</a> atau <a href="http://tribunaremania.com/" target="_blank">tribunaremania.com</a> ini. Kami ngabuburit di kawasan Soekarno-Hatta, sekaligus bertemu dengan nawak-nawak Aremanoise. Secara tidak sengaja, ayas bertemu dengan Sam Kepet, salah seorang dirigen Aremania.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4004/5077195257_2ba29ca8ce_z.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bersama Sam El Kepet</td></tr>
</tbody></table><br />
Kopi darat berikutnya, dengan salah satu Arema Senayan, Sam Keceng tanggal 5 September 2010, dilanjutkan menonton ujicoba Arema vs Persikubar di Gajayana, dan disitu pula ayas bertemu Sam BBM (Benci Bom Molotov), yang selanjutnya menjadi partner diskusi buku “Arema Never Die”. Menyusul kopdar secara spontan malam hari, tanggal 13 September 2010 dengan 5 aremania dan 3 aremanita, admin sebuah forum Aremania di Facebook.<br />
<br />
Kopdar kali ini berlangsung di Stasiun Kota Baru, dan berlanjut ke sebuah warung di kawasan Pulosari Ngalam. Kami berbagi pengalaman sebagai Aremania, dan berdiskusi mengenai realisasi forum-forum dunia maya ke dunia nyata, mereka tertarik dengan cerita ayas mengenai Bobotoh, khususnya Viking. Sukses untuk forum Warkop Aremania kalian nawak!<br />
<br />
Hari berikutnya, ayas, Sam Joe, dan Sam Ayib (Arema Parahyangan) putar-putar kota Ngalam, bersilaturahmi ke rumah Cak Wergul (Arema Cikarang), dan kebetulan bertemu Sam Kepet pula serta nawak-nawak Arema Cikarang yang mudik, Sam Rahman, Sam Soleh, Sam Dwi Ambon, dll. Dilanjutkan hunting oleh-oleh atribut pesanan beberapa Bobotoh, dan tak lupa mengunjungi Ongisnade Store. Sayang, rencana bertemu redaktur <i>Ongisnade.net</i> tidak terlaksana, karena sedang tidak berada di tempat.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4052/5077790248_fed4382366_z.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dari kanan : Sam Ayib, Sam Joe, dan saya</td></tr>
</tbody></table><br />
Besoknya, kopdar dengan Sam Ludba Qilam (Arema Karawang), sore hari kopdar dengan Sam Paul Wahyu (Aremaut – Malang Utara, Lawang) yang selama ini sering berkomunikasi mengenai kemelut antar suporter. Dari Sam Wahyu, ayas pun mendapat 8 keping CD berisi rekaman tour Aremania sejak tahun 2000, bahkan ada rekaman yang dibuat sekitar tahun 1990, ketika ayas baru lahir.<br />
<br />
Beberapa rencana kopdar gagal dilakukan karena satu dan lain hal, diantaranya dengan nawak Aremania Garasi dan Sam Ined Aremania Kediri yang berencana berkolaborasi dengan Arema Parahyangan dalam menyampaikan ekspresi sebagai Aremania perantauan.<br />
<br />
Nawak-nawak yang kopdar dengan ayas pertama kali, sebelumnya ayas kenal melalui dunia maya, dan ketika bertatap muka secara langsung, rasanya kami telah saling mengenal sebelumnya, mudah akrab. Tak lupa ayas ucapkan terima kasih untuk Maskhul Daboribo, Ovic Alfian, Fajar Ardiansyah, yang menemani ayas menonton Arema baik di Kanjuruhan pada laga IIC kontra PSM dan Persiwa, dan ujicoba melawan Metro FC, dan adik ayas Dentha, yang menemani nonton pada ujicoba Arema vs Persija di Kanjuruhan, 18 September 2010, gol Noh Alam Shah dan Esteban sore itu menjadi klimaks Tour ‘d Ngalam tahun ini.<br />
<br />
Guyuran hujan di sektor 1 tribun ekonomi, menjadi sebuah kenikmatan tersendiri bagi seorang Aremanita.<br />
Walapun tidak berada di kota kelahiran, ayas merasa menjadi begitu dekat dengan Aremania, baik Aremania yang menetap di Bhumi Arema, maupun di perantauan. Jauh di mata, dekat di hati.<br />
<br />
Ya, Aremania adalah sebuah simbol solidaritas, kebersamaan, persaudaraan dalam satu jiwa mendukung Arema Indonesia. Identitas sebagai Aremania/nita mampu mendekatkan jarak, mengatasi perbedaan, menyatukan generasi, lebih dari sekadar suporter yang mendukung tim kebanggan semata. Persaudaraan ini tak hanya terasa ketika Aremania melakukan tour tandang saja, dalam keseharian pun terbukti bahwa jati diri sebagai Aremania mampu mengakrabkan individu-individu yang bahkan tak saling mengenal.<br />
<br />
Semangat untuk Sam Anggih Septian Nugroho yang berniat mendirikan korwil Aremania Satria Purwokerto. Ayas pun mengajak Sam Boim untuk bersama menjadikan Arema Parahyangan sebagai keluarga besar di perantauan, Bandung.<br />
<br />
<i>Senasib sepenanggungan<br />
Walau tidak di kandang Singo Edan<br />
Selalu ingin menjadi suporter terdepan<br />
Kami Aremania Perantauan…<br />
Ayas nantikan seduluran dari yang lain…<br />
Salam Satu Jiwa! </i><br />
<br />
(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-40837407689274951992010-10-26T21:49:00.000-07:002010-10-26T21:50:58.729-07:00Aremanita Dukung Timnas di SiliwangiKegagalan mendukung Timnas saat melawan Uruguay di Stadion Gelora Bung Karno Senayan Jakarta pada 8 Oktober 2010, semakin membulatkan tekat ayas untuk tidak melewatkan mendukung Pasukan Garuda secara langsung pada laga berikutnya, Indonesia vs Maladewa. <br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="375" src="http://farm5.static.flickr.com/4112/5088436524_68861fdfe1.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Tribun Timur Stadion Siliwangi</td></tr>
</tbody></table><br />
Selasa, 12 Oktober 2010 pukul 12.30 ayas sudah sampai di Stadion Siliwangi Bandung. Suasana masih cukup sepi untuk pertandingan skala besar. Di luar area stadion terdapat beberapa pedagang yang menjual atribut Indonesia, Bobotoh, dan Bonek. Berdasarkan pengalaman di Kanjuruhan atau Gajayana, biasanya beberapa jam sebelum kick off suporter sudah membludak di area stadion. Ini merupakan kali pertama ayas menjadi suporter di homebase-nya Persib. Apakah karena ini bukan laga Maung Bandung, sehingga Bobotoh kurang begitu antusias datang ke Siliwangi, atau ayas yang datang terlalu pagi?<br />
<br />
Ayas yang berencana membeli tiket di loket terpaksa gigit jari, karena ketika ayas datang pintu loket sudah ditutup. Terpaksa ayas membeli tiket pada seorang bapak-bapak yang membawa segepok tiket berbagai tribun. Harga resmi panpel adalah; VIP Rp 60.000,00 – Samping Rp 25.000,00 – Timur Rp 20.000,00 – Utara/Selatan Rp 15.000,00. Tiket yang dijual calo selisih Rp 5.000,00 dari harga resmi. Masalah percaloan tiket rupanya terjadi dimana-mana.<br />
<br />
Sekitar satu setengah jam, ayas luntang-lantung sendiri, sebelum salah satu nawak Arema datang. Kemudian ayas kopdar dengan salah satu anak Viking yang kenal via dunia maya. Selanjutnya kami bertiga berjalan menuju pintu masuk tribun timur.<br />
<br />
Di dekat antrean suporter, terdapat segerombolan anak berusia sekitar delapan tahunan, kepada kami mereka berkata “’A, Teh, bade ngiring.” (“’A, Teh, mau ikut”). Mereka rupanya tidak memiliki tiket. Hal itulah yang membuat ayas terkesan sekaligus trenyuh. Mereka yang tak lain adalah Bobotoh leutik (kecil), begitu polos, mencintai sepakbola, entah rumahnya dimana, datang ke stadion tanpa pengawasan orang dewasa, begitu antusias mendukung Timnas walau tanpa atribut, dan punya usaha untuk bisa masuk stadion. Kepada mereka ayas berbisik “Saya Aremanita lho!”, sambil menunjukkan logo Arema di lengan kanan dan benda-benda yang menempel di tas ayas. Mereka cukup terperangah dan tersenyum. Kemudian kami menggandeng lengan mereka, dan berhasil memasukkan mereka ke dalam stadion, selanjutnya berpisah di tribun timur bawah papan skor. Suporter kecil itu lebih memilih berada di depan, sedangkan kami memilih posisi di belakang yang lebih ke atas.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" class="alignleft" src="http://farm5.static.flickr.com/4127/5088435170_f89de47286.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="250" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bersama Benny Wahyudi</td></tr>
</tbody></table>Tanpa bermaksud memprovokasi atau apapun, ayas hanya menceritakan pengalaman saja. Merupakan sebuah ujian mental bagi seorang Aremania/nita di Siliwangi sore itu. Namun, ayas dan nawak ayas secara perlahan terbiasa dan menerima situasi tersebut. Terwujud juga keinginan ayas menjadi Aremania di antara Bobotoh sore itu, dengan mendukung Timnas tentu, menjadi bagian dari suporter Indonesia!<br />
<br />
Stadion Siliwangi hanya diisi kurang dari setengah kapasitas stadion. Seperti pada laga Timnas sebelumnya yang juga tidak sepadat pertandingan klub lokal. Apakah ini merupakan tanda nasionalisme mendukung Timnas dikalahkan oleh fanatisme dalam mendukung klub? Ataukah salah satu wujud kekecawaan suporter terhadap prestasi sepakbola tanah air yang nol besar?<br />
<br />
Tentu ukuran nasionalisme seseorang tidak dapat diukur dari datang atau tidaknya ke stadion ketika Timnas. Suporter Indonesia dari berbagai klub pun tentu mengharapkan kemenangan Skuad Merah Putih setiap bertanding, dengan keyakinan total atau hanya sekadar pasrah. Seandainya seluruh potensi dapat diberdayakan, termasuk dari elemen suporter, bukanlah suatu hal yang mustahil untuk mendongkrak prestasi sepakbola kita yang mati suri ini. Salah satunya menggratiskan saja tiket pertandingan, atau kalaupun tidak gratis, menekan harga tiket seminimal mungkin untuk menarik minat suporter. Ironis, seandainya pihak panpel mencari keuntungan dari tiket pertandingan Timnas. Untuk apa? Seandainya laga Timnas diselenggarakan di Stadion Kanjuruhan, akankah suporter memenuhi kapasitas stadion? Kita buktikan suatu saat nanti.<br />
Ah, suporter memang tak berhak bersuara, kalaupun bersuara itu pun tak akan ditanggapi oleh para petinggi organisasi sepakbola negeri ini.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img border="0" height="320" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs775.snc4/67499_1563621543988_1638848087_1340099_4003885_n.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" width="275" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bersama Ahmad Bustomi</td></tr>
</tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs775.snc4/67499_1563621543988_1638848087_1340099_4003885_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"></a></div>Setengah permainan, unggul satu angka membuat kami optimis dengan pertandingan sore itu. Sayang, tidak ada yang berjualan sate nol dua favorit ayas di Kanjuruhan! Adanya malah krupuk warna oranye, yang punya julukan tersendiri. Sekali lagi tanpa bermaksud memprovokasi lho… Ayas menceritakan kenyataan.<br />
Kemudian salah seorang kenalan datang menghampiri, kebetulan dia adalah anak Viking, pendiri Bonek Bandung, suka dengan Arema! Lagi-lagi kopdar dengan suporter di stadion. Kami berempat menyaksikan sisa pertandingan dengan tertawa terbahak-bahak. Pasalnya ada segorombolan ABG yang menyanyikan yel-yel dengan gaya kocak, walaupun kalimatnya mengarah ke rasisme, namun kami menanggapi dengan santai. Apalagi tanpa tahu malu, salah seorang dari mereka mengambil alih singasana Kang Ayi Beutik yang sore itu memang kosong, dengan gaya asal-asalan ABG tersebut membuat gerakan ala dirigen. Hingga kami melewatkan gol yang dicetak pemain Arema, Yongki Ari bowo.<br />
<br />
Diperlukan pendewasaan dalam menyikapi setiap apa yang terjadi di stadion. Dan yang paling ayas sesalkan sore itu adalah nyanyian rasis yang datangnya justru dari suporter-suporter kecil yang ayas yakin itu adalah karena mencontoh suporter yang usianya jauh di atas mereka. Apakah hujatan untuk suporter lain pantas dinyanyikan saat mendukung Timnas? Ini Timnas, bukan klub! Selain itu apakah wajar apabila suara-suara negatif ditujukan untuk pemain, yang saat itu membela Merah Putih. Apakah hal tersebut merupakan sesuatu yang sudah lumrah dan wajar saja dalam sepakbola tanah air? Apakah tidak ada jalur penyampaian aspirasi yang lain? Tentu pertanyaan ayas tersebut tidak ditujukan pada satu kelompok suporter saja. Melainkan semua yang merasa menjadi suporter Indonesia, termasuk Aremania sendiri.<br />
<br />
Skor akhir 3 – 0 membuat kami senang. Sambil meninggalkan tribun timur ayas berdoa, semoga suatu saat Aremania dapat datang ke Stadion Siliwangi, mengenakan atribut, mendukung Arema berlaga melawan Persib tentunya!<br />
<br />
Untuk Aremania di Kanjuruhan yang selalu ayas rindukan…<br />
<i>Salam Satu Jiwa!</i>LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-68156425315214002772010-10-26T21:43:00.000-07:002010-10-26T21:43:28.797-07:00Dibalik Bertemu Ketua Viking, Halal Bihalal, dan Bertemu Pemain TimnasKamis, 7 Oktober 2010 sebuah informasi ayas terima melalui pesan singkat, mengabarkan bahwa pada sore itu Ketua Viking Persib Club, Pak Heru Joko datang berkunjung ke rumah salah satu pengurus Arema Parahyangan yaitu Sam Heri di kawasan Caringin. Mendapat kabar itu, tanpa pikir panjang ayas berangkat menuju Caringin, karena tidak ingin melewatkan kesempatan bertemu dengan salah satu tokoh di Bandung tersebut. Di tengah guyuran hujan dan beceknya Pasar Induk Caringin ayas bergegas tidak sabar mengikuti obrolan yang akan berlangsung.<br />
<br />
<br />
<br />
<span id="more-1012"></span> <br />
<strong>Bertemu Ketua Viking Persib Club</strong><br />
<br />
Ayas sampai tujuan pukul 17.15, setengah jam setelah rombongan Pak Heru datang. Rupanya Pak Heru tidak sendirian, ada Kang Andi Aventurier, Kang Bonie Maung, dan Bu Reni (yang kebetulan adalah guru TK anaknya Sam Heri). Sebelumnya, memang terjalin komunikasi antara Sam Untung (Humas Arema Parahyangan – ArPar) dengan Pak Heru, namun baru ada kesempatan bersilaturahmi dan ngobrol santai di minggu pertama bulan Oktober ini. Beberapa pengurus ArPar pun juga turut hadir, yaitu Sam Navi dan Sam Agung Hercules. Banyak hal yang dibicarakan, tentang suporter menjadi topik dominan.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="375" src="http://farm5.static.flickr.com/4128/5093440688_09d0615f83.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" width="500" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dari kanan : Ayas, Pak Herru, Sam Agung, dan Sam Navi</td></tr>
</tbody></table><br />
<strong><br />
</strong><br />
Pihak ArPar menjelaskan sejarah komunitas Arema Parahyangan, siapa saja tokoh dari golongan tua yang mendorong dan mendukung terbentuknya forum persaudaraan yang lebih solid dari sebelumnya. Selain itu tujuan didirikannya ArPar juga dijelaskan secara gamblang. Sebagai pendatang, kami memang merasa perlu untuk “nuwun sewu” kepada warga pribumi dalam melakukan kegiatan, untuk menghindari kesalahpahaman yang tidak diinginkan. Terlebih lagi dengan situasi dan kondisi yang terjadi akhir-akhir ini terkait masalah suporter, kami merasa perlu berdialog dengan tokoh-tokoh Bobotoh, salah satunya Pak Heru.<br />
<br />
Secara nyata Pak Heru mendukung Arema Parahyangan sebagai forum persaudaraan dan komunikasi Gnaro Ngalam di Bandung, terutama dengan tujuan yang mengarah pada hal-hal bersifat sosial. Bagaimanapun juga, kami adalah bagian dari Kota Bandung, tanpa melupakan tempat asal kami, Malang, kami pun merasa punya andil dalam menciptakan suasana Bandung menjadi lebih baik.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4104/5093439910_107160590e.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bersama nawak Arema Parahyangan, Arema Cikarang, dan Arema Bogor</td></tr>
</tbody></table><br />
<strong><br />
</strong><br />
Cerita pun mengalir apa adanya, bagaimana sejarah tercipta satu-hatinya Viking dan Bonek, dibalik warna jersey Persib musim ini yang salah satunya berwarna hijau (kuning dan hijau adalah warna Sunda), sampai ke semboyan “kabeh dulur” dan “make manah” yang sering ayas dengar dari Bobotoh. Tak hanya tentang sepak bola dan suporter, pembicaraan pun menyentuh aspek-aspek sosial budaya, terutama yang ada di Tatar Sunda.<br />
Pro kontra antar suporter, apabila dibicarakan dengan sifat kekeluargaan, maka akan timbul sebuah sikap tenggang rasa dan saling menghormati. Jauh dari kata hinaan, hujatan, cacian, makian, dan segala sumpah serapah yang tidak selayaknya dilontarkan. Begitu indahnya perbedaan yang terjadi malam itu, suasana guyub dan menyenangkan. Apakah karena yang berdiskusi adalah para orang-orang dewasa yang pola pikirnya dewasa pula, sehingga tidak ada rasa sok bahwa kelompoknya yang paling benar? Apakah seandainya yang duduk bersama adalah para suporter yang lebih muda usianya, yang dinamis dan bergejolak, akankah kejadian yang sama dapat ditemui?<br />
Rupanya memang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa pertemuan di hari itu berlangsung cukup lama, karena sejak sore hujan turun, tidak terlalu deras namun cukup membuat kuyup, sehingga Pak Heru cs pun enggan pulang. Hujan baru reda sekitar pukul 20.30. Mereka kemudian pamit pulang, tak lupa kami memberikan undangan untuk menghadiri Halal Bihalal Arema Parahyangan yang akan dilangsungkan 3 hari berikutnya.<br />
<strong>Halal Bihalal</strong><br />
Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, hari Minggu, 10 Oktober Arema Parahyangan punya hajat yaitu halal bihalal. Kami sangat beruntung dapat bekerjasama dengan salah satu perusahaan asuransi, sehingga panitia pun tidak terlalu repot menyiapkan acara. Lokasi bertempat di Ballroom Hotel Serela Jl. R. E. Martadinata No. 59 Bandung, dimulai pukul 12.00 WIB.<br />
Kami mengundang nawak-nawak Arema Cikarang, sebagai wujud balasan, karena ArPar telah diundang dalam silaturahmi Forum Persaudaraan Arema Jabodetabek di Cikarang, 8 Agustus 2010 lalu. Acara awal diisi oleh pihak sponsor yang memberikan presentasi. Dilanjutkan dengan acara sambutan-sambutan dari sesepuh ArPar Sam Anto Baret dan rekan-rekan pun turut hadir dalam acara tersebut. Sepatah dua patah kata yang beliau sampaikan turut memompa semangat kami yang berada jauh dari tempat kelahiran. Acara dilanjutkan dengan ramah tamah, makan bersama, hiburan, foto-foto, penyampaian visi misi Arema Parahyangan, dan perkenalan pengurus.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img alt="" src="http://farm5.static.flickr.com/4092/5093440328_bedd91de3c.jpg" style="border: 1px solid black; margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Dari kanan : Sam Arif, Sam Dhedhet, Sam Anto Baret, ayas, Mbak Emil</td></tr>
</tbody></table><br />
<strong><br />
</strong><br />
Acara yang dihadiri sekitar dua ratus lebih anggota dari berbagai kalangan dan usia sukses digelar. Acara ditutup dengan membubuhkan tanda tangan di backdrop Arema Parahyangan yang terpasang di belakang ruangan. Setelah resmi ditutup, diilanjutkan dengan diadakannya forum diskusi dengan Sam Anto Baret. Pembicaraan pun mengarah ke komunitas Arema Parahyangan, adanya tawaran dari pihak-pihak yang bersedia menjadi konsorsium ArPar, sehingga kedepannya menjadi lebih dari sekitar forum persaudaraan semata, dan tentu topik tentang Arema dan Aremania menjadi hal yang tidak dapat diabaikan begitu saja.<br />
Ayas kebetulan mendapat kesempatan untuk menanyakan pendapat seorang Sam Anto Baret, tokoh Arema di Jakarta tersebut, tentang nyanyian-nyanyian suporter yang kurang baik didengar. Apakah nyanyian tersebut menjadi hal yang lumrah dan dapat dianggap sebagai hal yang wajar saja, tanpa perlu repot-repot kita mempermasalahkannya? Menurut Sam Anto, hal tersebut tidak sepatutnya dianggap wajar, karena dapat meracuni mental, terutama anak-anak kecil, serta merusak budaya bangsa tentunya. Kita patut waspada bahwa hal-hal seperti itu mungkin saja dikondisikan oleh beberapa pihak yang memang sengaja memanfaatkan situasi. Tanpa menuduh siapapun, bisa saja hal itu benar. Wallahu’alam.<br />
Sayang, rekan-rekan asli Bandung yang kami undang (Bobotoh), tidak dapat menghadiri acara tersebut, dikarenakan ada acara dengan jadwal bersamaan, selain itu lalu lintas Kota Bandung yang macet total hari itu karena ada acara empat tahunan, Pasar Seni ITB yang menyedot minat warga untuk menghadirinya membuat mobilitas menjadi cukup terganggu. Namun, mereka sudah melakukan konfirmasi dan mendukung acara tersebut.<br />
<br />
<strong>Bertemu Pemain Timnas</strong><br />
Ketika acara halal bihalal hampir berakhir, Sam Ihwan memberi informasi mengenai keberadaan pemain Arema yang tergabung dalam Timnas sedang berada di Bandung dalam rangka persiapan melawan Timnas Maladewa dua hari berikutnya. Kontan hal tersebut membuat ayas dan beberapa nawak langsung membuat rencana mendadak dan tanpa koordinasi jelas untuk menemui mereka. Sekitar 16 anggota Arema Parahyangan yang rata-rata berusia muda bersama-sama naik motor menuju Stadion Siliwangi, karena informasi yang didapat kurang akurat, kami pun mendapati Stadion Siliwangi kosong sore itu. Perjalanan dilanjutkan menuju Hotel Savoy Homman di sekitar Jl. Asia Afrika. Salah seorang Aremania berhasil menghubungi salah seorang pemaint Arema yang membela Timnas, Beny Santoso, rupanya mereka sedang shopping di sebuah mall, Paris Van Java. Sembari menunggu, kami shalat Maghrib di Musholla hotel dan ada yang membeli spidol, persiapan untuk meminta tanda tangan.<br />
<br />
Setelah shalat, rupanya Benny Santoso dan Ahmad Bustomi telah sampai hotel, bersama pemain Persema mereka meladeni dengan sabar sesi foto-foto dengan Aremania perantuan. Kemudian mereka pamit menuju kamar, karena persiapan acara makan malam bersama. Saat menunggu di lobi hotel, bergabung pula dua aremania yang lain, serta salah seorang Bobotoh. Acara menunggu pun kami pergunakan untuk ngobrol. Untung saja pihak hotel tidak berkeberatan dengan kegaduhan yang kami buat.<br />
<br />
Pukul 19.00 pemain turun dari kamar, dan makan di restoran yang terletak di lobi hotel. Dari balik kaca kami memperhatikan pemain Timnas. Apabila dibandingkan dengan ketika punggawa Singo Edan bermalam di Hotel Galeria Topas (Juli silam, saat akan bertanding melawan Persib pada 8 besar Piala Indonesia), terdapat perbedaan yang cukup mencolok. Dulu, anak asuh Robert Albert ketika itu turun ke restoran dengan kondisi meja telah disiapkan, sehingga tanpa banyak membuang waktu langsung santap malam. Hal semacam itu tidak kami temui pada hari Minggu itu. Entah karena persiapan yang dilakukan oleh pihak hotel atau karena faktor lain, sehingga terkesan kurang sigap.<br />
<br />
Ketika pemain satu per satu meninggalkan restoran, kami pun beraksi dengan bersalaman, meminta tanda tangan, berfoto, dan memberi dukungan moral secara langsung. Pemain Arema ada Benny Wahyudi, Ahmad Bustomi, dan Yongki Aribowo, tiga pemain lain yaitu Kurnia Meiga, Zulkifli Syukur, dipulangkan karena cedera, sedangkan Irfan Raditya dipulangkan karena alasan kelebihan berat badan.<br />
<br />
Tak hanya pemain Arema pun yang kami dukung, kami pun tak segan mendukung, berfoto, meminta tanda tangan Bambang Pamungkas dan Firman Utina (Persija); Nova Ariyanto, Markus Haris Maulana, dan Hariono (Persib); Boaz Salossa (Persipura), Yesaya Desnam (Persiwa); Octovius Maniani, Tony Sucipto (SFC), Jaya Teguh Angga (Persema); dan Afa, salah seorang pemain naturalisasi, yang sempat mengeja “Salam Satu Jiwa” pada kaos yang dikenakan beberapa Aremania. Kami pun dengan antusias menjelaskan kepadanya siapa kami dan sedikit cerita tentang Arema. Lucu, melihat bule yang tidak fasih mengeja kata “Malang” tersebut. Walaupun mereka dari klub lain, ketika berfoto kami tetap dengan atribut Arema… Ya, kamilah Aremania suporter Arema, bagian dari suporter Indonesia. Bukti bahwa kecintaan terhadap Arema tidak mengendurkan semangat dukungan kepada pemain dari klub lain ketika membela Timnas, demi nasionalisme.<br />
<br />
Sebuah pekan yang tak akan terlupakan bagi kami, Arema Parahyangan dan Aremania…<br />
<em>Salam Satu Jiwa!</em>LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-24687503509209255822010-10-26T21:33:00.000-07:002010-10-26T21:33:56.460-07:00Cerita Aremanita di Siliwangi Nonton Persib Bersama Bobotoh<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5t5lGRGab9Ys84mekqUbqgAqXw_An972q2ODR_W4yuj24wlL9l1XMz0KZlJqKnuw9f-c8W4D-UhDyXrG3Oao7Du7T8SNdEc15mUEsyGD6SDBwXjl2SZS5bp8fiPzjM3ABM8X46vcLXsyW/s1600/tiketpersib.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5t5lGRGab9Ys84mekqUbqgAqXw_An972q2ODR_W4yuj24wlL9l1XMz0KZlJqKnuw9f-c8W4D-UhDyXrG3Oao7Du7T8SNdEc15mUEsyGD6SDBwXjl2SZS5bp8fiPzjM3ABM8X46vcLXsyW/s320/tiketpersib.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Tiket Tribun Selatan</td></tr>
</tbody></table>Menjadi sebuah obsesi tersendiri bagi saya, yang bukan Bobotoh, untuk merasakan atmosfer menonton pertandingan di Stadion Siliwangi secara langsung. Ya, saya bukan Bobotoh. Saya Aremanita, suporter wanita pendukung Arema, yang lahir dan besar di Malang. Memasuki tahun ketiga tinggal di Kandang Maung Bandung, membuat saya semakin ingin mewujudkan keinginan tersebut.<br />
<br />
Rupanya kesempatan itu baru berpihak kepada saya ketika laga Timnas vs Maladewa pada hari Selasa, 12 Oktober 2010. Saya, bersama salah seorang Aremania (Arema Parahyangan), dan salah seorang teman Viking (Roni Taufiq Firdaus) menonton pertandingan persahabatan sore itu di Tribun Timur. Suasana kurang meriah karena bukan Persib yang main, begitu kata teman yang tinggal di kawasan Dago tersebut. Keinginan untuk membuktikan perkataannya pun terlintas begitu saja di kepala saya. Apalagi dorongan dari Kang Harie, salah satu pendiri Bonek Bandung yang turut mengobarkan keinginan itu.<br />
<br />
Berlalu beberapa hari, keinginan saya itu hampir terkubur karena situasi dan kondisi yang kurang memungkinkan. Sampai akhirnya salah seorang teman di jejaring sosial Facebook, Erwin Hijisalapantilutilu mengirim pesan singkat berisi “Besok nonton moal?”, dari pesan singkat itu keinginan tersebut muncul kembali.<br />
<br />
Sebelumnya saya ragu, namun akhirnya saya dapat membulatkan tekat untuk turut membirukan Siliwangi. Ragu, karena memikirkan bagaimana cara pulang dari stadion yang pastinya malam hari, dan tidak ada rekan Aremania satu pun yang menemani saya. Apakah saya terlalu bernyali? Tidak, yang saya pikirkan hanya bagaimana bisa sampai ke Stadion Siliwangi, kopi darat dengan beberapa rekan Bobotoh. Selebihnya saya tidak punya pikiran negatif apapun.<br />
<br />
Ketika saya akan naik angkot dari daerah Cibabat Cimahi, dari dalam Bus Damri ada yang mengibarkan bendera Viking sambil berteriak-teriak ke arah saya. Tanpa pikir panjang, saya pun naik ke Damri tersebut, karena saya yakin bahwa suporter mempunyai solidaritas yang tidak diragukan kepada rekan sesama suporter. Ternyata mereka adalah teman-teman di Facebook, yaitu Kang Ndoko Nirwarno dan Kang Chepot Thea, Viking Jabodetabek. Inilah hebatnya punya pemikiran yang positif, sebuah kebetulan yang memang sudah direncanakan Yang Maha Kuasa. Satu bagian telah terlewati.<br />
<br />
Sesampainya di Stadion Siliwangi, kami berjalan kaki menuju Fanshop Viking Jl. Banda No. 9, tempat yang saya kunjungi seminggu sebelumnya. Di sana, saya bertemu Kang Andre Hooligan Utara dan Pak Ari Cicaheum, kebetulan saya sudah mengenal mereka sejak 17 Juli 2010 lalu. Sambil berteduh dari guyuran hujan, saya benar-benar menikmati suasana di sekitar Jl. Banda. Sedikit aneh juga, dengan jati diri saya yang seorang Aremanita, satu-satunya yang mengenakan kaos berlogo Arema di lengan kanan dan punggung, saya bisa berada di antara mereka. Sambil memperhatikan Bobotoh yang berlalu-lalang, seakan mengobati kerinduan terhadap suasana serupa di tempat asal saya, Malang. Dan yang paling mengesankan adalah adanya beberapa Bobotoh yang usianya mungkin beberapa tahun lebih tua daripada ibu saya. Saya selalu mengagumi golongan suporter ini.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img border="0" height="320" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs886.snc4/71994_1556150357213_1638848087_1324840_7009817_n.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" width="240" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Bersama Kang Andre Dirigen Hooligan Utara</td></tr>
</tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs886.snc4/71994_1556150357213_1638848087_1324840_7009817_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"></a></div><br />
Sepakbola telah menjadi sebuah fanatisme tersendiri bagi sebagian orang yang menyebut dirinya suporter. Melihat Bobotoh berusia belasan yang tak hilang raut semangatnya di atas angkutan umum yang mereka sewa, walaupun badannya kuyup oleh hujan, membuat saya sadar bahwa seperti itulah suporter yang sangat mencintai klub, Bobotoh yang mencintai Persib, mewujudkan keyakinan membela apa yang dicintainya secara nyata, salah satunya dengan mendukung langsung di stadion. Sama seperti Aremania yang mencintai Arema, berada di antara pendukung Maung Bandung, tak membuat saya lupa akan jati diri.<br />
<br />
Kopdar selanjutnya dengan Kang Erwin bersama teman-teman Viking Purwakarta. Kami sepakat menonton di Tribun Selatan. Butuh perjuangan untuk mencapai pintu masuk. Saya harus tergencet kerumunan suporter dan merasakan sesaknya menghirup udara untuk bernafas. Kaki terinjak-injak dan harus berdesak-desakan pula. Saya tak menyalahkan suporter yang ingin segera masuk dan mendapatkan posisi nyaman di dalam stadion, sehingga terjadi dorong-dorongan, apalagi kami telah membeli tiket. Dan saya pun tak menyalahkan kinerja panpel, hanya polisi yang bertugas di pintu Tribun Selatan masuk kriteria sangar bagi saya, apalagi dengan memajang seekor anjing di dekat antrean suporter. Seram euy! Apakah hal itu membuat saya kapok untuk mengulanginya? Tidak! Saya anggap sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh suatu tujuan. Semoga kedepannya semua pihak dapat lebih baik dalam mengatur ketertiban suporter sebelum memasuki stadion.<br />
<br />
Menit awal pertandingan, gerimis pun mulai mengguyur. Saya terpaksa berdiri karena padatnya Tribun Selatan, melihat atraksi suporter yang bernyanyi dan menari, lagi-lagi saya ingat Stadion Kanjuruhan. Suporter, adalah roh bagi klub, benar-benar sebuah suntikan semangat yang luar biasa untuk tim yang sedang bertanding. Komentar suporter di sekitar saya pun tak pernah berhenti terdengar, entah untuk pemain, kepemimpinan wasit yang dianggap kurang fair (terutama untuk tim favoritnya), suporter yang membuat ricuh, semua terdengar kocak bagi saya. Keriuhan suporter menurut saya sama saja, bedanya kalau di Malang menggunakan Bahasa Jawa, di Bandung menggunakan Bahasa Sunda.<br />
<br />
Gol pertama yang diciptakan Pablo Frances pada menit ke-13 membuat seolah-olah Stadion Siliwangi berguncang. Pun demikian ketika gol Atep pada akhir babak pertama, lagi-lagi bergemuruh seluruh stadion. Skor sementara 2-1 membuat Bobotoh optimis bahwa laga malam itu adalah milik mereka.<br />
<br />
Jeda pertandingan, saya bisa duduk juga akhirnya. Biasanya, saya paling suka jajan sate 02 (julukan sate bekicot atau siput) yang banyak dijajakan di Kanjuruhan. Berhubung di Siliwangi tidak ada, saya cukup puas dengan jajan tahu Sumedang dan kerupuk berwarna oranye yang punya julukan tersendiri (hehehe). Dan berbagi air mineral untuk melepas dahaga pun menjadi sebuah perwujudan solidaritas antar suporter.<br />
<br />
Gol-gol selanjutnya, saya memilih untuk merunduk, mengalah untuk Bobotoh di sekeliling saya yang meluapkan kegembiraannya. Karena suasana benar-benar padat, daripada saya terinjak ketika turut berjingkrak-jingkrak, tak apalah saya hanya diam saja, menunduk melindungi kepala J. Tapi saya turut merasakan kebahagaiaan Bobotoh malam itu, mungkin dengan alasan yang berbeda. Ya, saya yang Aremanita, bisa mendapat teman-teman, bahkan saya tanpa segan menganggap mereka dulur-dulur yang menerima perbedaan saya yang sebenarnya bukan bagian dari mereka.<br />
<br />
Saya suka dengan stiker “Tong rasis, ulah anarkis. Dukung Persib make manah”. Hal itu lebih saya apresiasi daripada atribut anti suporter lain. Sedikit ada rasa perih, melihat beberapa atribut yang anti klub kebanggaan saya dan kelompok suporter saya. Tapi saya paham, itulah bagian dari dinamisasi suporter, wujud ekspresi, walaupun saya tak pernah setuju dengan hal yang semacam itu, termasuk yang datangya dari Aremania sendiri.<br />
<br />
Setelah gol keempat, saya memutuskan untuk meninggalkan stadion, menghindari arus suporter yang keluar stadion secara bersamaan. Saya berpisah dengan rekan-rekan Viking Purwakarta. Untungnya, ketika akan pulang, saya bertemu dengan Kang Aan Hidayat, salah satu Bobotoh yang tinggal di Padalarang, beliau menawari tumpangan. Lumayan, daripada saya naik angkot sendiri. Membelah jalanan Kota Bandung di saat hujan bersama konvoian Bobotoh yang merayakan kemenangan menjadi sebuah klimaks eksistensi saya sebagai suporter malam itu. Mohon maaf, tidak dapat memenuhi ajakan rekan Viking Bekasi yang mempersilahkan saya mampir ke Fanshop Viking setelah pertandingan usai, mungkin kalau ada waktu saya main ke sana lagi.<br />
<br />
Sepakbola, tak sekadar klub atau kelompok suporter semata. Lebih dari itu, ada nilai-nilai yang tak dapat diukur dengan rupiah sekalipun, harga sebuah persaudaraan! Saya hadir di Stadion Siliwangi, menonton laga Persib, menikmati sepakbola lokal, menjadi bagian dari publik bola Bandung, bahkan Jawa Barat, serta menjadi bagian dari suporter Indonesia yang mendukung Timnas. Walaupun biru saya bukan biru Maung Bandung, tapi biru Singo Edan.<br />
<br />
Sesampainya di kost, tidak saya sia-siakan kesempatan untuk mengabadikan memori tentang pengalaman berkesan yang saya alami sebagai Aremanita yang nonton Persib di Siliwangi di antara Bobotoh dalam bentuk tulisan. Semoga menginspirasi…<br />
<br />
Selamat untuk Bobotoh dengan kemenangan telak Persib 5-1 atas tamunya Persiba, kado istimewa di Hari Jadi Ibu Kota Jawa Barat, Bandung yang ke-200 tahun. Semoga di lain kesempatan, akan ada cerita-cerita seru Aremania dan Bobotoh dimanapun, tak hanya di Siliwangi maupun Si Jalak Harupat, semoga keadaan semakin baik kedepannya. Anda mengerti maksud saya bukan?<br />
<br />
Salam damai suporter Indonesia…<br />
<br />
(marlitha_giofenni@yahoo.co.id)LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-9098586919413681282010-06-27T03:24:00.001-07:002010-10-26T21:06:16.739-07:00Sebuah Ironi Aremania ParahyanganAyas masih ingat kali pertama bertemu dengan komunitas Aremania yang ada di Bandung, tanggal 16 Mei 2010 di tempat futsal Soccer Cop Kiaracondong Bandung. Itupun setelah berselancar di dunia maya, melalui jejaring sosial Facebook dimana status ayas beberapa kali menanyakan keberadaan basis supporter Singo Edan di Bandung. Sam Deddy ‘Singa Urban’ lah yang peduli dengan pertanyaan ayas tersebut dan memberi informasi jadwal pertemuan Aremania di Bandung dengan acara futsalnya.<br /><br /><br /><br />Dengan sedikit kenekatan dan keyakinan, ayas berangkat sendiri mencari tempat futsal tersebut. Rupanya tidak mudah, ayas ketinggalan KRD (kereta yang melayani jalur Padalarang-Cicalengka), beberapa kali bertanya kepada orang di jalan, sampai naik turun angkot secara tidak jelas. Akhirnya ayas menemukan beberapa nawak-nawak beratribut Aremania dan Singo Edan sedang nongkrong di pinggir jalan. Tanpa canggung ayas bergabung dengan mereka (walaupun pada waktu itu ayas adalah AREMANITA satu-satunya), dan sambutannya luar biasa positif.<br /><br /><br /><br />Begitulah awal perkenalan ayas dengan mereka. Selain futsal, kami juga nonton pertandingan terakhir AREMA INDONESIA ISL musim ini di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan Jakarta. Kami juga nonton bareng pertandingan AREMA INDONESIA vs All Stars, dengan pelengkap nakam oskab gratis (sumbangan Aremania juragan oskab di Bandung). Selain itu, tanggal 12 Juni 2010 kami berkumpul dengan Paguyuban Arema, komunitas orang-orang Malang yang tinggal di Bandung. Begitulah, cara kami berusaha eksis di Kota Bandung dan sekitarnya.<br /><br />Walaupun baru sebulan, tapi ayas sudah menganggap mereka layaknya keluarga sendiri. Perasaan senasib berada di perantauan membuat kami gampang akrab, apalagi sesama Aremania, berasal dari daerah yang sama. Ketika menonton pertandingan AREMA INDONESIA vs PERSIJA di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan Jakarta, 30 Mei 2010, kami kompak mengenakan soak warna biru bergambar kepala singa dan Gedung Sate, serta bertuliskan AREMANIA PARAHYANGAN. Ya, menjadi sebuah cita-cita kami bersama untuk membentuk korwil secara teroganisir, dengan acara-acara yang bermanfaat, sebagai wujud keseriusan komunitas kami.<br /><br />Namun, kenyataan tak seindah harapan. Jalan untuk merealisasikan hal tersebut tersandung oleh beberapa hal. Salah satunya adalah kota dimana basis kami berada sekarang adalah kota yang juga mempunyai supporter sepak bola yang tak kalah fanatik terhadap tim kebanggaannya, Persib Bandung, mereka adalah Bobotoh Persib atau Viking. Masalahnya, akhir-akhir ini hubungan Aremania dan Viking kurang kondusif. Entah karena provokasi dari pihak mana atau masalah apa, sehingga yang pada mulanya hubungan antara kedua supporter ini baik-baik saja, sekarang menjadi agak panas!<br /><br />Kami memang mendapat restu dari sesepuh-sesepuh orang Malang yang ada di Bandung untuk membuat kepengurusan Aremania Parahyangan, tapi diharapkan keberadaan kami sekarang tidak terlalu dimunculkan ke permukaan. Ironis! Di satu sisi, tujuan kami ingin mendirikan Aremania Parahyangan adalah untuk menunjukkan eksistensi kami di sini, tapi di sisi lain diharapkan tidak terlalu mencolok (di Bandung) untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.<br /><br />Memang, menjadi Aremania di Bandung (akhir-akhir ini) tidak seperti menjadi Aremania di Malang yang bebas mengenakan atribut kapanpun dan dimanapun tanpa khawatir. Berdasarkan pengalaman, beberapa kali ayas harus siap menebalkan telinga ketika mengenakan atribut AREMANIA di tempat umum, minimal menerima tatapan dari beberapa pasang mata yang aneh melihat ayas mengenakan soak Aremania atau memasang pin AREMA di tas. Dibutuhkan sebuah nyali untuk berani tampil di hadapan publik yang notabene pendukung setia Maung Bandung. Memang, tidak semua orang antipati terhadap Aremania, beberapa teman ayas (Bobotoh Persib) justru terang-terangan mendukung AREMA INDONESIA untuk kompetisi di kancah internasional dengan menyarankan pemain-pemain mana saja yang harus direkrut musim depan. Jadi tidak dapat disimpulkan bahwa semua Bobotoh Persib anti Aremania.<br /><br />Masih segar dalam ingatan ayas bagaimana merasa begitu tegang saat bus rombongan Aremania Parahyangan yang menuju Jakarta nyaris dilempari batu di jalan tol oleh sekelompok pemuda. Dan suasana mencekam sepanjang perjalanan ngalup, tidak ingin bus kami menjadi sama nasibnya seperti rombongan lain yang kaca bus-nya pecah akibat ulah oknum tidak bertanggung jawab. Ternyata perjalanan Aremania kala itu adalah sebuah perjalanan yang mengandung ahayab dan menantang maut. Terbersit rasa sedih (ayas sempat menangis), marah, kecewa, dan pemberontakan dalam diri ayas, entah untuk siapa… Tapi hal itu semakin menguatkan jiwa ayas, tak lagi sekadar supporter fanatik, namun Aremania sudah menjadi spirit dan jati diri… Sebuah perjuangan tak kenal lelah, pantang menyerah, penuh loyalitas tanpa patas, dan bukti bahwa AREMA tidak kemana-mana, tapi dimana-mana!<br /><br />Sampai sekarang ayas masih kadit itreng, sebab musabab apa yang menyebabkan Viking dan AREMANIA menjadi kurang kondusif. Ayas sama kadit itreng-nya, mengapa Aremania dan Bonek menjadi sangat berbenturan? Apakah karena Viking bersatu hati dengan Bonek lalu secara otomatis Viking menjadi bersebarangan dengan Aremania? Apakah Aremania merasa senasib dengan The Jak, lalu sekarang menyaingi duet Bonek-Viking?<br /><br />Sampai kapan kita berkutat dengan hal-hal seperti itu, sehingga membuat semangat sepak bola menjadi terabaikan, yaitu sportivitas. Bukan saatnya kerusuhan antar supporter menjadi deadline surat-surat kabar dan berita-berita internet, sedangkan prestasi sepak bola nasional kita tidak beranjak naik dari papan bawah! Waktunya mencari solusi, bukan kambing hitam dan saling menyalahkan satu sama lain.<br /><br />Cinta terhadap tim memang perlu, tapi jangan cinta buta! Kita harus punya mata untuk melihat, melihat mana yang baik dan mana yang buruk. Tidak ada manfaatnya membalas ejekan, cemoohan, dan lemparan dengan cara yang sama. Tidak akan ada akhirnya apabila permusuhan terus dikumandangkan. Menunjukkan cinta bukan dengan seperti itu, kawan! Berdamai bukan solusi konyol kok! Justru sangat logis. Berdamai bukanlah kalah! Memaafkan tidaklah merendahkan harga diri! Kita tunjukkan bahwa kita adalah supporter yang layak menjadi teladan. No rasis, tidak hanya menjadi slogan semata, mari kita buktikan!<br /><br />Ataukah justru kita biarkan saja segala benturan-benturan antar supporter ini menjadi sebuah tradisi klasik yang ada sejak jaman dulu sampai entah kapan, sebagai sebuah warna tersendiri dalam meramaikan kancah sepak bola di negeri kita? Agar terkesan ‘nyeni’ dan tidak monoton! Meniru pendukung Inter Milan dan Barcelona di Italia. Oh, betapa tidak punya otak dan hati (maaf) kalau ada yang menyetujui hal ini!!!<br /><br />Dengan menulis seperti ini, jangan diartikan ayas tidak loyal terhadap tim, jangan dimaknai ayas bukan Aremania sejati. Sebuah loyalitas supporter ditunjukkan dengan seberapa besar mendukung tim kebanggaanya untuk berprestasi lebih baik di kancah sepak bola nasional, bahkan internasional. Supporter sejati mampu menjaga nama baik dan kredibilitas supporter dan tim yang didukungnya. Menjadi supporter brutal dan rusuh justru itulah yang mencoreng semangat sepak bola itu sendiri, selain itu membuat orang lain merasa tidak nyaman dengan keberadaan supporter.<br /><br />Bukannya ayas lupa dengan Aremania yang menjadi korban saat kerusuhan antar supporter atau Aremania yang menjadi korban kecelakaan saat mendukung Singo Edan bertanding (mari berdoa untuk Sam Hari Sutiyono). Kadit, ayas kadit lupa dengan perjuangan nawak-nawak hebat tersebut! Tapi selayaknya pengorbanan mereka kita hargai dengan tidak ada lagi nyawa-nyawa melayang dengan sia-sia. Sampai kapan kita menjadi supporter pasif, tanpa aksi mendiamkan hal-hal yang sebenarnya tidak kita terima secara nurani terjadi. Ayas yakin supporter yang membaca artikel ini adalah supporter yang berpendidikan dan bermoral, tentunya tidak ingin segala bentuk benturan dengan supporter lain merusak kerja keras yang telah ini kita bangun bersama selama, menjadi supporter terbaik. Sebarkan virus perdamaian!<br /><br />Ayas juga yakin, supporter-supporter anarkis tersebut adalah oknum, yang bukan supporter sejati. Tentunya jauh lebih banyak yang masih memiliki nurani dan cinta kasih terhadap sesama. Kalau kita mau bersatu, saling mengingatkan satu sama lain, saling menghargai, menghormati, dan punya toleransi tinggi terhadap tim apapun yang didukung, tentunya perdamaian antara AREMANIA – Bonek, maupun Viking – The Jak bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan. Walaupun tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh usaha maksimal dan doa untuk mewujudkannya, tapi ini suatu hal yang realistis!<br /><br />Beberapa perwakilan AREMANIA PARAHYANGAN menawarkan diri untuk melakukan mediasi dengan ‘Panglima’ Viking dalam waktu dekat. Pendekatan seperti ini diperlukan, mengingat keinginan kami untuk eksis di Bandung dengan aman, tanpa takut mendapat serangan dari pihak yang kurang senang dengan keberadaan kami. Semoga kebebasan berkespresi kami tidak terkungkung lagi. Bagaimanapun juga di kota ini kami mendapat kesempatan mencari sedikit ilmu dan sesuap nasi, disinilah kami mendapatkan rejeki, paling tidak kami harus menghargai lingkungan kami. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Namun, kami ingin tetap menunjukkan jati diri kami sebagai bagian tak terpisahkan dari Ngalam, AREMANIA, AREMA, dan INDONESIA …<br /><br />Ayas sampaikan terima kasih kepada redaksi ongisnade.net yang bersedia memuat curhat dan artikel-artikel ayas. Seperti inilah cara seorang AREMANITA berusaha menunjukkan eksistensi AREMANIA PARAHYANGAN kepada nawak-nawak di seluruh Indonesia. Kami akan tetap berjuang, apapun yang terjadi jiwa dan semangat AREMANIA akan bersemayam dalam benak kami, sampai nanti, sampai mati. Mohon dukungan dan saran-saran dari nawak-nawak (fb marlitha_giofenni@yahoo.co.id). Nuwus…<br /><br />SALAM SATU JIWA. AREMANIA, never ending supporter forever after!LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-42868506015429481172010-06-27T03:05:00.000-07:002010-10-26T20:42:42.054-07:00Suara Aremanita di Tanah Sunda<div style="text-align: justify;">Ayas adalah salah satu Aremanita, yang lahir dan besar di Malang (tepatnya Singosari) selama 18 tahun. Tapi 2 tahun yang lalu ayas ‘terpaksa’ hijrah ke sebuah kota kecil di sebelah Kota Bandung, yaitu Kota Cimahi, di mana ayas mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi secara gratis (beasiswa) atas sponsor dari sebuah perusahaan susu terkenal di Bandung. <span id="more-601"></span> </div><p style="text-align: justify;">Ayas baru berani menyebut diri ayas sebagai Aremanita justru ketika ayas berada di kota yang jaraknya beratus-ratus kilometer dari markas Arema, bukan berarti ayas dulunya tidak suka Arema. Sejak kecil ayas suka menonton pertandingan Arema yang ditayangkan di televisi dan selalu senang melihat konvoi Aremania di jalan raya setelah pertandingan usai. Orang tua tidak mengijinkan ayas untuk menonton di stadion, alasannya adalah ayas perempuan, masih licek, dan tidak ada yang menemani. Dalam pikiran ayas waktu itu adalah “Oke Pak, Bu’, untuk sekarang mungkin masih belum saatnya, tapi suatu saat ayas harus nonton langsung di stadion!”.</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Dan angan itu terwujud! Sehari menjelang ayas balik ke Cimahi setelah mudik, tepatnya tanggal 30 September 2009, adik laki-laki (15 tahun) ayas yang rupanya waktu itu mulai menggandrungi Arema, tiba-tiba mengajak ayas menonton pertandingan dalam rangka launching team Arema untuk ISL musim 2009/2010. Dengan sedikit kenekatan, ayas dan adik berangkat, berboncengan naik sepeda motor Bapak menuju Stadion Kanjuruhan. Tanpa sepengetahuan orang tua, karena kalau bilang dulu pasti dilarang.</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Perjalanan 1 jam dari hamur ayas di daerah Singosari menuju Kanjuruhan ayas lalui dengan hati riang, untung saja ayas sudah punya atribut Arema jadi ayas semakin percaya diri bergabung untuk pertama kali dengan simpatisan Arema. Sampai di Stadion ayas tak henti-henti bersyukur bisa melewatkan momen yang sudah ayas tunggu sejak lama, berada di antara ribuan Aremania, menonton pemain Arema bertanding, mendengar riuh rendah suara yel-yel penyemangat yang membahana memenuhi seluruh stadion.</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Sungguh pengalaman yang menakjubkan. Pengalaman pertama bertemu dengan Aremania di jalan raya yang berbondong-bondong menuju satu tujuan yang sama, Stadion Kanjuruhan. Pengalaman pertama memakai atribut Arema. Pengalaman pertama membeli tiket lewat calo (untuk yang satu ini tidak patut dibanggakan, karena waktu itu ayas dan adik belum tahu dimana membeli tiket resmi , apalagi berangkatnya mendadak). Pengalaman pertama memasuki Stadion Kanjuruhan. Pengalaman pertama melewati petugas penyobek karcis di Stadion. Pengalaman pertama duduk di tribun ekonomi. Pengalaman pertama mendengar dengungan yel-yel dukungan terhadap Arema secara langsung. Pengalaman pertama menonton langsung pertandingan Arema, walaupun bukan big match. Pengalaman pertama jajan di Stadion. Pengalaman pertama duduk di antara Aremania sejati. Semuanya serba pengalaman pertama bagi ayas. Dan ayas tidak berhenti mengagumi semua, memandang berkeliling. Impian ayas selama ini jadi kenyataan, walaupun pada akhirnya ayas harus dimarahi Bapak juga! Mungkin terdengar terlalu didramatisir atau hiperbolis, tapi begitulah yang ayas rasakan.</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;"><img style="border: 1px solid black;" src="http://lh6.ggpht.com/_7-8iWELjRg8/S_qarllZNTI/AAAAAAAAAnw/Q0D3z6xR-us/tribun-bandung-2305101.jpg" alt="" height="372" width="500" /><br />
<span style="font-size:78%;"><strong>15 Mei 2010 Saat mendukung tim futsal Inersia FC (Mekatronik ’08). Diantara mereka ada Viking, The Jak, dan Bonek.</strong></span></p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Menjadi Aremanita di negeri para Bobotoh Persib dan Viking menjadi sebuah tantangan bagi ayas. Tapi ayas tidak gentar sedikitpun, bahkan bisa dibilang semakin edan saja. Kamar kost ayas dihiasi dengan bendera dan syal Arema yang terpasang di dinding kamar, di jendela terdapat stiker logo Arema dan stiker bertuliskan Arema Singo Edan. Kemana-mana ayas pakai pin Arema dan ada gantungan boneka singa di tas. Pada hari dimana Arema bertanding, ayas memakai kemeja yang bertuliskan ‘AremaNITA INDONESIA’ di punggung, atau jaket ‘Arema INDONESIA’. Beberapa teman berfikir saya edan, mencari gara-gara, mengundang bahaya, tapi ayas hanya tertawa, tidak menghiraukan.</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Beberapa kali ayas sempat hampir menangis, menahan kejengkelan ketika adu argumen dengan salah satu teman ayas ketika dia menuding tim Singo Edan diatur memenangkan ISL musim ini. Ayas juga pernah mendapat olok-olok ‘Arema j*nc*k’ dari seseorang di jalan karena dia melihat ayas memakai atribut Arema, tapi yang membuat ayas terharu adalah teman ayas yang lain (pendukung setia Persib) berniat menghajar orang tersebut karena menghina ayas. Satu lagi, tetangga kamar ayas berasal dari Surabaya, dia adalah fans Persebaya, tapi kami akur-akur saja dan cukup menghormati satu sama lain, bahkan beberapa kali saya menonton pertandingan Arema di kamarnya. Jadi terkadang kebrutalan supporter adalah ulah dari beberapa oknum saja yang tidak menjunjung tinggi sportivitas.</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Yang saya herankan adalah beberapa orang yang menghina Arema, justru mereka hafal dengan yel-yel yang biasa dinyanyikan oleh Aremania ketika mendukung Arema. Mungkin sebenarnya mereka kagum dengan Arema dan Aremania, namun gengsi mengakuinya karena mereka adalah Viking.</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Dengan kecanggihan teknologi, rasa rindu ayas yang besar terhadap suasana Malang yang ramai ketika pertandingan Arema berlangsung menjadi sedikit terobati. Setiap online ayas tidak pernah lupa membaca artikel-artikel di ongisnade.net, Tribun Aremania telah membuat ayas merasa tidak sendiri di perantauan, jauh dari sanak keluarga dan kota kelahiran. Sungguh menginspirasi dan menambah motivasi, apalagi komentar-komentar dari Aremania yang selalu membuat merinding. Ayas semakin bangga dan mantap menjadi Aremanita, bagian yang tidak terpisahkan dari Arema Indonesia, pemain kedua belas yang selalu mendukung Arema Indonesia sepenuh hati segenap raga seluruh jiwa! Saya bangga kepada Anda semua, Aremania-Aremanita dimanapun berada. Arema tidak kemana-mana tapi dimana-mana. Sebuah loyalitas tanpa batas!</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Gebrakan yang didengungkan Aremania yaitu no racism dan no gap gender semoga menjadi pelopor terciptanya iklim sepak bola yang kondusif, ramah, dan berprestasi. Dengan banyaknya Aremanita yang sekarang berani datang ke stadion menonton langsung pertandingan Arema, ayas harap bisa disikapi dengan baik oleh Aremania. Mohon bisa menjaga saudari-saudarinya yang juga fanatik terhadap Arema, tidak melakukan hal-hal yang mengarah pada pelecehan baik secara verbal (ucapan) maupun fisik (sentuhan). Bagi Aremanita, ayas berharap bisa menempatkan diri dengan baik pada saat menonton pertandingan, misalnya dengan berpakaian yang tidak mengundang tindakan pelecehan (tidak ketat), dan tidak datang sendirian (datang berkelompok), sehingga meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:78%;"><img style="border: 1px solid black;" src="http://lh3.ggpht.com/_7-8iWELjRg8/S_qarrSeCPI/AAAAAAAAAn0/hHCMBFQKBGQ/tribun-bandung-2305102.jpg" alt="" height="352" width="500" /><br />
<strong>Sebelum pertandingan derby Malang</strong></span> </p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Karena situs jejaring sosial Facebook, alhamdulillah ayas sekarang telah bergabung dengan Aremania Bandung. Kami berusaha merapatkan barisan, membangun komunitas layaknya nawak-nawak di kota lain; Aremania Batavia, Aremania Dewata, Aremania Borneo, dan masih banyak lagi. Semoga dapat membentuk ikatan yang erat dan berkembang menjadi besar.</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Siapalah ayas, hanya seorang Aremanita kemarin sore yang mempunyai impian sejak kecil menonton pertandingan Arema di stadion. Ayas bukan siapa-siapa bila dibandingkan dengan dedengkot-dedengkot Aremania yang sudah puluhan tahun ‘mengabdi’ menjadi pendukung fanatik Singo Edan. Apalah bentuk perjuangan ayas, kalau bukan tetap membawa identitas sebagai Aremanita dimanapun ayas berada, dan menunjukkan keberanian sebagai Kera Ngalam yang berkarakter layaknya singa. Kapan lagi ayas menunjukkan eksistensi dan keberadaan diri kalau bukan dimulai saat ini. Siapa lagi yang mendengar suara hati ayas kalau tidak ayas ungkapkan disini, kepada nawak-nawak Arema-AremaNITA sejati di penjuru tanah air dan belahan dunia.</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Kita telah menjelma menjadi komunitas yang tangguh, berwibawa, dan besar. Mampu melewati batas jarak dan waktu, di pelosok kampung, di setiap sudut kota, menyeberangi selat dan laut, melewati batas teritori negara, bahkan benua. Komunitas lintas generasi yang tidak mengenal perbedaan gender, suku, agama, ras, profesi, dan partai politik. Menjadi kebanggaan bagi siapa saja, yang pernah lahir, besar, atau tinggal di Malang, bahkan orang-orang yang tidak mengetahui letak Malang pada peta sekalipun! Sebuah kalimat yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, memasuki setiap relung dada, mengalir bersama darah, tertancap di dalam memori sepanjang masa, dengan bangga mengucap SALAM SATU JIWA!!!</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Mari kita berdoa sejenak…<br />
Semoga perjuangan kita dalam mendukung tim kesayangan dimudahkan oleh Allah SWT…<br />
Keikhlasan nawak-nawak mengeluarkan berlembar-lembar rupiah demi membeli bensin, membeli tiket kereta api, membeli tiket bus, membeli tiket pesawat, membeli tiket pertandingan, membeli atribut sebagai wujud dukungan kepada Singo Edan semoga dicatat sebagai amalan yang baik…<br />
Menempuh jarak berkilo-kilo meter (bagai seorang musafir) untuk menonton langsung, atau duduk dihadapan layar kaca dengan meninggalkan sejenak aktivitas rutin semoga mendapat limpahan rahmat dari Sang Khalik…<br />
Berdiri di tribun, menggerakkan seluruh anggota badan mengikuti panduan sang dirigen, bernyanyi dan berteriak lantang mendengungkan yel-yel penyemangat, membahana di setiap sudut stadion, semoga mendapat imbalan pahala…<br />
Tak peduli tersengat matahari terik atau kuyup oleh air hujan, semoga bisa menjadi penghapus dosa…<br />
Membentuk korwil, menyandang embel-embel Arema, Aremania, Aremanita di akun facebook, bergabung dalam berbagai forum di dunia maya, semoga menjadi ajang persaudaraan dan silaturahmi untuk memperpanjang umur…<br />
Menahan perlakuan buruk dan hinaan dari pihak-pihak yang hanya sekadar iri, semoga menjadi pengingat bahwa apa yang kita dapatkan sekarang masih patut diperjuangkan sampai nanti…<br />
Dengan bangga mengenakan atribut Arema, berkata “saya Aremania” kepada semua orang, semoga mendapat ridho Yang Maha Kuasa…<br />
Dan kelak bersama-sama kita tetap menyanyikan yel-yel Arema di surga!<br />
Amin ya robbal alamin…</p><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">AKU BANGGA MENJADI AREK MALANG!<br />
SALAM SATU JIWA…<br />
LOVE U Arema INDONESIA<br />
LOVE U BRO & SIST, Aremania-AremaNITA<br />
DIMANAPUN BERADA KAMI SELALU ADA KARENA KAMI Aremania</p><a href="http://"></a>LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5866786590259497063.post-79225045576640880272010-06-25T21:13:00.000-07:002010-06-27T03:04:57.486-07:00Aremanita, Tunjukkan Aksimu!<div style="text-align: justify;">Sepak bola merupakan olahraga paling populer di planet Bumi, sangat diminati oleh berbagai kalangan. Mudah menemukan anak-anak bermain sepak bola di sore hari, pertandingan tarkam pada momen peringatan 17 Agustus-an, atau even sepak bola yang diadakan oleh instansi tertentu. Selain itu banyak negara-negara yang menjadikan sepak bola sebagai acara tahunan, yang sering di sebut liga. Dan di tahun ini even World Cup di Afrika Selatan menjadi acara yang paling ditunggu-tunggu oleh penikmat dan pencinta sepak bola di seluruh belahan dunia. <span id="more-756"></span> </div><p style="text-align: justify;"><img style="border: 1px solid black;" src="http://farm5.static.flickr.com/4021/4718917632_96b0757922.jpg" alt="" height="375" width="500" /></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Di Indonesia tak mau ketinggalan, sejak 1994 dimulai dengan Ligina dimana PSSI (sebagai organisasi sepak bola nasional) mendorong sepak bola Indonesia menjadi lebih profesional, kemudian dengan mengalami berbagai perubahan format pertandingan, hingga sekarang (tahun kedua) ISL telah sukses digelar, merupakan bukti semakin majunya sepak bola tanah air.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Hampir setiap daerah memiliki klub sepak bola kebanggaan yang berlaga pada level tertentu (sesuai dengan prestasi dan anggaran yang dimiliki). Menurut artikel Cak Faris, omong kosong apabila sebuah klub sepak bola mampu bertahan tanpa dukungan suporter yang ada dibelakangnya. Kita tentu mengangguk setuju dengan pernyataan tersebut. Arema Indonesia yang sukses merengguk kemenangan pada ISL musim 2009/2010 ini, salah satu faktornya tentu tidak lepas karena totalitas dukungan Aremania, suporter fanatiknya. Hal ini semakin dibuktikan bahwa Arema Indonesia yang notebene adalah klub non-APBD mampu bertengger pada singasana teratas level sepak bola tertinggi di tanah air, mampu mengatasi krisis anggaran yang sempat melanda salah satunya karena keikhlasan Aremania yang rela membayar mahal tiket pertandingan di Stadion Kanjuruhan (termahal di Indonesia).</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Isu emansipasi wanita yang gencar dikampanyekan pada jaman globalisasi ini, juga berdampak pada sepak bola. Sepak bola tidak lagi menjadi monopoli laki-laki. Tidak sedikit kaum Hawa yang juga suka, bahkan fanatik terhadap sepak bola. Sekarang sudah menjadi hal lumrah bagi perempuan untuk turut berdiskusi dan pergi ke stadion untuk menonton pertandingan klub favoritnya secara langsung. Menurut Laporan Studi Lapangan yang dilakukan John Psilopatis, dengan semakin dewasanya suporter sepak bola (yang didominasi laki-laki), membuat semakin mudahnya menemukan suporter perempuan yang berani hadir di stadion.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><img class="alignleft" style="border: 1px solid black; margin-left: 6px; margin-right: 6px;" src="http://farm5.static.flickr.com/4034/4718271179_007db1fbe2.jpg" alt="" width="250" /><br /></p><p style="text-align: justify;">Aremanita, The Jack Angle, Bonita, dan Srikandi adalah bukti pengakuan terhadap keberadaan suporter perempuan. Kehadiran Aremanita (julukan bagi suporter perempuan Aremania) menjadi sebuah warna tersendiri. Aremanita turut menghapuskan persepsi miring masyarakat yang konservatif, yaitu menganggap bahwa perempuan yang gemar sepak bola adalah perempuan yang ‘nakal’ dan sekadar ikut-ikutan. Stereotip negatif tersebut, seharusnya dibuang jauh-jauh. Mendukung Arema adalah hak siapa saja, tak terkecuali bagi perempuan sekalipun.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Selayaknya kemunculan suporter perempuan dalam sepak bola turut didukung oleh suporter laki-laki. Banyak kisah suporter perempuan yang mendapat tindakan tidak menyenangkan dan mengarah pada tindak pelecehan. Hal ini patut disesalkan, karena tindakan yang tidak terupuji tersebut turut menghambat proses terciptanya sepak bola yang kondusif, maju, dan dewasa.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Aremanita adalah bagian dari Aremania, yang mempunyai visi untuk mendukung Singo Edan. Sudah saatnya bagi Aremanita untuk menunjukkan aksinya yang lebih nyata, sebagai barometer suporter perempuan pada kancah sepak bola tanah air. Rencana memecahkan rekor Muri jumlah penonton perempuan terbanyak pada pertandingan derby Malang (Persema vs Arema Indonesia) tanggal 9 Maret 2010 lalu, sepatutnya dapat dilaksanakan suatu saat kelak, dengan persiapan yang matang oleh Panpel Pertandingan, serta kontribusi nyata dari Aremanita hal tersebut adalah realistis!</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Alangkah baiknya apabila Aremanita-lah pihak yang mengingatkan Aremania apabila timbul indikasi untuk brutal dan kisruh, Aremanita-lah yang mampu membuat ‘adem’ suasana (dalam konteks positif) yang mulai memanas kala terjadi singgungan dengan suporter lain. Karena pada dasarnya jiwa perempuan lebih peka daripada laki-laki (kodratnya yang diciptakan sebagai ibu), sehingga lebih halus dan antipati terhadap segala bentuk anarkis.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Aremanita hadir di stadion tujuan utamanya adalah mendukung Singo Edan (walaupun tidak dipungkiri ada alasan untuk merefreshkan mata dengan melihat punggawa-punggawa Arema Indonesia yang nayamul cakep, namun julukan Aremanita tersebut sebaiknya tidak hanya disandang pada saat Arema Indonesia bertanding saja, lebih dari itu alangkah membanggakan apabila Aremanita juga turut mengangkat nama klub dan suporter dengan beragam kreativitas yang dimiliki. Contohnya dengan kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan… atau dengan sekadar menulis artikel seperti ini.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><em>Ayo Aremanita, tunjukkan aksimu!</em><br />Catatan Aremanita (Aremania Parahyangan), yang jiwa Aremania-nya semakin menggebu justru ketika berada di perantauan<br /></p><p style="text-align: justify;">---pernah dimuat di www.tribunaremania.com---<br /></p>LithAremanitahttp://www.blogger.com/profile/08298125678237084806noreply@blogger.com1